Prolog

8.4K 526 58
                                    

You're an artist. That means you see the world in ways the other people don't. It's your gift. It doesn't make you crazy--just different. And nothing wrong with being different.

-Cassandra Clare, City of Bones

·§·

Reagan Hale menatap pemandangan di sekelilingnya dengan bingung. Bukan bingung seperti melihat makhluk berambut ular seperti dalam mitologi yunani, bukan juga seperti mendapati dirinya di dunia antah berantah—meskipun itu adalah salah satunya. Tapi yang membuatnya merasakan bingung adalah penampilan orang-orang yang berlalu-lalang melewatinya.

Kebanyakan dari mereka mengenakan gaun dan pakaian yang terlihat sangat kuno. Reagan bahkan bersumpah baru melihat yang seperti itu.

Gadis itu melihat ke bawah dan berdengap ketika mendapati gaun sederhana berwarna biru muda melekat pada tubuhnya. Ia bersumpah belum pernah membeli apalagi memakai benda yang sangat melambangkan jiwa feminim baginya itu--ia bahkan tidak pernah ikut drama tentang kerajaan di sekolahnya meskipun kemampuan aktingnya tidak perlu dipertanyakan lagi, alasannya hanya karena ia benci rok panjang yang merepotkan.

Seseorang menabraknya dari belakang, membuatnya tersandung bagian bawah gaunnya sendiri. Gadis itu sudah mengumpat dalam hati dan mengantisipasi keras aspal yang akan menubruknya, namun sebuah tangan menahan lengannya dengan kuat. Membuat gadis itu batal jatuh dengan posisi yang memalukan.

"Maaf, maafkan aku," kata seseorang di belakangnya, penuh rasa bersalah.

Reagan menengok, termangu mendapati sepasang iris cokelat yang menyejukkan tengah memandangnya. Gadis itu cepat-cepat menyadarkan diri dan menegakkan tubuh. "Oh, aku tidak apa-apa, kok."

Laki-laki itu memindai Reagan dari atas ke bawah, alisnya sedikit menukik dan Reagan mau tak mau berasumsi bahwa lelaki itu memikirkan impresi yang buruk tentangnya. Ia berdehem. "Kenapa gadis sepertimu berdiri di tengah jalan? Apa kau tersesat?"

Reagan menggeleng kikuk. "T-tidak, kok. Omong-omong, kenapa orang-orang memakai gaun dan pakaian formal sepertimu?"

Laki-laki itu tertawa. Reagan menatapnya bingung. "Kau bertanya seperti itu tapi kau sendiri memakai gaun," dia menggeleng-geleng sambil meredakan tawanya.

Reagan menggaruk kepalanya yang tidak gatal. Mendadak ingin rasanya ia mengadukan kepalanya dengan tembok karena baru saja bertingkah tolol. Tapi untunglah dia bisa membatalkan niat itu karena si laki-laki terlihat tidak tertarik untuk mempersalahkannya lebih lanjut.

"Hari ini adalah hari kelahiran putri pertama dari keluarga Archriver," jelas laki-laki itu. "Karena itu ada perayaan dan semua orang di sini berpakaian formal."

"Archriver?"

"Iya."

Reagan mengurungkan niat untuk bertanya lebih lanjut dan memilih melontarkan pertanyaan lain. "Apakah acaranya sudah selesai?"

Mungkin dengan mengintip keluarga kerajaan ia bisa dapat petunjuk tentang mimpi ini, 'kan?

"Sudah. Sekitar setengah jam yang lalu."

Yah. "Oh."

Mereka terus berjalan hingga kepadatan orang-orang di sekitar mereka berangsur-angsur berkurang. Yang tadinya penuh sesak sekarang hanya terlihat satu-dua orang. Reagan tak henti-hetinya menoleh ke kanan dan ke kiri.

"Hei, kita mau ke mana?" Reagan mulai waspada, tempat ini benar-benar tidak ia kenal.

"Ikuti saja aku," balas laki-laki itu singkat.

Tidak ada yang berbicara lagi setelahnya, mereka terus berjalan sampai akhirnya pohon dan semak-semak terlihat di hadapan mereka. Laki-laki itu menyibaknya dan mengisyaratkan Reagan untuk mengikutinya ke balik semak-semak itu. Gadis itu ragu pada awalnya, tapi setelah melihat hamparan pemandangan di hadapannya, ia tidak pernah menyesal mengikuti laki-laki itu.

Sebuah bangunan dengan menara-menara tinggi yang melingkari itu terlihat sangat menakjubkan dari tempat Reagan berpijak. Sang mentari bersinar teduh di atas bendera yang berkibar-kibar, lautan biru di sekitarnya menambah kesan indah. Dan pasti akan sempurna kalau saja tidak ada awan kelabu yang perlahan-lahan melingkupi langit.

"Tempat apa itu?" tanya Reagan.

"Kediaman Archriver," jawab laki-laki itu singkat.

Reagan hanya menanggapi dengan 'oh' di dalam hati, meski benaknya bertanya-tanya mengapa laki-laki itu mengajaknya ke sini. Di detik-detik selanjutnya ia asyik memandangi pemandangan menakjubkan yang baru pertama kali ia lihat.

"Reagan," panggil laki-laki itu setelah mereka diam lumayan lama. Gadis itu hanya menyahut dengan gumaman, dan masih akan terus asyik memandang kejauhan kalau tidak meangkap raut wajah si lelaki.

"Ada apa?" Reagan bertanya pelan.

"Bisa aku minta tolong padamu?"

Reagan diam, mempersilahkan laki-laki itu lanjut bicara.

Jeda sebentar. "Bebaskan aku."

Reagan butuh waktu lebih lama dari yang ia kira untuk mencerna sebuah kalimat. Iris cokelat laki-laki itu terlihat sangat terang karena diterpa sinar matahari, membuat Reagan kembali terpaku. Antara terpesona dengan sepasang iris itu dan bingung dengan respon yang harus ia berikan.

Ketika gadis itu tak kunjung mengeluarkan suara, maka laki-laki itu kembali berkata. "Tolong bebaskan aku."

Kedua alis Reagan menyatu. "Apa—apa maksudmu?" kali ini berhasil bersuara.

Laki-laki itu mengulas senyum yang Reagan sendiri tidak yakin apa maksudnya. "Aku percaya padamu."

Tepat di saat itu juga, guntur bergemuruh, angin yang sangat dingin berhembus, mencubiti kulit Reagan di bagian yang terbuka. Tubuh gadis itu perlahan-lahan terdorong ke belakang seiring mengencangnya angin. Matanya menyipit demi menghalau debu-debu yang berterbangan liar, ia melihat laki-laki itu menghilang dari tempatnya entah ke mana, seolah melebur dengan pasir yang terbawa angin.

Reagan semakin menyipitkan mata, merapatkan tangan di depan wajah, namun pandangannya tetap  memburam.

Yang bisa ia ingat cukup lama hanyalah seberapa kencangnya hembusan angin dan bagaimana sebuah cahaya menyilaukan yang menghantam indera penglihatannya membuat dirinya tersentak bangun.

Dan perlu Reagan kembali ingat, bahwa mimpi-mimpi yang ia dapat tidak bisa ia lupakan dengan tenang begitu saja.[]
·
·
·
·
·

······················································
············ ~ Bersambung ~ ············ ······················································

A.N.

Darker finally remaked!

Kali ini aku bakal pakai permanen sudut pandang orang ketiga untuk cerita ini. Dan mungkin perlu aku perjelas kalau si tokoh utama a.k.a Reagan Hale itu cewek ya. Iya aku tau 'Reagan' itu lebih cocok buat nama cowok, tapi aku udah terlanjur suka makenya._.

Semoga kalian suka!

Sal.

The Immortal Heirloom: DarkerTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang