Kadang ada kebenaran yang disembunyikan, katanya demi sebuah kebaikan. Namun itu meninggalkanku bertanya-tanya; apakah kebohongan itu sendiri baik?
·§·
Hening yang jelas menemani setiap langkah yang Reagan dan Ceaile ambil. Keduanya diam. Ceaile tidak mengatakan apapun lagi setelah mereka keluar dari ruangan sebelumnya. Casthearer itu terlihat cemas, dan Reagan hampir bisa menebak apa alasannya.
"Jadi, tempat seperti apa yang akan kita kunjungi ini?" Reagan bertanya hati-hati.
Melirik gadis pirang itu dengan ujung mata, dan tersenyum. "Lebih baik menunggu hingga kita sampai."
Mereka melalui banyak lorong dengan penerangan yang makin redup, menuruni puluhan anak tangga sebelum akhirnya masuk ke tempat dengan nuansa berbeda. Masih indah seperti sebelumnya, tapi tempat itu terlihat jarang dimasuki. Ada hawa dingin yang berbeda.
"Tempat ini memang agak keramat kalau kau bertanya-tanya," Ceaile membuka suara.
Reagan tidak merespon, masih asyik melihat pemandangan baru walaupun sempat berjengit kala kata 'keramat' diucapkan.
Ceaile melanjutkan. "Terlihat tidak terurus, ya?" jemarinya meraba sebuah tiang ukiran yang diselubungi debu tipis. "Tempat ini sangat berharga bagi kami. Kami sendiri terbiasa tidak masuk ke sini jika tidak ada yang penting. Takut malah merusak."
Pintu ganda besar terlihat di depan mereka. Ceaile berhenti. Dalam dua detik yang cepat, Casthearer itu memejamkan mata dan menyatukan kedua jemari tangannya.
Reagan yang bingung, memutuskan untuk bertanya. Tangannya hampir menyentuh bahu Ceaile, "Hei, kenapa--" ketika cahaya kebiruan bersinar dari dua sumber berbeda; tubuh Ceaile dan pintu besar itu.
Ceaile yang diselimuti cahaya pekat masih setia menutup mata. Sesuatu merambat di kulit putih bersih Casthearer itu, menjalar ke dahi, membentuk sebuah simbol kecil. Reagan mengernyit, simbol itu seperti pernah dilihatnya, tapi ia lupa. Reagan jadi gemas sendiri karenanya.
Derakan pintu yang terbuka memenuhi tempat itu, gemanya menjalar, menggaung di tiap inci dinding. Berangsur menjadi terlalu keras. Reagan sampai harus menutup telinganya.
Ketika pintu ganda itu sepenuhnya terbuka, yang bisa Reagan lihat hanya ruangan gelap gulita.
Ia mendekat kepada Ceaile. "Apa yang ada di dalam sana? Kenapa gelap sekali?"
Alih-alih menjawab, Ceaile menariknya masuk. "Ayo!"
Percikan muncul saat kaki Ceaile menyentuh lantai pertama ruangan itu. Melesat dengan cepat menyusuri seluruh permukaan lantai, lalu mengenai atap dan membuat ruangan itu terang seketika.
Hantaman cahaya benderang yang tiba-tiba membuat Reagan harus mengerjapkan mata, membiasakan retinanya sebelum bisa melihat pemandangan menakjubkan lainnya di hadapannya.
Indah.
Ruangan yang seolah terbuat dari kaca itu memiliki cahaya berpendar dengan beragam warna di langit-langit, seperti rasi bintang di langit malam. Lantainya menampilkan refleksi apapun yang berdiri di atasnya. Jernih.
Dan di tengah ruangan itu, ada sebuah tempat tidur. Atau setidaknya itulah yang Reagan pikirkan kala melihat sebuah benda yang menyerupai bantal bulat raksasa--Reagan tidak tahu harus menyebutnya apa--yang terlihat nyaman untuk ditiduri satu orang.
Selain benda menyerupai akar yang menopangnya dan memperindah, ada juga cahaya sihir putih pudar di sekitarnya. Berkelap-kelip.
Reagan mendekati tempat itu perlahan. Menyentuhnya, merasakan bagaimana ada rasa hangat yang menjalar di sela jemarinya.

KAMU SEDANG MEMBACA
The Immortal Heirloom: Darker
FantasíaSetelah terjadi penyerangan di Tempat Perlindungan mereka, para Pelampau Batas--orang-orang yang memiliki kemampuan melebihi manusia biasa--yang tersisa dengan terpaksa harus kembali bertahan hidup di dunia yang sama dengan manusia biasa. Dunia di m...