24

5.1K 431 26
                                    

Baekhyun POV

Pintu kamar terbuka lebar dengan beberapa tendangan dari tentara tadi. Begitu pintu terbuka, rasanya mataku mencelat keluar.

Di depan ku kulihat Yoona terbaring di lantai dengan tubuh bergemetar hebat, layaknya kejang, dengan sebuah botol obat di dekatnya. Beberapa pil obat terjatuh keluar dari botol tersebut.

Taeyeon dengan cepat berlari kesamping Yoona dan mengambil botol tersebut. “Shit! Dia overdosis!” teriak Taeyeon dengan panik. Ia berusaha untuk membuat Yoona memuntahkan obat-obat yang menghambat mulutnya dengan mengeluarkannya dengan jari.

Gadis bodoh!

Aku bergegas ke sisi Taeyeon. Aku menggantikan Taeyeon mengeluarkan pil-pil yang masih terlihat di permukaan. Setelah itu, aku memasukkan dua jari ke dalam tenggorokan Yoona agar ia tersedak dan memuntahkan pil-pil tersebut. Memang bukan cara yang baik namun untung saja berhasil. Yoona memuntahkan semua pil dan terbatuk-batuk.

Aku menghela napas lega. Untuk apa dia melakukan hal gila seperti ini?! Tidak bisakah dia menyerah dan membiarkan kita semua hidup dengan tenang? Mengakhiri hidupnya hanya agar diriku tetap bisa berada disampingnya sama sekali tidak berharga! Aku tidak pernah menyukainya dan itu berarti she died for nothing! Aku tetap tidak akan pernah menyukai apalagi mencintainya.

“Sialan kau! Untuk apa kau lakukan ini?!” omelku pada Yoona.

“Kenapa kau menyelamatkanku?! Aku pasti sudah akan mati sebentar lagi! Bukankah itu yang kau inginkan? Kau ingin aku mati kan?! Supaya kau bisa bersama dengan pelacur ini!” balas Yoona menunjuk Taeyeon yang berada sedikit dibelakangnya.

Excuse me, istriku bukan cermin. “Aku menyelamatkan anakku! Sebenarnya apa yang kau inginkan dariku hah?! Kenapa kau sangat terobsesi dengan ku?!” aku teriak padanya. Aku berdiri dan membantu Taeyeon untuk berdiri pula dengan melingkarkan tanganku di pinggangnya.

“Apakah kau sungguh lupa Baekhyun?” mulainya. Aku mengerutkan alis, bingung dengan kata-katanya barusan. “Kau pikir kenapa aku selalu memanggilmu kekasihku selama ini?”

Aku melihat kearah Taeyeon dengan bingung. Matanya penuh dengan pertanyaan yang sama denganku. “Apa maksudmu?” tanyaku pada Yoona.

Ia tersenyum lemah. “Im Yoona. Apakah kau merasa tidak asing dengan nama itu?” tanyanya, membuatku semakin bingung. Dia hanya berputar-putar. Sebenarnya apa yang ingin dia katakan?

“Tidak. Katakan saja apa yang ingin kau katakan!” ucapku mulai tidak sabar. Aku benar – benar tidak mengingat apapun. Seingatku aku tidak pernah kecelakaan besar dan amnesia. Ataukah pernah?

Yoona dengan perlahan berdiri dan melangkah lebih dekat padaku. Matanya menatap mataku dalam. “Apakah kau ingat? Gadis kutu buku aneh saat SMA? Dia selalu duduk di barisan paling belakang dengan kacamata tebalnya juga bitnik-bintik di wajahnya. Gadis yang teman-teman sekelasmu selalu dijahili. Gadis yang patah hati karena hatinya dicuri oleh anak lelaki yang mengencaninya karena taruhan, namun masih menyanyangi anak lelaki itu tidak peduli apapun yang terjadi?”

Pikiranku berjalan ke beberapa tahun yang lalu. Ya, aku ingat ada gadis dikelasku yang selalu dijahili. Kulitnya sangat gelap, rambutnya tidak pernah dikuncir dan tidak pernah ditata. Ia hanya membiarkannya tergerai begitu saja. Bahkan dimodel pun tidak. Kacamatanya sangat tebal dan lebih besar dari wajahnya dan aku heran. Bagaimana dia bisa hidup dengan benda itu? Dan bitnik-bintik diwajahnya, menurutku tidak terlalu buruk. Namun jika semua dikombinasikan, -kacamata, kulit gelap dan bitnik wajah- memang membuatnya terlihat jelek.

Para guru selalu lupa dengan namanya dan beberapa guru bahkan tidak mengenalinya. Mereka bahkan mungkin tidak menyadari kehadirannya.

Dan taruhan itu, aku adalah anak lelaki itu. Aku bertaruh dengan teman-temanku untuk mengencani gadis itu selama 3 bulan agar mereka mentraktir makanan apapun yang kuinginkan selama sebulan penuh, bahkan di hari libur. Setelah 3 bulan aku mencampakkannya. Gadis itu pada awalnya selalu mengirim pesan dan meninggalkan miscall sampai aku kuliah. Tapi kemudian semua itu berhenti dan dia menghilang begitu saja. Aku berpikir mungkin dia bunuh diri atau sudah menemukan seseorang yang lebih baik dariku.

“Ya aku ingat,” jawabku. “Tapi… bagaimana kau bisa tahu mengenai gadis itu dan juga taruhan itu?” aku bertanya padanya.

Yoona tersenyum padaku. Senyumannya menyiratkan rasa pedih dan sakit. Namun juga rasa senang dan sayang.

“Aku,” mulainya, membuatku menatap lebih dalam ke matanya.

“Aku adalah gadis itu.”

I Met You On Our Wedding Day [BAHASA INDONESIA]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang