chapter 8

1K 32 0
                                    

David

Aku bisa melihat dia gemetar memasuki apartement itu. Wanita itu hanya merepotkan. Tapi dari mana dia tahu tentang marshall dan Alena?

Sepanjang perjalanan pulang, banyak pertanyaan yang ingin aku tanyakan kepadanya, tapi situasi tidak memungkinkan.

"mercy" ucapku sambil memberikan uang taxi kepada supir itu.

"sir, you left your phone.." panggil supir taxi itu saat aku keluar, but.. ponselku ada disaku celanaku. Ah..pasti Mere.

"thank you" ucapku lagi.

Pukul 3 dini hari, dan kenapa aku masih mengkhawatirkan Mere. Apa sebenarnya hubungan dia dengan Bryan?

Kenapa Bryan begitu marah, apa Bryan tidak mengenaliku? Semua yang terkait dengan Mere benar-benar mengacaukan pikiranku.

****

Pukul 6 pagi,

Aku masih mengkhawatirkan Mere, tapi aku tidak tahu bagaimana menghubunginya.

Kriiiiinggggg.....

Dering ponsel mere sangat melengking, aku melihat telfon masuk.

"dr. Selvi?" aku berpikir sejenak, aku mengangkatnya tanpa menyapa

"halo, Mer? Kamu belum kirim progress terapi kamu, bisa kirim pagi ini?"

"ah, sorry, ponsel Mere ketinggalan, gue David temennya"

"loh, Mere-nya mana?"

"di apartement" jawabku singkat.

"apartement? Setau gue harusnya dia tinggal di hotel,"

"wait, mere sakit?" aku masih penasaran dengan keadaan mere.

"sorry, itu gak bisa di ceritain.."

"ada hubungannya sama Bryan?"

"wait, Mere tinggal di apartement? Punya Bryan-kah?"

"i don't know about that, yang jelas kemarin mereka sempet berantem,lo tau masalah ini?"

"damn! Lo harus jemput Mere sekarang juga! Please... jangan sampe trauma dia kambuh lagi.. please help her.." suara selvi benar-benar terdengar sangatkhawatir dan ketakutan.

"lo tau apartement nomor berapa?"

"seinget gue apartement no 120, itu satu-satunya apartement Bryan di paris. You have to go now!" tegas Dr. Selvi

Aku langsung mematikan telfon dan langsung meluncur menuju apartement tadi malam secepat mungkin.

Kekhawatiranku benar-benar berada di puncaknya, aku berlari secepat mungkin menuju kamar apartement 120.

"Damn! Password?"

Aku langsung menelfon dr. Selvi menggunakan ponsel Mere.

"password.. i need password,"

"wait, Bryan sangat menggilai Mere, coba tanggal ulang tahun Mere.."

"kapan?"

"20-02-89"

"salah! Yang lain?" ini benar-benar membuatku gila.

"wait, hmm.... tanggal jadian mereka, try 08-10-10"

Aku langsung memasukan password,

"okay," pintu terbuka, aku langsung masuk, sangat berantakan, beberapa barang yang pecah karena di banting, ada beberapa tetes darah di lantai.

"MERE..!! MER!!" teriakku sambil terus menelusuri tiap ruangan.

"MER!!" teriakku ketika mendapati Mere terbaring di tempat tidur dengan sehelai selimut yang menutupi tubuh telanjangnya, darah yang mengalir di kepalanya menetes sedikit demi sedikit.

"mer, mer..! tahan sebentar, please bertahan sebentar, gue telfon ambulance!"

Mere, masih dalam keadaan setengah sadar. David yang sedang menelfon ambulance terus memperhatikan Mere.

"mer, sebentar lagi ambulance datang.." kataku sambil berjalan kembali mendekati mere.

Tapi mere justru menangis dengan kencang ketika aku berjalan mendekatinya.

"PERGI!!Pergiii... tinggalin aku!" teriaknya sambil terus meringkuk menutupi tubuhnya dengan selimut.

"mer..." panggilku pelan, "ini gue David.." jelasku, takut Mere tidak bisa mengenaliku karena dalam keadaan shock. Tapi dia tetap menangis. Aku berjalan menuju lemari dan mengambil pakaian untuknya.

"mer.." panggilku lagi. Dia benar-benar dalam keadaan terguncang, bahkan menatapku saja dia tidak berani.

"mer..." panggilku lagi sambil perlahan memegang tangannya, aku meletakan tangannya di pipiku. "ini gue David.." jelasku lagi, perlahan dia membalikan wajahnya.

"David..." panggilnya dengan nada yang bergetar dan langsung memelukku.

"okay, everything gonna be okay, believe me.. i'm here.." aku berusaha menenangkannya, tapi kesadaran mere terus menurun.

Tidak lama kemudian, ambulance datang, dan perawat masuk untuk membantu Mere dan membawanya ke IGD.

Sepanjang perjalanan, Mere terus menggenggam tanganku, alam bawah sadarnya seperti benar-benar mengerikan, dia terus mencari pegangan sampai aku memberikan tanganku, aku bisa melihat beberapa lebam di tangan dan kakinya.

***

Sudah 5 jam berlalu, mere masih belum sadarkan diri.

"David?" sapa seseorang,perempuan. Dari suaranya, seperti

"dr. Selvi?" aku mencoba menebak.

"ya.. hai, thank you, berkat lo mere bisa dapet penanganan dengan cepat.."

"ah, ya.." aku terdiam, "dr, boleh saya tanya sesuatu? Saya rasa ini gak melarang kode etik kedokteran, saya nanya sebagai temen Mere ke anda yang merupakan temen Mere juga..? rigth?" aku masih mencoba mencari tahu tentang masa lalunya.

"well.. itu terjadi 4 tahun yang lalu.." jawab dr. Selvi. Dia beranjak duduk disebelahku.

Teach Me To Love YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang