Bab 24: Si Pemeran Utama

1.5K 154 43
                                    

"...But if, for argument's sake, you were to write a story with me in the lead role, it would certainly be a tragedy."

Kaneki Ken •

·§·

Reagan tidak begitu ingat apa yang terjadi setelahnya. Kesadarannya seolah mengambang.

Tahu-tahu ia sudah ada di lorong yang dipenuhi pintu-pintu kecil berisi kamar. Ia hanya ingat Ceaile sempat berpesan padanya untuk istirahat. Ceaile juga bilang akan menceritakan sesuatu jika Reagan mengingkannya, atau tepatnya, jika dirinya sudah siap.

Namun Reagan tidak merasa rasa siap itu akan datang seberapapun inginnya ia untuk tahu apa yang akan diceritakan Casthearer itu. Bahkan bergelung berjam-jam di tempat tidur empuk--pintu-pintu tadi ternyata berisi kamar tidur minimalis--dan menenangkan diri demi bisa berpikir, tidaklah cukup untuk sekedar mendorong Reagan berdiri.

Mengetahui dirinya sebagai sebuah senjata sudah mengejutkannya sampai jantungnya mencelos ke ujung kaki. Ia sampai tidak bisa berpikir kalau Ceaile bercanda. Terlalu besar tanpa ada peringatan. Terlalu terasa benar.

Mendadak Reagan merasa kalau olokan dan tertawaan orang-orang untuk dirinya bertahun-tahun lalu lebih baik.

Ya, lebih baik karena dia sendiri tidak tahu apa yang jati diri macam apa yang tersembunyi dalam dirinya.

Reagan akui ia takut. Sebutlah pengecut.

Perasaannya terlalu tercampur aduk. Reagan tidak tahu harus berteriak atau menangis. Reagan tidak tahu harus menunjukkannya kepada siapa. Jadi ia hanya diam dan akan berencana bertahan di posisinya saat ini hingga seseorang mencarinya kalau tidak kepikiran untuk mengalihkan pemikirannya.

Sepertinya melihat-lihat tempat ini tidak ada salahnya juga. Ia tidak ingin mendekam di ruangan ini lebih lama lagi dan terus berpusing-pusing memikirkan semuanya. Barangkali di luar sana ia menemukan suatu hal menarik yang bisa memperbaiki suasana hatinya.

Jadi dengan setengah bersemangat, Reagan melangkahkan kakinya keluar. Lorong yang diterangi cahaya redup-nyala itu tetap sepi. Kalau Reagan tebak, tempat ini mungkin ditinggalkan. Tempat ini sepertinya pernah ramai. Hanya dugaan sok tahu, sih. Gadis pirang itu hanya menebak dari auranya yang terlalu dingin.

Kaki Reagan melangkah tanpa arah. Menaiki tangga yang membawanya ke lantai dasar yang sama sepi seperti tempat sebelumnya. Benak Reagan mulai bertanya-tanya di mana keberadaan yang lain saat ini. Lebih penting, ada di mana teman-temannya?

Reagan terus berjalan, tidak peduli walau ia sama sekali tidak mengenal struktur bagunan ini dan besarnya kemungkinan untuk tersesat.

Lama menjelajah, akhirnya Reagan sadar kalau setiap sudut langit-langit tempat ini memiliki sesuatu berbentuk bulat yang menyala remang--Reagan tidak punya ide harus menyebutnya apa--selain luasnya yang keterlaluan.

Reagan bersumpah, dari luar, tempat ini hanyalah sebuah batu yang membentuk celah. Sebenarnya dia ada di tempat macam apa?

Tatapan gadis itu tidak sengaja jatuh pada sebuah pintu yang sedikit terbuka tidak jauh di depan. Ia penasaran, karena itu ia melongok sedikit ke dalam. Rasa takjubnya makin menjadi ketika melihat isi tempat itu. Walau kurang pencahayaan Reagan tetap bisa melihat rak-rak menjulang tinggi, berjajar rapi dan menyisakan ruang di tengah-tengah, di mana sebuah sebuah buku tebal terbuka di atas rak penyangganya.

The Immortal Heirloom: DarkerTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang