Part 5

11.2K 365 9
                                    

Semua orang punya masa lalu yang kelam. Mostly tentang cinta. Cinta itu terkadang indah, cinta itu terkadang menyakitkan. Cinta itu kadang membawa kebahagiaan, tapi cinta itu juga bisa membawa kesedihan. Cinta itu membingungkan, cinta itu memperjelas suatu masalah. Tidak ada orang yang bisa mengartikan apakah cinta itu, karena semua pandangan orang berbeda.

Flashback

"Anak-anak, hari ini kita kedatangan murid baru, namanya Frizna Putra," kata guru itu. Dengan seragam putih abu-abu, Frizna memasuki ruang kelas dan berdiri disamping ibu Jasmine. Mata Ria langsung menatap sosok pria itu. Tingginya mungkin sekitar 175cm, normal untuk seorang pria. Badannya atletis, wajahnya juga lumayan untuk standart orang Indonesia.

"Nama saya Frizna Putra Widoyono. Panggilannya Izna," kata Izna. "Saya pindahan dari SMA Pelita. Salam kenal," sambungnya. "Izna, kamu duduk disamping Ria ya," kata bu Jasmine sambil menunjuk kearah kursi disamping Ria.

"Andria Ranita," kata Ria. "Frizna Putra," balas Izna.

Izna dan Ria semakin dekat, layaknya sepasang kekasih. Kemana-mana selalu bareng. "Izna, kantin yuk!" ajak Ria. "Bentar Ri! Aku belum selesai salin catatan nih!" kata Izna. "Ya udah. Cepetan yah. Aku tunggu kamu di kantin," kata Ria lalu pergi meninggalkan Izna.

Ria sudah duduk manis di kantin dengan semangkuk bakso dan segelas es teh tawar di hadapannya. "Eh, lo yang namanya Ria kan?" tanya seorang perempuan. Ria menolehkan kepalanya dan melihat kearah orang yang memanggilnya. Gadis itu tinggi, putih, berparas cantik, kulit mulus tanpa celah, rambutnya yang lurus sempurna dibiarkan tergerai, pakaiannya sengaja dipendek-pendekkan. Dilihat dari penampilannya, mungkin ini anak senior.

"Iya. Ada apa ya?" tanya Ria berusaha bersikap sopan. "Gak usah sok manis deh lo! Mulai sekarang, lo jauhin yang namanya Frizna!" kata cewek itu. "Memangnya kamu siapa? Kamu gak berhak mengatur dengan siapa aku berteman," kata Ria dengan suara tenang. "Gue Zina, kakaknya Izna. Lo jauhin dia mulai saat ini juga. Atau-"

"Atau apa kak?" tanya Ria menantang. "Atau lo bakal gue teror seumur hidup!" kata Zina. Ria sama sekali tidak takut dengan ancaman Zina. Sebodo amat! Zina dan kawan-kawan pergi setelah Izna datang.

"Hai Ri!" panggil Izna. Ria menengok dan tersenyum pada Izna. "Hai Na! Gue udah makan duluan," kata Ria sambil menyodorkan semangkuk bakso. "Gak apa-apa. Gue gak laper," kata Izna. Wajah Izna berubah serius.

"Ri, gue perlu ngomong sesuatu," kata Izna. Ria langsung menoleh, memberhentikan acara makannya. Melihat wajah Izna yang serius, alam bawah sadar Ria langsung memberi peringatan 'ini bukan bercanda'. "Go," kata Ria.

"Ri, lo mau kan buat jadi pacar gue?" tanya Izna sambil memegang tangan Ria. Izna? Jadi pacar gue? JADI PACAR GUE? PACAR GUE? 

Ria mengangguk tanda setuju lalu tersenyum. "Thank you," kata Izna sambil memeluk Ria.

Sudah hampir satu tahun Izna dan Ria berpacaran. Izna pindah ke New York untuk melanjutkan kuliahnya, sedangkan Ria tetap di Indonesia.

Tok-tok. Pintu apartemen Ria diketuk tiba-tiba. Ria yang sedang menonton TV sambil memakan chips itu langsung membukakan pintu. Kosong, tidak ada orang. Ria menemukan sebuah kardus didepan pintu apartemennya. Ria membawa masuk kardus itu dan membukanya.

Sebatang bunga mawar merah dan sebuah surat. Pertama, Ria berpikir kalau hal itu romantis. Memberi kejutan. Tapi semua itu tidak sesuai dugaannya. Bukan bau mawar yang tercium, melainkan bau besi atau darah. Ria langsung merinding.

Ria membuka surat itu dan membacanya.

I've told you before, Ria. It's just the beginning. Jauhi Izna.

Marrying The BeastTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang