DOP - 8

3.6K 367 28
                                    

Digo sedang gelisah di kamarnya, sms dan telpnya tak ada satu pun yang di balas oleh Prilly. Beberapa kali dia menengok ponselnya tetap saja nihil, Prilly tak juga kunjung memberi kabar.

"Kamu kemana sih Prill, kenapa gak ada yang di jawab pesan aku." Digo mulai gelisah, dia ambil jaket dan kunci motornya untuk pergi ke rumah Prilly.

Setibanya di rumah Prilly hanya ada papanya Prilly yang kebetulan hari ini sedang libur tugas. Digo meminta izin untuk menunggu Prilly di teras depan.

Setengah jam berlalu Prilly tak kunjung pulang, Digo semakin cemas, telpnya sama sekali tak di angkatnya.

Hampir satu jam Prilly baru kelihatan, dia berjalan santai memasuki pekarangan rumahnya.

"Digo tumben ada di sini?" Tanya Prilly dengan wajah bingungnya.

"Kamu dari mana sih? sms aku, telp aku gak ada yang kamu jawab, kamu pergi sam siapa, kemana aja barusan kok baru pulang. Aku tuh udah dari tadi di sini nunggu kamu."

Prilly hanya mandang takjub ke arah Digo, dia sama sekali tak berhenti berceloteh dari tadi.

"Digo kamu kenapa sih? Nanya satu-satu kan bisa."

"Kamu kemana aja dari tadi?" Tanya Digo ulang.

"Ini" Prilly mengangkat kantong belanjaannya.

"Aku abis beli ini di suruh mama, hp aku di kamar lagi charger, aku gak tahu kamu sms apa telp aku."

"Lain kali kalau kemana-mana tuh hp nya di bawa biar aku gak khawatir kaya gini." Digo sedikit bernada marah bicara pada Prilly.

"Dek ini bawa masuk kasih mama ya." Prilly minta tolong pada Arga.

"Kamu kenapa sih, kalau kamu lagi ada masalah jangan marah-marah di sini. Aku tuh baru pulang dari pasar malah kamu marah-marahin begini, jangan cari masalah deh." Prilly sedikit emosi tapi masih bisa menahannya.

Prilly duduk di samping Digo, tapi tak ingin sedikit pun melihat ke arah Digo. Kali ini Digo cukup menyebalkan bagi Prilly.

"Dia pikir gue gak bisa marah apa." Batin Prilly.

"Aku minta maaf sayang, kamu jangan marah begini sama aku, aku cuma gak mau kehilangan kamu aja." Digo memegang tangan Prilly, berharap Prilly memaafkannya.

"Maafin aku." Sekali lagi Digo memohon.

"Ya udah aku maafin, jangan di ulangi lagi, tanya dulu jangan langsung emosi kaya gitu."

"Iya gak, maaf ya sayang." Digo tersenyum ke Prilly.

"Giliran minta maaf pakai sayang-sayang, modus emang nih sayangnya kamu."

"Gak kok, aku kan beneran sayang sama kamu."

"Alasan nih."

Obrolan mereka terhenti karena ada sebuah mobil yang berhenti parkir di depan rumah Prilly. Si pemiliknya tak lama turun dari mobil menghampiri mereka.

"Eh Prill pulang ya?"

"Iya Fa." Yang datang itu Fauzi salah satu teman Digo dan Prilly dulu waktu SMA, jadi mereka sudah cukup akrab satu sama lain.

"Bapak ada? Aku mau antar berkas." Tanya Fauzi.

"Ada di dalam, masuk aja."

"Oke, permisi ya aku masuk dulu." Fauzi masuk ke dalam dan mencari papa Prilly.

Sejak kedatangan Fauzi tadi Digo lebih banyak diam. Fauzi datang lengkap dengan seragam polisinya.

"Kamu kenapa diem aja?" Tanya Prilly.

"Kamu cocok sama Fauzi, lihat sekarang dia udah sukses jadi polisi gak kaya aku yang pengangguran kaya gini." Dari ucapan Digo, Prilly mendengar rasa tak percaya dirinya sedang muncul.

"Digo kamu sama Fauzi itu sama, cuma bedanya dia maju lebih dulu si banding kamu, nanti juga kamu bisa seperti dia, yang penting kamu sabar sama usaha terus."

Tak lama Fauzi bergabung bersama Digo dan juga Prilly di teras depan. Mereka bertiga cukup akrab walaupun sebelumnya Digo sempat murung karena kedatangan Fauzi.

"Kalian apa kabarnya?" Tanya Fauzi.

"Cukup baik ya." Jawab Digo.

Digo dan Fauzi lebih banyak mendominasi pembicaraan mereka bertiga, seperti teman lama yang sudah cukup lama tak bertemu. Prilly hanya memperhatikan keduanya secara bergantian.

"Kamu sekarang tambah cantik ya Prill." Tiba-tiba saja Fauzi memuji Prilly dan itu membuat mimik wajah Digo berubah masam.

"Bener kan ya, Prilly tambah cantik." Fauzi menepuk lengan Digo.

Prilly merasa senang karena di puji makin cantik, tapi dia akan lebih senang jika kekasihnya sendiri yang mengatakan dia cantik, bukan orang lain. Kebahagiaan Prilly hanya setengah saja.

"Gak nyangka ya kalian awet banget sampai sekarang, padahal dulu itu dia sempat nawarin kamu ke aku loh Prill."

Wajah Digo makin terlihat tak enak karena ucapan Fauzi yanh di lontarkannya. Digo merasa tak enak hati pada Prilly.

#Flashbackon

-Januari 2005-

Digo dan Fauzi sedang beristirahat karena baru saja dia menyelesaikan pertandingan basket anter kelas, dan tentu saja kelas Digo yang menang. Keringat mengucur deras di wajahnya, sebotol air mineral berhasil di tuntaskannya dalan sekejap saja. Rasa haus membuat tenggorokannya menjadi kering.

Fauzi mendekat ke arah Digo, awalnya ragu-ragu, tapi sekali lagi Fauzi memantapkan hati untuk bertanya pada Digo.

"Digo, gue mau terus terang sama lo."

"Terus terang soal apa Zi?" Digo sekali lagi menenggak air mineral botol miliknya.

"Gue suka sama Prilly," ucap Fauzi mantap.

"Bagus dong kalau lo suka, yaudah buat lo aja. Tuh gue tawarin Prilly buat lo, kalau lo mau ambil aja sana," ucap Digo tanpa ekspresi bersalahnya.

Fauzi sedikit tercengang tak percaya Digo merelakan Prilly begitu saja padanya, padahal dia sendiri itu pacarnya, tapi dengan mudahnya dia bicara seperti itu.

"Kenapa lo? Kok diem aja. Katanya suka."

"Gak salah ngomong lo?" Tanya Fauzi heran.

"Gak, gue gak salah ngomong kok. Ambil aja sana kalau lo mau." Digo kembali yakin.

Fauzi mengangguk-anggukan kepala dan pergi meninggalkan Digo. Dengan pikiran yang masih bingung dan tak percaya dengan ucapan Digo, Fauzi bertekat untuk bisa bersama Prilly nantinya, dengan senyum merekah saat bayangan Prilly hinggap di dalam pikirannya. Prilly orang yang sudah bisa membuatnya jatuh cinta dan bisa merasakan kembali yang namanya cinta.

#Flashbackoff

Fauzi pamit pulang karena ada yang harus di kerjakannya lagi di kantor. Tinggallah Prilly dan Digo di rumah. Digo melihat wajah Prilly yang berubah tak enak.

"Sayang aku minta maaf, aku gak bermaksud bilang begitu, dulu aku khilaf, aku bodoh. Aku minta maaf sayang." Digo tak ingin Prilly salah paham karena ucapan Fauzi tadi.

"Kenapa dulu kamu malah mau nyerahin aku sama dia, jelas-jelaskan aku pacar kamu?" Tanya Prilly.

"Aku khilaf sayang, aku yang salah, aku yang bodoh."

Prilly hanya tersenyum saja, dia merasa sudah biasa di perlakukan seperti itu oleh Digo, bahkan dia sering dengar kelakuan jelek Digo di luaran sana. Digo memang bukan tipe cowok yang setia, tapi entah kenapa Prilly masih mau tetap setia dengan laki-laki yang sudah menyakitinya dan bahkan dengan terang-terangan mendua di hadapannya.

Cinta, cinta yang membuat dia terlihat bodoh, cinta yang membuat logika tak bisa di gunakan, dan cinta juga yang membuat semua menjadi wajar apa adanya.

***

Jakarta, 1 Februari 2016

DIARY OF PAST "First Love is Never Die"Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang