IN LOVE

87 3 0
                                    

Bulan mengatupkan kedua tangannya menutupi wajahnya. Suhu tubuhnya menurun drastis. Aulia sudah pergi sejak satu jam yang lalu dan dia masih belum bisa mempercayai ucapannya.

Aska seorang gay?

Bulan menggelengkan kepalanya dengan perasaan kacau.

Aku hanyalah pembuktian yang melegakan atas keraguan seorang ibu terhadap putranya. Ya Tuhan...kenapa ini menimpaku?

"Bulan."

Bulan tersentak.

"Ada apa? Kamu pusing?"

Dia cepat-cepat menggeleng. Aska sudah kembali.

"Saya baik-baik saja."

"Kamu pucat sekali. Kamu sakit?"

"Saya baik-baik saja kok, Pak."

Bulan berusaha tersenyum sambil merapikan mejanya dengan tangan gemetar. Sebenarnya meja itu sudah rapi dan dia justru membuatnya berantakan.

"Bulan."

Aska meraih pergelangan tangannya. Memaksa Bulan untuk menatapnya.

"Ada apa?" tanya Aska dengan lembut.

Bulan menatapnya sedih.

"Kamu sakit? Saya antar kamu pulang, ya?"

Bulan menggeleng. Matanya berkaca-kaca.

"Saya tidak apa-apa, Pak. Boleh saya sendirian sebentar?"

Aska terdiam. Menghela napas.

"Okay. Kalau kamu butuh sesuatu bilang ya?"

Bulan mengangguk. Menunduk ketika Aska masih juga menatapnya sebelum kembali ke ruang CEO.

***

"Kita ke dokter ya?"

Bulan segera menggelengkan kepalanya.

"Cuma demam biasa, Ayah. Sebentar lagi juga sembuh....."

"Kamu pucat sekali."

Bulan berbaring di atas tempat tidur dengan selimut membungkus tubuhnya. Tersenyum ketika melihat wajah ayahnya yang gelisah.

"Ayah ada jadwal penting ya?"

Ayah tidak menjawab. Menatap Bulan dengan prihatin.

"Ayah, berangkat saja. Bulan nggak apa-apa, kok!"

"Kamu ingin makan apa? Biar ayah siapkan sebelum berangkat. Roti selai mau?"

Bulan mengangguk.

"Susu?"

Bulan mengangguk lagi.

Kening ayah langsung berkerut. Dia memegang dahi Bulan sekali lagi.

"Selera makan kamu seperti orang normal."

Bulan tertawa geli.

"Orang sakit juga butuh makan, Ayah."

Kerutan di dahi ayahnya berangsur menghilang. Bulan merasa lega.

"Kalau butuh sesuatu segera telpon ayah, ya?"

Bulan mengangguk. Sepiring roti selai coklat bertabur parutan keju dan segelas susu hangat sudah tersaji di atas meja kecil di samping tempat tidurnya.

"Jangan matikan ponsel!"

Ayah keluar dari kamar. Tidak sampai sepuluh menit, suara laju mobilnya terdengar menjauh.

MIDDLE EASTTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang