Bab 8

9.6K 748 12
                                    

Untuk beberapa saat, Adara pikir dunianya benar-benar berhenti. Ketika kobaran api terus membesar—melahap habis ruang meeting Tarhan Corporations—tubuhnya terasa tak memiliki jiwa. Air matanya menggenang perlahan. Dengan sisa tenaganya yang melemah, Adara berusaha menembus kerumunan orang-orang.

Tapi, dunianya masih berputar. Rodanya tidak berhenti di sana. Pintu yang tertutup rapat di hadapan Adara kini seakan memberikan harapan. Meskipun sebagian dari dirinya masih merasa cemas, setidaknya Adara yakin, Ayahnya akan baik-baik saja.

Gedung di bagian seberang dari Adara berpijak hangus tak tersisa. Api berkobar menghancurkan sebagian Tarhan Corporations di bagian kanan. Terutama di ruang meeting yang biasa digunakan petinggi. Meskipun petugas pemadam kebakaran telah berusaha. Tempat itu hangus tak tersisa. Beberapa jajaran direksi yang masih berada di ruangan meeting, bersama dengan Ari Finch, tewas kecuali Ayahnya.

"Nona Adara, dugaan sementara dari ledakan yang terjadi adalah sambungan listrik yang rusak fatal..." Victor berdeham pelan. "Ada beberapa hal yang janggal, maka kami akan memastikan kembali—"

"Victor."

Adara merasakan sentuhan Kyran menyelimuti pipinya. Sebelum dia melanjutkan ucapannya, pria itu telah mengusap air mata Adara yang menetes perlahan. Mengalihkan perhatian Adara dan memberikan tekanan halus yang jelas-jelas adalah ancaman.

Napas Adara tersendat. Ia menunduk dan Kyran membawa tubuhnya ke dalam pelukan pria itu.

"Kau bisa melanjutkan penyelidikan semampumu, Victor. Biarkan isteriku beristirahat sekarang," ujar Kyran tenang.

Victor menatap Adara sekilas. Lalu mengangguk paham. "Baik, Tuan Kyran."

"Saya akan memberikan informasi lebih lanjut nanti."

Kyran menatap kepergian Victor dengan datar. Ia mengeratkan pelukannya pada Adara. Gadis itu terisak tanpa mengeluarkan suara. Namun bahunya bergetar pelan, memaksa Kyran untuk melepaskan pelukannya.

"Apa kau takut?" bisik Kyran nyaris tak terdengar.

Adara membalas tatapan Kyran dengan air mata yang terus berjatuhan. "Tidak."

Kyran tersenyum miring. Apa yang dilihat mereka mungkin itu adalah sesuatu yang menyemangati. Pandangan datar itu penuh kasih, tapi Adara tahu tidak ada kebahagiaan di manik matanya, selain rasa dingin yang selalu membuatnya terintimidasi.

"Kalau begitu, katakan pada Victor aku yang membuat kekacauan ini..." Kyran berbisik tepat di telinga Adara. "Katakan padanya sebelum terlambat."

Adara membeku tanpa mengeluarkan suara. Kyran kembali mengusap air matanya dan membawa tubuh rampingnya ke dalam dekapannya. Setengah jam yang lalu, Adara tak mampu berpikir jernih. Dia nyaris menerobos garis polisi dan Kyran menariknya menjauh.

Pria itu adalah iblis berwajah malaikat yang memiliki seribu cara untuk menghancurkannya.

"Aku memberikan kesempatan pada Ayahmu untuk hidup, Adara. Kau tak perlu khawatir."

Pintu terbuka, mengalihkan perhatian Adara. Ia mendapati paramedis melangkah keluar. Kemudian Taher muncul menengahi. Adara berlari kecil masuk ke dalam ruangan sebelum Taher membuka suara.

"Nona Adara, sebaiknya Anda pulang—"

"Ayah?" Adara menatap nanar Avram yang terbaring di atas ranjang. "Apa kau baik-baik saja?"

Avram berusaha bangkit dibantu oleh Taher. Sebuah senyuman terlukis di bibirnya. "Aku baik-baik saja, Adara. Kau tak perlu khawatir."

Pandangan Adara bergerak menelusuri sebelah tangan Avram yang dibalut perban. Penampilan pria paruh baya itu sedikit kacau. Wajahnya tampak lelah dan kesedihan tercetak jelas di matanya.

Sinful EnfireTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang