UNEXPECTED

64 1 0
                                    

Selembar kertas ukuran A4 baru saja keluar dari printer. Semalaman Bulan sudah memikirkannya berulang-ulang. Ini surat pengunduran dirinya. Memandanginya saja sudah membuat dadanya terasa sakit.

Bulan meraih kertas itu. Membacanya dengan cepat, melipat, dan memasukkannya ke dalam amplop putih yang sudah disiapkannya dari rumah. Dia masih memegangi amplop itu dengan pandangan kosong lalu meletakkannya di atas meja.

Ini keputusan tersulit yang harus dilakukannya. Semakin lama berada di kantor ini akan membuatnya semakin tersiksa. Bulan mengambil napas dalam-dalam.

Pintu ruangannya mendadak terbuka. Bulan mendongak. Udin, office boy kantor, datang membawa nampan berisi lemon tea hangat pesanannya dan meletakkannya di atas meja setelah sebelumnya menyisihkan beberapa berkas yang menutupi tepian meja, tempat dia biasa meletakkan minuman pesanan Bulan.

Bulan tersenyum tulus. Ini akan menjadi hari terkhirnya. Dia tidak ingin terlihat menyedihkan.

"Makasih ya, Udin...."

"Sama-sama, Mbak. Tumben minta teh, biasanya kopi."

"Iya nih, lagi nggak enak badan."

"Oh...."

Udin permisi keluar ruangan.

Bulan kembali fokus pada niatnya semula. Melirik pintu ruangan Aska yang belum terbuka sejak tadi pagi.

Sedang apa dia di dalam? Kalau aku menyerahkan surat ini bagaimana reaksinya?

Bulan tersenyum sinis. Kenapa repot-repot memikirkan reaksinya? Dia tidak akan peduli!

Membayangkan reaksi Aska justru membuat Bulan kesal setengah mati. Diraihnya amplop warna putih yang tergeletak di atas mejanya dan bangkit dari kursi bersamaan dengan luapan emosi yang mulai membanjiri otaknya. Diketuknya pintu ruangan Aska dengan gerakan menyentak yang tak mampu dikendalikannya.

Ya Tuhan...kenapa aku harus marah? pikirnya dengan dada yang terasa sesak.

Bulan melangkah masuk. Berusaha keras untuk tidak beradu pandang dengan Aska. Berhenti tepat di depan meja dan meletakkan sepucuk surat yang sudah disiapkannya.

"Surat apa itu?" tanya Aska dengan suara menggumam.

"Ini....surat pengunduran diri," jawab Bulan dengan suara tertahan. Mengambil nafas untuk meredakan emosinya.

"Aku mengundurkan diri."

Aska tersentak.

"Apa?"

"Kau sudah mendengarnya."

"Ya, tapi kenapa?"

Bulan mendongak. Reaksi Aska membuatnya tercengang.

"Kau tidak membutuhkanku disini."

"Aku membutuhkanmu, Bulan.... Sudah, lupakan saja! Kembalilah bekerja. Kau tidak boleh keluar dari perusahaan."

"Kau tidak bisa mengikatku seperti ini! Aku tahu kau membenciku!"

"Aku tidak membencimu, Bulan...."

"Kau membenciku setelah Monika menjatuhkan dirinya waktu itu dan mengira itu karena aku! Entah apa yang dikatakannya padamu tapi sejak saat itu kau sengaja membuatku sengsara disini!"

Bulan mengatupkan bibirnya rapat-rapat. Memalingkan wajahnya dengan kesal. Emosinya tumpah. Matanya berkaca-kaca.

"Honey, aku tidak mungkin membencimu.....aku mencintaimu...." ucap Aska pelan.

Bulan tertegun.

"Aku sengaja memberimu banyak pekerjaan supaya kamu tidak keluyuran kemana-mana. Meskipun masih di dalam kantor situasinya masih berbahaya. Kita tidak tahu siapa yang sudah mengirimkan email itu padamu tapi dia ada di kantor ini. Dan dengan kenekatannya dia bisa mencelakaimu kapan saja."

MIDDLE EASTTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang