Wanita itu memeluknya erat. Nyaris meremukan Adara. Andai Adara tak menjaga keseimbangannya, dia mungkin telah terjembab ke lantai. Untuk beberapa menit keadaan itu terasa canggung dan Adara dilingkupi rasa bingung. Tapi dia tak berniat mendorong wanita itu menjauh. Tangisnya yang pilu membuat Adara membatu.
Siapa dia?
Seakan-akan mereka telah saling mengenal, dan wnaita itu tak bertemu dengan Adara cukup lama, kilat matanya menunjukan kerinduan yang cukup dalam. Matanya berkaca-kaca. Senyuman di bibirnya terlukis penuh kasih sayang.
"Zelda," bisik Baheera sekali lagi. "Ibu sangat merindukanmu."
Jemari Baheera mengusap pipi Adara. Menelisik Adara dengan kedua matanya. Namun, Adara tak melakukan apa pun. Gadis itu bahkan tak membalas pelukannya. Apakah Zeldanya tak merindukan Baheera? Di kedua mata birunya hanya terlintas pandangan bingung, dengan kerutan yang muncul di dahi.
Sedangkan Adara sendiri melukiskan senyuman canggung. Dia berdeham tak nyaman. Mundur satu langkah saat Baheera nyaris kembali memeluknya.
"Maaf, tapi—"
"Adara," panggilan Sanorah mengalihkan perhatian keduanya.
Sanorah melangkah masuk. Diikuti oleh beberapa pelayan yang mendorong sebuah koper. Mereka menaiki anak tangga, menuju sebuah kamar yang Adara tahu tempat itu kosong. Dua wanita lain bersetelan perawat mengekorinya, membuat Adara kian kebingungan.
Sanorah mengusap pundak Baheera. Raut wajah datar yang seringkali Adara lihat, berubah lembut saat dia menatap wanita itu. "Kakak, perkenalkan ... ini Adara, isteri Kyran," terangnya dengan senyuman di bibir.
Baheera kembali menatap Adara. "Kau ... kau isteri Kyran? Kau bukan Zelda?"
Sanorah berdeham pelan. Ia melemparkan senyuman kecil pada Adara. "Ya, cantik bukan? Sekarang kurasa ... kakak harus beristirahat."
Sebelum Baheera kembali berkata, dua perawat yang telah menunggunya melangkah mendekat, mereka membimbing Baheera menuju kamarnya. Adara menatap kepergian wanita itu tanpa berkedip. Dan melemparkan senyuman canggung ketika Baheera menoleh untuk menatapnya.
"Zelda adalah adik Kyran yang meninggal ketika remaja," jelas Sanorah menjawab pertanyaan yang berputar di kepala Adara. "Dan dia adalah Ibu Kyran. Maaf jika dia membuatmu tak nyaman tadi, aku baru saja membawanya kembali, dia masih terpuruk sampai saat ini atas kepergian Zelda."
Adara menggeleng pelan. Ia tersenyum kecil. "Tidak apa-apa, aku tak keberatan sama sekali."
Adara dapat melihat wanita itu mirip dengan Sanorah. Bagian dari hidung, mata, dan bibir bagaikan pinang dibelah dua. Bedanya, Sanorah memiliki rambut berwarna cokelat tua, sedangkan Ibu Kyran memiliki rambut hitam legam dengan rahang yang lebih tegas. Walaupun usianya mungkin tak lagi muda, garis kecantikan di wajahnya masih tampak terlihat.
Adara membayangkan, setampan apa Ayah Kyran mengingat Ibunya saja secantik itu. Dan sekarang dia mengerti dari mana Kyran mewarisi wajah malaikatnya. Kyran adalah versi tampan dari Ibunya, walaupun tidak semua bagian diwariskan.
"Dia sangat cantik," komentar Adara pelan. "Ngomong-ngomong ... aku tak pernah melihat Ayah Kyran, maaf tapi..."
Sanorah berdeham. "Dia sudah meninggal, Adara," ujarnya datar.
"Maafkan aku," bisik Adara nyaris tak terdengar.
Sanorah menggeleng. Dia tersenyum kecil. Ditatapnya Adara dengan saksama. "Tak perlu meminta maaf, kau hanya perlu tahu karena aku yakin Kyran tidak mengatakan apa pun padamu."
Pria itu hanya datang ketika menginginkan tubuhnya.
Adara menyelipkan anak rambut ke belakang telinga. Jemarinya tanpa sadar meremas tas yang dia bawa. Pandangan matanya mulai meredup, menunjukan kesedihan, tapi di satu sisi, gadis itu seakan menahan sesuatu yang memang patut dia pertahankan. Adara berpikir dia mampu menyembunyikannya dengan senyumannya.

KAMU SEDANG MEMBACA
Sinful Enfire
Roman d'amourDILARANG KERAS MENJIPLAK KARYA TILLY D; MENGUTIP SEBAGIAN, MENYALIN, MENGAMBIL INSPIRASI PENUH, MENGGANTI JUDUL; NAMA TOKOH, ALUR. BAIK DISENGAJA MAUPUN TIDAK DISENGAJA. CERITA INI MEMILIKI HAK CIPTA. **** Peristiwa bertahun-tahun lalu membuat Kyran...