18

6.2K 478 26
                                    

Pagi ini adalah pagi paling buruk yang pernah kujalani. Lebih buruk dari hari pertama datang bulan. Lebih buruk dari Senin pagi ketika aku harus pergi sekolah.


Ini adalah pagi saat Baekhyun harus pergi meninggalkan rumah dan mulai tinggal di rumah Yoona.

Aku tahu bahwa aku bodoh untuk mengusulkan hal ini padanya tapi aku juga tidak menginginkan perceraian. Bagaimanapun aku tidak bisa menghilangkan perasaaanku pada Baekhyun begitu saja. Aku yakin setelah ini aku dan Baekhyun masih bisa memperbaikinya.

"Aku pergi sekarang," pamitnya dengan pelan. Ia berjalan menyeret kakinya dan wajahnya menunjukkan keterpaksaan.


Mengabaikan hal itu, aku mengangguk dan mengantarnya ke pintu depan. "Aku akan meneleponmu setiap waktu," ucapnya dengan lemah.

"Jagalah bayi itu dan Yoona. Akan kuberi tahu jika terjadi sesuatu," balasku tanpa menanggapi kata-kata Baekhyun sebelumnya.

Baekhyun menatap mataku dan membuatku mengunci pandanganku padanya. Matanya yang selalu bersinar ceria, kali ini terasa redup dan terpancarkan kesedihan. Memandangnya seperti mendengar permohonannya untuk tetap tinggal.

Tapi tidak. Aku tidak akan merubah keputusan ku. Sudah seharusnya aku tahu bahwa interaksi semacam ini tidak kulakukan disaat aku mengambil keputusan yang menyakiti diriku. Hal ini semakin mempersulit diriku untuk melepasnya. Dan mempersulit Baekhyun untuk pergi dari rumah.

Aku memutuskan kontak mata diantar kami dan memeluknya sejenak. Setidaknya aku ingin merasakan kehangatan badannya untuk terakhir kali sebelum ia pindah.

"Bye, hati-hati," ucapku melepas kepergiannya dan langsung berjalan. Menutup pintu tanpa melihat kembali wajah Baekhyun yang mengharapkan untuk aku menahannya.

Sebulan kemudian

Ketika ia berkata akan menelepon ku setiap waktu, ia berkata yang sesungguhnya. Baekhyun tidak berhenti meneleponku dan menanyakan apakah semua baik-baik saja dan bagaimana keadaan ku.

Seberapa pun rasa kecewa ku padanya, tindakan Baekhyun sangat menyentuh hatiku. Ia menunjukkan bahwa ia masih peduli denganku dan aku senang mengetahui itu. Terkadang ia bertanya apakah boleh mengunjungiku, namun aku selalu menjawab tidak. Aku menjawab tidak karena aku sadar, ketika ia kembali akan sulit bagiku untuk melepaskannya lagi.


Aku sangat merindukannya.

Namun, akhir-akhir ini aku merasa sangat lemas dan letih selama sepekan. Aku terus saja muntah dan hal itu membuang banyak energiku. Aku sudah meminum obat mual namun tidak terlalu berpengaruh padaku.


Pada akhirnya, aku menelepon Jessica dan memintanya mengantarku ke dokter. Dalam sekejap mata dia sampai dirumahku begitu aku selesai meneleponnya.

"Hey, kau tidak apa?" tanya Jessica saat membantuku berjalan menuju mobilnya. Aku merasa begitu lemas dan mual sampai untuk berjalan sendiri pun rasanya ingin jatuh.

"Tidak juga," jawabku. Begitu kami memasuki mobilnya, Jessica memasangkan sabuk pengaman untukku dan langsung menginjak pedal gas.

****


"Bagaimana? Apakah dia baik-baik saja? Usianya masih panjang kan?" Jessica menyerang dokter dengan pertanyaan.

"Yah! Aku tidak akan mati," protesku padanya. Aku bangun dari tempat tidur dengan bantuan suster. Aku duduk disamping Jessica.

"Ya, Nyonya Byun baik-baik saja. Hanya saja detak jantung anda bertambah dua," ujar dokternya sambil menatap lembut padaku.


Aku dan Jessica menatap satu sama lain, tidak mengerti apa yang diucapkan oleh dokter barusan.

I Met You On Our Wedding Day [BAHASA INDONESIA]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang