TEROR SANG MANTAN ?

79 3 0
                                        

Ya Tuhan....ini kriminal! Siapapun pengirimnya, dia sangat mengenal perusahaan ini. Dia tahu alamat emailku. Dia tahu hubunganku dengan Aska. Tapi siapa? Tidak seorangpun di kantor ini yang mengetahuinya kecuali ayah.

Bulan merinding. Tulisannya diketik kapital dan di-bold dengan warna merah.

Pikiran pertama yang melintas di kepalanya adalah Helen. Sebagai mantan pacar sekaligus mantan rekan bisnis, dia pasti dengan mudah mendapatkan alamat emailnya. Perempuan itu jelas-jelas membencinya. Mungkin menganggapnya telah merebut Aska. Ditambah dengan kejadian semalam, lengkap sudah kecurigaannya.

Dengan kepala masih dipenuhi pertanyaan, Bulan mencetak laporan dari semua departemen yang sudah diterimanya lewat email. Mengelompokkan ke dalam map dengan warna yang berbeda-beda. Lalu membawanya keluar. Di depan pintu ruang CEO dia berhenti dan mengetuk pintu seperti kebiasaannya sebelum masuk.

Aska mengalihkan perhatiannya dari laptop. Memandangi Bulan yang sedang berjalan ke mejanya sambil tersenyum. Bulan berusaha menghindari tatapannya.

"Hai," sapa Aska lembut.

Bulan tersenyum malu. Dia sudah sampai di depan meja Aska dan meletakkan map warna-warni di atasnya.

"Hai," balas Bulan.

"Duduklah sebentar."

Bulan menurut. Duduk berhadapan dengan Aska. Mata pria itu terang-terangan menguliti wajahnya yang merah seperti tomat.

"Is every thing okay?"

"Ya."

Nadanya terdengar ragu-ragu.

"Ada apa?"

Bulan masih bimbang, sebelum akhirnya menyerah.

"Seseorang mengancamku lewat email pagi ini."

Aska terkejut. Menatap Bulan dengan tajam.

"Kenapa baru bilang? Apa isinya?"

Bulan mengerjap berulang-ulang. Reaksi Aska membuatnya gugup.

"Dia menyuruhku menjauhimu. Kalau aku tidak menurutinya dia akan melakukan sesuatu padaku."

"Apa?"

Bulan tidak berani menatapnya.

Aska berdiri, melangkah dengan cepat keluar dari ruangannya dan masuk ke ruang sekretaris. Bulan mengikutinya. Berdiri di sampingnya sementara Aska duduk di depan komputer. Membaca email ancaman itu dengan kening berkerut.

"Dia tidak akan bisa berbuat macam-macam padamu," gumam Aska.

Tangan kanannya meraih jemari tangan kiri Bulan dan menggenggamnya.

Bulan mengangguk ragu-ragu sambil berharap tidak ada yang melihat Aska menggenggam tangannya. Bagaimanapun juga, dia belum siap memikirkan reaksi dari staf lainnya di kantor ini.

Aska berdiri. Menatapnya sambil tersenyum lembut.

"Kau tidak usah takut. Aku akan mengurusnya. Ikut aku. Kita belum selesai."

Tatapannya yang intens membuat wajah Bulan memerah.

"Apa lagi?"

"Apa perlu kujelaskan?"

"Aku nggak enak sama yang lain...."

Aska menarik paksa pergelangan tangannya, membuat Bulan mau tak mau mengikuti langkahnya.

"Kamu pacar sekaligus sekretarisku. Memangnya kenapa kalau kamu di ruanganku?" gumam Aska tak peduli.

Mereka sudah kembali berada di ruang CEO. Aska segera mengunci pintunya, memeluk pinggang Bulan hingga gadis itu merapat padanya dan mencium wajahnya dengan gemas.

MIDDLE EASTTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang