DOP - 12

3.2K 330 7
                                    

Seminggu berlalu Digo harus kembali ke Malang bersama Prilly. Digo berpamitan pada orang tuanya, ayah dan ibunya melapas Digo antara bangga dan sedih, tapi memang itu lah yang harus terjadi. Digo meninggalkan orang tuanya tetap di Madiun sedangkan dirinya harus kembali berjuang untuk masa depannya.

Sepanjang perjalanan Madiun - Malang, Prilly tak melepaskan tangannya dari genggaman tangan Digo. Jari mereka terpaut satu sama lain, menempati celah kosong yang ada di antara jari jemarinya. Genggamannya yang terasa pas memberikan tempat ternyaman bagi keduanya.

Tak ada pembicaraan serius di antara mereka, yang ada hanya keheningan menemani empat jam perjalanan mereka. Prilly hanya memandangi pemandangan dari balik jendela, sedangkan Digo tak henti memandangi gadis yang sedang asik memandang ke luar.

Digo mempererat genggamannya dan itu membuat Prilly menoleh padanya.

"Aku tahu pemandangan di luar sana lebih indah, tapi jangan abaikan aku," ucap Digo.

"Apa sih kamu, gak lah Digo." Prilly tersenyum simpul padanya.

Mereka tiba di stasiun Malang, Digo langsung menuju Rindam di antar Prilly, karena pihak keluarga hanya boleh mengantar sampai Rindam sebelum peserta yang lolos di bawa ke Pusdik. Prilly masih enggan melepaskan Digo, rasa tak rela di tinggal Digo terlalu lama tanpa kabar sudah menjadi mimpi buruk baginya.

Tak terasa air matanya menetes, bendungan yang di tahannya luluh juga tanpa ampun.

Digo mengusap air mata yang luluh tanpa permisi.

"Jangan nangis, nanti aku malah kepikiran ninggalin kamu di sini."

"Aku gak tahu, apa aku bisa kalau gak ada kamu Digo." Prilly menatap manik mata Digo dalam.

"Aku yakin kamu bisa kok, jaga diri kamu baik-baik ya. Kita gak akan ketemu selama enam bulan ini." Digo membawa Prilly ke dalam dekapannya.

"Jangan telat makan, pulang kuliah langsung pulang jangan main-main mulu ya. Jaga kesehatan kamunya." Pesan Digo.

"Kamu juga harus jaga diri ya, kalau nanti sempat kabari aku jangan lupa."

"Iya aku pasti kabari kamu kok. Kamu hati-hati ya."

Digo melepaskan tangan Prilly dan beralih ke wajahnya, Digo mendekatkan bibirnya untuk mencium kening Prilly. Prilly makin luluh dan tak kuat menahan air mata itu.

"Aku pergi ya." Digo melangkah mantap ke depan, sesekali menoleh kebelakang untuk memastikan apa dia akan baik-baik saja selama di tinggal olehnya.

Prilly tersenyum dan mengangguk seakan mengatakan 'aku akan baik-baik saja'.

Prilly beberapa kali menarik nafasnya panjang,menetralisir hatinya yang tak karuan. Prilly pulang dan siap mulai menata kembali hidupnya lagi.

***

Prilly asik mengerjakan soal harian yang biasa di berikan dosen, dan apesnya Prilly dia harus bersebelahan dengan Tyo.

"Prill, gue gak tahu nih nomer tiga, kasih tahu gue dong satu aja." Tyo dengan tampang memelas memohon pada Prilly.

"Gak akan, pikir aja sendiri, wlee." Prilly menggeser tubuhnya untuk menghalangi Tyo melihat jawaban miliknya.

Satu jam kemudian semua soal di kumpul, dengan wajah lesu Tyo melangkah gontai menghampiri meja dosen untuk mengumpulkan jawabannya.

Di depan kelas sudah ada Anto dan Riri yang setia menunggu.

"Gimana ujiannya sukses Yo?" Tanya Anto.

"Sukses apaan, asli Prilly pelit banget." Bisik Tyo.

"Aawwwww, sakit Prill." Tyo memegangi telinganya yang di tarik paksa Prilly.

DIARY OF PAST "First Love is Never Die"Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang