8| Rumah Malki

45.5K 5.3K 311
                                    

"Sayang nanti kamu jadi jemput?"

"...."

"Oh gitu."

"...."

"Yaudah Sayang istirahat aja. Nanti kita ketemu lagi ya besok."

"..."

"Iya. Jangan kangen aku loooh." Andin cekikikan dengan wajah malu-malu, juga bersemu merah muda.

Bukan maksud mau menguping percakapan Andin di telepon, tapi apa daya, kamar Andin terlalu kecil untuk membuat suaranya tidak mudah terdengar. Dengan sangat terpaksa, Sacha yang sedang main ke rumah Andin jadi harus mendengarkan percakapan orang yang sedang pacaran itu.

Dalam hati Sacha, ia bertanya. Kapan ya orang yang aku sayang dateng ke aku?

"Kenapa ngelamun, Cha?" Suara Andin membuyarkan lamunan Sacha.

"Lo udah lama pacaran sama pacar lo, Din?" Sacha bergerak ke tempat tidur, duduk di samping Andin yang masih memegang ponselnya.

Andin mengangguk sembari tersenyum. "Lama, Cha. Udah nyaman banget sama dia. Doain gue langgeng yaaa." Senyuman Andin perlahan memudar, tergantikan wajah penasaran. "Oh iya, lo gimana sama abang gue?"

Sacha tersenyum miris. "Gak ada perubahan. Malki tetep ketus. Gue iri deh sama lo yang udah jadian lama aja sama Niko."

Andin menyenggol lengan Sacha. "Lo kira gue gak iri sama lo yang banyak penggemarnya di klub lo itu, Cha? Tapi ya gue sadar sih. Percuma kita sibuk dengan rasa iri. Setiap orang punya kekurangan, kelebihan, dan masalahnya masing-masig."

Ah, ya. Andin benar. Jangan pernah biarkan rasa iri datang, menghapus bahagiamu melihat temanmu beruntung lebih dulu. Kita hanya perlu berhenti mengeluh, menghapus sendu, lalu terus bergerak maju. Sacha tersenyum. "Siap, Din. Gue gak akan nyerah."

Mendengar itu Andin terkekeh sendiri.

"Deeek!" Teriakan seseorang yang diduga cukup jauh dari kamar membuyarkan nuansa bijak di antara keduanya. "Deeek, lo liat kemeja biru gue gaaak?"

Sacha menguatkan indera pendengarannya. Hanya dari suaranya saja, Sacha sudah tahu kalau itu adalah orang yang sering dia pikirkan. Jangankan suaranya, coba tanya, hal apa yang tidak Sacha hapal tentangnya?

"Kemeja apaan sih, Baaang?" Andin ikut berteriak.

"Kemeja biru gue yang polos, lengan panjang. Lo liat gaaak?" Malki masih saja berteriak.

Andin membiarkan dahinya bertautan. "Kenapa lo nanya gue, Baaang? Kemarin kan yang nyetrika bukan gue. Mbak Minah yang nyetrika baju lo. Lo tanya dia aja elaaah."

"Mbak Minah lagi ke pasaaar." Malki masih saja berteriak. "Lo kan tau sendiri kalo Mbak Minah sering salah naro baju."

"Salah gimanaaa?"

"Cek di lemari lo gih. Baju gue kali aja ada di sanaaa."

Andin berdecak sebal. "Lo gak nyari sendiri ke sini?"

"Gue gak pake baju telanjang bulet doang nih."

What? Telajang bulet? Oh Tuhaaan, yang bener aja? Malki telanjang bulet di rumah? Diam-diam Sacha tertawa sendiri dengan kelakuan asli Malki. Meski di kolam Sacha sudah sering melihat Malki hanya bercelana renang, namun tetap saja, telanjang di rumah itu menimbulkan pikiran yang tidak-tidak tersendiri di kepala Sacha.

"Cha jangan mesuuum." Andin menepuk tangan Sacha sebelum berjalan ke arah lemari, membuat Sacha semakin tertawa geli dibuatnya.

Andin membuka lemarinya dan mengecek beberapa bajunya di sana. "Baaang, birunya biru apa? Tua apa muda? Gue gak nemuuu."

Malki menjawab, "Biru tua kemuda-mudaan, cari aja yang lengan panjang."

Biru tua kemuda-mudaan, jawaban macam apa itu? Sacha lagi-lagi tersenyum sendiri dengan tingkah Malki. Malki yang yang berbeda dengan Malki jutek yang biasa Sacha temui. Kalau Malki yang ketus itu sering bikin Sacha penasaran, Malki yang konyol seperti sekarang menimbulkan geli tersendiri untuk Sacha.

Tapi tetap saja, Sacha menyukai keduanya.

"Lo lama, Deeek!"

BRAK

Pintu terbuka. "Gue ambil sendiri aj--"

Hening. Malki seperti terpaku pada lantai, bertahan berdiri dengan posisi yang sama sejak matanya menangkap bayangan Sacha di kamar Andin. Tak jauh beda dengan Malki, Sacha bahkan lebih parah. Dia membatu lama melihat kaget ke arah Malki, yang tentu saja disertai keadaan hati menggebu-gebu.

Di antara nuansa tegang itu, hanya Andin yang cekikikan.

***

"Kenapa Mamah sama Andin gak bilang kalau anak itu lagi main ke rumah?" Ketus, Malki bertanya sembari menggigit roti sandwich di tangannya besar-besar.

"Namanya Sacha bukan anak itu. Kok kamu gitu sih Ki sama Sacha?" Erina, mamah Malki dan Andin, menyodorkan setangkup sandwich di meja ke arah Sacha, yang dibalas anggukan ramah olehnya. "Sacha udah lama gak main ke sini. Harusnya seneng dong."

"Iya ih Bang." Andin mengunyah makanannya di mulut, menelan, kemudian melanjutkan berkata, "Gue juga kan kangen sama Sacha. Lah lo enak sekampus sama dia. Gue kan kampusnya di luar kota. Mumpung gue lagi pulang, tauuu."

Malki melihat sekilas ke arah Sacha kemudian menekuk bibirnya jengah. "Ya udah." Malki berdiri dari duduk. "Kalian aja yang sama dia, gue ogah. Gue gak kenal sama dia," ujar Malki sebelum pergi dengan setangkup roti di tangannya.

Sacha hanya bisa menghela napas dan bersabar--lagi.

---------------

part 8, yeay!

part ini diadaptasi dari kisah nyata penulisnya di rumah seorang teman T-T

find me on:

# LINE id: rezzadwiecha

# instagram: rezzadwiecha (tag aja kalo mau upload sesuatu, nanti aku kasih love ♥)

see you next part~

Splash [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang