Restu Itu...

19.9K 1K 16
                                    

Rico mengantarku sampai dirumah. Ia membantuku menurunkan barang belanjaanku. Aku tahu, ini sudah jam sepuluh malam. Kami terlambat pulang. Awalnya Rico ingin mengantarku sampai kedalam dan meminta maaf dengan orang tuaku. Namun aku melarangnya karna kupikir mama dan papa sudah tidur.
Kubuka pintu rumahku dengan pelan. Kemudian naik menuju kamarku.

"Dari mana saja kamu?"

Gawat! Papa belum tidur. "Berangkat pagi bilang kuliah pulang jam segini pakai celana pendek. Mau jadi apa kamu? Kamu pikir rumah ini ga punya aturan! Itu belanja banyak dapat uang dari mana? Kamu pergi sama laki-laki itu lagi? Dosen macam apa ngajarin muridnya jadi liar seperti ini?" Aku berlari menuju kamarku dan mengunci pintu. Hari ini aku lelah. Aku sedang tidak ingin ribut malam-malam.
Kurapikan barang belanjaanku, dan menuju kamar mandi. Kuputar kran showerku. Sedetik kemudian air hangat sudah membasahi tubuhku. Terpikir olehku apa yang terjadi besok. Pasti papa akan sangat marah sekali padaku. Ah sudahlah. Kali ini memang aku yang salah. Aku terlalu berani melewati batas kepercayaan orang tuaku. "Bodoh.." Aku merutuki diriku sendiri. Tadi seharusnya aku pulang tepat waktu. Belum apa-apa saja kali ini nama Rico sudah jelek dimata orang tuaku. Bagaimana kalau aku bicara soal pernikahan? Pasti ditentang habis-habisan. "Oh God... Please show me the way..."

Pagi ini seperti biasa aku turun untuk ikut sarapan bersama. Ada rasa takut yang menjalar ditubuhku. Mudah-mudahan tak terjadi pertengkaran hari ini.
"Pagi sayaang..." Seorang wanita paruh baya menyambutku pagi ini. "Dadong? Dari kapan dadong disini? Aku kangeen..." Aku berlari memeluk Dadongku. Lama sudah beliau tak menjengukku kesini. Dadong adalah panggilan nenek di Bali. Beliau adalah ibunya papaku. Ia tinggal di Buleleng, setiap harinya ia sibuk dengan bisnis anggur dan cengkehnya. Setiap musim panen ia selalu mengirimi aku anggur, wine, dan makanan yang berbahan dasar anggur.
"Kemana kamu semalam sayang? Dadong sudah datang kemarin siang. Tapi sampai malam kamu belum pulang. Oh ya, sini.. Dadong buatin kamu urap pakis. Pasti kamu kangen masakan Dadong." Beliau menggiringku ke meja makan.
"Kemaren dia kelayapan sama om-om mah. Dosennya dipacarin. Umur pacarnya seumur pamannya." Jawab papaku dengan nyinyir.

"Hush! ngomong apa kamu de. Anak sendiri kok dikatain jalan sama om-om. Memang kenapa dia pacaran sama dosen? Bukannya bagus? Dosen kan pekerjaan yang bagus. Masa depan anakmu bakal terjamin sama dosen. Lagian dosen sudah bergelar magister, artinya ia juga orang yang terpelajar." Ayahku menatapku dengan ekspresi tidak suka. "Tapi pria itu duda mah. Kayak ga ada laki-laki lajang yang lebih bagus aja!"
Dadong mendekati papa dan duduk didekatnya. Ekpresinya mulai serius.
"Memangnya kenapa kalau dia duda? Selama dia bukan suami orang mama rasa sah-sah saja Isna menjalin hubungan dengan pria itu. Jika Isna pacaran dengan pria lajang, apa menjamin juga bahwa ia akan bahagia? Bagi mama laki-laki usia dewasa lebih mapu bertanggung jawab dibanding laki-laki seumur Isna. Kebanyakan naluri kelelakian mereka masih berada di batas penasaran dan ingin mencoba. Mereka belum punya rasa tanggung jawab tinggi. Jiwanya masih labil. Sama seperti kamu waktu usia dua puluhan. Ingat tidak? Kalau bukan karna mama yang cepat-cepat menikahkan kamu, mungkin istrimu sudah bunuh diri. Isna juga ga akan pernah hidup di dunia ini karna kamu hampir lari dari tanggung jawab."
Papa masih saja berusaha memberontak. "Lihat saja, belum apa-apa dia sudah melarikan Isna dari kampus tanpa izin dan memulangkannya malam-malam. Apa ia lelaki bertanggung jawab?"
Dadong menatapku. "Kemana kamu kemarin sayang? Coba jelaskan sama dadong, Jangan coba-coba bohong sama dadong ya sayang." Ahh bijak sekali dadongku ini. Terima kasih Tuhan kau mengirim dadongku disaat yang tepat.

"Namanya Rico dong. Kemarin pulang kuliah aku nebeng mobilnya. Awalnya dia ingin membicarakan soal hubungan kita. Tapi moodku kemarin sedang tidak enak. Jadi ia mengajakku belanja dan makan untuk memperbaiki moodku. Setelah itu baru kita bicara. Ia ingin melamarku dong.. Maaf kalau aku pergi sampai lupa waktu. Aku hanya terlalu asyik berbelanja." Aku menjelaskan sejelas mungkin berharap dadong akan mendukung hubungan kami.
"Hmm.. bahkan ia berniat untuk menikahi anakmu. Kamu dengar sendiri khan?" ayahku menghela nafas. "Jangan terlalu percaya. Buktikan sendiri saja dulu" Ia masih kekeuh dengan pendiriannya.
Untuk kejadian kemarin Isna mohon maaf dong. Ia sempat mau ikut masuk dan minta maaf karna terlambat mengantarku pulang. Tapi karena kupikir semua sudah tidur, jadi aku menyuruhnya untuk langsung pulang.
"Baiklah Isna sayang, Dadong ingin bertemu dengan pacar kamu itu. Kurasa aku harus tinggal lebih lama disini." Yess keputusan yang tepat dadong sayang! kini kami akan membuktikan keseriusan hubungan kami. Lihat saja nanti!"

I Love You Oom !Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang