Bulan menarik nafas lega. Setelah berjalan selama sepuluh menit dari shelter bus di bawah terik matahari pukul sembilan akhirnya dia bisa merasakan sejuknya udara bersih di lobby sebuah gedung berlantai tujuh yang nyaman dan beraroma segar. Dindingnya dicat putih dengan sofa-sofa biru tua yang membentuk kelompok-kelompok di tengah ruangan. Di setiap meja terdapat sebuah vas bunga kaca dengan tanaman air di dalamnya.
Lobby masih sepi. Hanya ada seorang petugas keamanan yang berdiri di belakang pintu masuk yang terbuat dari kaca dan seorang perempuan dengan make up tebal mengenakan blus lengan panjang warna merah menyala duduk di belakang meja resepsionis sedang sibuk menerima telpon.
Bulan berdiri di depan perempuan itu. Menunggu dengan sabar sampai dia menyelesaikan kesibukannya.
"Selamat pagi. Saya Indira. Ada yang bisa saya bantu?"
Perempuan itu berdiri. Mengajak Bulan berjabat tangan lalu menunjuk ke sebuah kursi di depan mejanya dengan gerakan yang sopan.
"Saya mau melamar kerja. Apa masih bisa, Mbak? Saya dengar disini butuh karyawan?"
"Coba saya lihat surat lamarannya dulu. ya?"
Bulan mengangguk. Mengambil berkas lamaran dari dalam tas dan meletakkannya di atas meja.
Indira membacanya sebentar lalu meletakkannya di atas meja. Tersenyum sambil mengamati Bulan beberapa saat.
"Tunggu sebentar, ya?"
Dia berdiri, berjalan melintasi ruangan menuju ke sebuah pintu kaca di bagian ujung lobby sebelah kanan dan lenyap dari pandangan. Berkas lamaran Bulan juga ikut dibawanya.
Bulan menunduk. Diam-diam mengamati penampilannya. Tidak ada kerut. Semuanya masih rapi dan bersih. Blus lengan panjang semi formal, rok span sedikit di atas lutut dengan sedikit belahan di bagian samping dan sepatu selop setinggi tujuh centimeter. Semuanya berwarna hitam.
Bulan menarik napas lega. Rambutnya yang panjang melewati bahu sudah diikat ekor kuda. Ini sangat membantunya untuk tetap rapi setelah berdesak-desakan di dalam bus. Hanya bedak tipis dan pelembab bibir warna pink muda untuk riasan wajahnya.
Lima belas menit kemudian Indira kembali ke meja resepsionis dan memberi kode pada Bulan untuk mengikutinya. Mereka melalui jalan yang sama seperti yang dilalui Indira sebelumnya. Menuju pintu di ujung lobby, melewati ruangan-ruangan kaca dan berhenti di ruangan yang paling ujung. Ruangan itu bertuliskan CEO di pintunya. Satu-satunya ruangan yang tidak tertembus oleh mata.
Indira mengetuk pintu. Bulan meremas-remas jemarinya dengan gugup.
"Silakan!"
Indira tersenyum. Membiarkan Bulan masuk kemudian menutup pintunya.
Bulan berdiri di dalam sebuah ruangan yang luas dan dingin. Hanya ada sebuah meja kayu tebal berukir berukuran besar, dua buah kursi hitam yang ditata berhadapan dengan meja berukir tadi, sebuah sofa putih berbentuk L menempel di tembok dan sebuah meja kaca kecil bergaya minimalis di depan sofa. Empat buah lukisan dengan ukuran yang sama berjajar di dinding bercat putih membentuk sebuah gambar abstrak yang saling berhubungan. Warnanya yang cerah sedikit memberi nafas pada ruangan yang serba pucat.
Di atas meja kayu terdapat sebuah laptop berwarna putih yang terbuka, sebuah pena, tumpukan map warna-warni, sebuah jam meja mungil dan sebuah iphone seri terbaru.
Seorang pria berkaca mata duduk di salah satu kursi hitam di belakang meja menghadap ke arah pintu. Mengenakan kemeja putih bergaris-garis vertikal tanpa dasi di balik jas abu-abu muda. Pria itu menyandarkan punggungnya dengan santai. Wajahnya beku tanpa senyum. Siku tangan kanannya bertumpu pada lengan kursi, mengetuk-ngetuk pelan bibirnya dengan telunjuknya. Dia mengamati Bulan dari ujung rambut sampai ujung kaki lalu berhenti di wajahnya selama beberapa detik dengan kening berkerut. Bulan membalas tatapannya dengan wajah merah padam. Telapak tangannya mulai berkeringat meskipun suhu di dalam ruangan sudah sangat dingin. Pria itu tidak mengucapkan sepatah katapun.

KAMU SEDANG MEMBACA
MIDDLE EAST
Genel KurguBulan tertegun. Gedung berlantai tujuh yang ada di hadapannya membuatnya tak bisa berkedip. Ya, Tuhan...apa saja yang sudah kulakukan? Aku bekerja disini? "Ayo, Bulan! Sebentar lagi jam delapan, Jangan sampai terlambat!" tegur ayah sambil membuka si...