08

101 9 0
                                    

"Apa yang menyebabkan dia... gak ada didunia ini?"

"Dia meninggal karena penyakit yang udah diderita sejak umur 5 tahun." Jawab Erthan sedikit lesu.

Erthan menghela nafas "Awalnya, dia minta gue untuk bisa berbaur sama orang lebih dalam lagi. Dan.. gue berusaha buat ngabulin permintaan dia dan sekarang.. gue bisa berteman dengan lo, Fifi dan yang lainnya."

"Lo begitu demi temen lama lo? Sungguh keren. Lo masih bersyukur bisa ketemu temen yang bener-bener temen dan bisa menyarankan lo seperti itu."

Erthan menatap Bell dengan bingung "Lo dulu..?"

"Gue sama kayak lo. Gue juga punya temen yang bener-bener temen waktu kecil. Dia cowok. Dulu gue sama dia selalu bareng-bareng. Tapi ada suatu ketika gue ilang dari hadapannya dan gue denger info dari temennya kalo dia itu nyariin gue. Dan.. pas gue nyari dia, dia udah pindah ke Kanada dan.. gue langsung gak percaya dengan semua itu. Berasa dunia udah gak seasik dulu."

Bella memejamkan sambil menghirup udara sore hari.

"Dan saat itu lo gak punya temen?"

Bella perlahan membuka matanya lalu menoleh ke Erthan "Awalnya gue gak punya keinginan buat kenal sama orang. Tapi guru gue mengajarkan seseorang tidak akan bisa hidup bila ia tidak mempunyai teman. Dan saat itu juga, gue berusaha buat terbuka dengan orang, senyum saat orang lain natap gue, berusaha hormat sama yang lebih tua dan sekarang.. gue dikenal meskipun cuma dikalangan komplek kita Than." ucapnya lalu menatap matahari yang mulai terbenam.

Erthan mengikuti pandangannya "Ternyata lo gak beda jauh sama gue. Mungkin dia udah ada yang gantiin posisinya sebagai teman gue." ucapnya tanpa menoleh ke teman sebelahnya. Bella yang mendengar itu juga tidak menoleh kearahnya. Namun Bella melihat senyuman lebar di belahan wajahnya.

"Lihat matahari terbenam itu Bell. Indah ya? Mungkin kalo orang-orang bakalan foto-foto di sunset ini. Sumpah, gue belom pernah ngeliat sunset ini di sini ataupun di luar. Rasanya susah banget gue ketemu sama sunset ini."

Bella mencubit pipinya dengan tangan kanan "Menurut lo saat-saat paling bahagia itu seperti apa sih?"

----------

Dirumah, Fifi sedang membuka laptopnya. bukan laptopnya yang sebenarnya, tapi itu laptop Bella yang sengaja ia buka untuk melihat blog seninya yang sengaja ia pasang di dunia maya agar karyanya bisa dilihat oleh orang-orang. Kemudian ia tersenyum sendiri melihat wallpaper laptop Bella.

"Lucu banget sih! Tapi ini siapa?"

Fifi mendekatkan wajahnya ke depan laptop, lalu ia menggelengka kepalanya sambil mengucek-ngucek matanya.

"Eits.. jangan deket-deket. Entar minus." ucapnya yang masih berusaha melihat seseorang yang berada disebelah Bella.

Namun, takdir tidak berpihak kepada Fifi. Pintu kamar tiba-tiba terbuka yang membuat Fifi kaget dan segera memeluk laptop Bella.

"Haduhh.. capek gue."

Fifi yang masih memasangkan wajah kagetnya itu cepat-cepat menurunkan laptop dari pelukannya.

Dia. Orang yang baru saja membuat Fifi kaget kalo bukan Bella siapa lagi? Bella menatap Fifi bingung.

"Lo kenapa? Eh.. laptop gue." ucapnya langsung mengambil laptopnya dari Fifi. Fifi hanya tertawa cengir sambil garuk-garuk kepala.

"Gue pinjem Bell. Mau liat blog gue siapa aja yang liat gitu.. eh iya, yang di wallpaper itu siapa deh?"

Bella melihat wallpaper laptopnya, kemudian menoleh ke arah Fifi.

My Life WonderfulTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang