"She's your mom."
No, no, no! Kenapa kau bawa aku padanya, Aska?
"Honey, are you okay?"
"Aku mau pulang," bisik Bulan.
"Bisakah kita pulang sekarang?"
Wajahnya menatap Aska dengan memelas. Aska mengangguk. Tersenyum pada Natasha yang masih diam dengan mata berkaca-kaca.
"Maaf, kami harus pulang."
Natasha mengangguk. Membiarkan Aska membimbing Bulan menjauh dari tempat itu.
"Jangan bawa aku padanya lagi," bisik Bulan sambil menyandarkan kepalanya di bahu Aska.
Lift yang membawa mereka turun dari lantai delapan ke lantai dasar sebuah hotel berbintang lima di tengah kota itu kebetulan sedang sepi. Hanya ada mereka berdua. Kebanyakan tamu lain masih mengkuti acara lelang dan makan malam.
Acara itu bertujuan untuk menggalang dana bagi anak-anak penderita kanker dari keluarga yang tidak mampu. Sebuah yayasan yang selama ini memberi bantuan untuk penyembuhan anak-anak itu mengundang Aska sebagai salah satu penyandang dananya.
"Aku hanya ingin kamu lebih mengenal ibumu," Aska balas berbisik.
Bulan menggeleng-gelengkan kepalanya. Dia tidak pernah mengira akan bertemu dengan orang yang sudah tega meninggalkannya dan ayah hanya demi karir.
"Kasihan Om Winata....dia butuh pendamping."
"Ada aku. "
"Jadi kamu selamanya akan bersama Om Winata dan tidak menikah?"
Bulan mengerutkan keningnya.
"Maksudmu apa, sih?"
"Honey...kalau kita menikah, Om Winata sama siapa?"
Bulan langsung menegakkan tubuhnya. Menatap Aska tak berkedip.
"Jangan melihatku seperti itu,"gerutu Aska. Bersusah payah untuk tidak tersenyum. Tapi dia gagal.
Bulan menaikkan alis matanya. Kalau kita menikah? Menikah?
"Bulan, kamu sudah mendengarnya tadi."
"Apa kita akan menikah?"
"Tentu saja."
"Kapan?"
"Secepatnya."
"Hah?"
Aska menarik tangan Bulan keluar dari lift.
"Apa itu tidak terburu-buru?" tanya Bulan sambil berjalan di samping Aska.
"Banyak perempuan ingin menikah denganku dan kau justru mengatakan aku terburu-buru setelah aku melamarmu?"
"Itu bukan lamaran!"
"Yes, it is!"
"Lamaran yang aneh."
"Aku tidak terbiasa bicara seperti ini. Seharusnya kau sudah mengerti maksudku."
Bulan menahan senyumnya. Jantungnya meloncat-loncat kegirangan.
"Kau memberiku kejutan hari ini."
"Kau senang?"
"Kecuali satu. Yang lainnya kau berhasil."
"She's your mom. Jangan berlebihan menghakiminya."
"Aku berlebihan? Lalu dia apa?"
Bulan mengatur nafasnya yang mulai memburu. Mengingat kembali wajah cantik perempuan yang ditemuinya beberapa saat yang lalu.
Andai saja dia tidak menyadari wajah itulah yang tiap pagi diihatnya di dalam cermin. Rambut coklat gelap dan mata kelabu. Itu dia. Dan perempuan itu juga memilikinya. Bahkan ketika dia sudah tidak ingat sama sekali bagaimana raut wajahnya, tidak terlalu sulit untuk menyimpulkan pertalian darah diantara mereka.
KAMU SEDANG MEMBACA
MIDDLE EAST
Fiksi UmumBulan tertegun. Gedung berlantai tujuh yang ada di hadapannya membuatnya tak bisa berkedip. Ya, Tuhan...apa saja yang sudah kulakukan? Aku bekerja disini? "Ayo, Bulan! Sebentar lagi jam delapan, Jangan sampai terlambat!" tegur ayah sambil membuka si...