05

120 15 0
                                    

Kini mereka berjalan di koridor kampus. Hanya berdua. Mungkin banyak yang bilang mereka tidak mempunyai teman yang lain atau kenalan yang lain di kampus ini. Yap!! Benar sekali.. itu semua berawal dari rengekkan Bella yang selalu menghalangi Fifi buat ketemu sama temen-temennya. Itu si DULU! Tapi sekarang, Bella sedang berusaha buat terbuka dengan semua orang. Tapi giliran ia mencoba terbuka, malah sebaliknya gak ada yang ngedeketin dia sampe saat ini. Sedih.

"Pesen apa lu?" tanya Fifi.

"Jus Mangga aja. Jangan pake gula karena gue udah manis.." ucapnya dengan senyuman lebar khasnya. Fifi yang melihatnya tampak jijik dan merinding. Lalu ia berjalan ke dalam kantin

Beberapa menit setelah perginya Fifi, ia menaruh kepalanya di atas lekukan kedua tangannya. Terlintas dipikirannya wajah seseorang yang dulu selalu bersamanya. Huft..

"Mukanya ada. Orangnya mana?" Bella menghela nafas pasrah. Lalu Fifi berjalan menghampirinya dengan membawa dua gelas jus mangga yang ada di tangannya. Dan memberikan ke Bella dan duduk dihadapannya.

"Lo kenapa deh? Ceria kali."

Bella melihat Fifi. "Enak lu ngomong." Bella meneguk minumannya "Oh iya entar lo ada kelas gak?"

Fifi menggeleng "Gak tau. Abis ini gue mau ke loker dulu mau ngecek jadwal plus buku-buku. Takut ada yang ilang."

Bella mengangguk mengerti. Lalu ia tuntaskan minumannya dengan cepat.

"Lo kenapa si? Daritadi cemberut aja. Eh.. perasaan tadi lo seneng, terus kenapa sekarang ditekuk kek gitu muka lu? Kenapa si? Cerita kek."

Bella menggeleng tanpa kata. Lalu, ia bangkit dari bangkunya dan merapihkan posisi tasnya.

"Lo mau kemana Bell?" Tanya Fifi.

"Katanya mau ke loker? Yuk gue anterin."

Bella berjalan lebih dulu dari Fifi. Di belakang Fifi hanya mengangkat kedua pundaknya dengan bingung.

----------

"Fi menurut lo temen itu apa sih?"

Fifi menyerkitkan dahinya dnegan berkata maksudnya-apa?

"Ya.. gue sih cuman pengen tau aja gitu pendapat lo."

"Menurut gue temen itu otomatis. Yang ada disaat kita diatas, dan menghilang disaat kita butuh. Emang kenapa?"

"Berarti kita bukan temen dong?" Bella masih belum mengerti dengan ucapan Fifi. Namun, dengan mata tertutup Fifi menggeleng tanda bukan.

"Kita temen. Temen yang lebih dari temen tapi bukan sahabat. Dan gue rasa kita ada di tengah-tengahnya. Lo tau lah.."

Bella tampak berfikir setelah mendengar ucapan Fifi. "Bukan. Maksud gue gak kayak gitu ya. Maksudnya itu kita ini temen yang lebih dari temen Tapi belum jadi sahabat." Perjelas Fifi

Bella menatap Fifi bingung. "Elah.. otak lo lagi konslet kali ya? Gitu aja gak nyambung." ucap Fifi

"Bukan. Gue cuma gak yakin aja gitu sama perkataan lo yang seakan-akan istilah temen itu salah gitu."

Fifi berdecik. "Bukan begitu Bella... lo tau lah jaman sekarang itu kayak gimana. Temen jaman sekarang itu kek ai Bell.. gue sering banget ngalamin kayak gitu. Sampe kesel gue." Ucapnya.

"Terus kalo lo sering ngalamin kayak gitu, kenapa lo mau temenan ama gue yang jelas-jelas dulu itu gue gak mau deket atau temenan sama orang lain?"

"Gue punya perkiraan kali Bell. IQ gue emang gak jauh-jauh di atas rata-rata. Tapi kalo soal kayak gini, gue selalu merhatiin orang-orang disekitar gue. Dan pada saat itu juga gue liat lo sendirian kek jomblo akut yang kagak punya temen sama sekali. Mangkanya gue deketin lo."

"Deketin gue cuma karena gue jomblo akut yang belom jelas gak punya temen sama sekali? Jahat."

"Ih bukan kayak gitu Bell. Udah ah ngapain juga sih bahas hal kayak gitu. Gue lagi males berantem nih.."

Bella melangkah lebih cepat dari langkahan Fifi. Lalu ia membetulkan posisi tasnya.

"Gue tadi cuma ngetes perkiraan diotak gue doang kok. Ternyata bener, kalo lo bakalan ngelakuin apa aja yang udah ada di otak gue."

----------

Jam sudah menunjukkan pukul 15.00. Kali ini adalah jadwalnya Erthan tidak sibuk dengan tugas-tugasnya. Kini, ia sedang duduk di bangku penonton lapangan basket yang ada di kampusnya. Dan sudah lama ia duduk hingga terlihat para pemain basket kelelahan dan beristirahat. Erthan melihat mereka semua datar, tanpa ekspresi apapun dan menatap kedepan dengan tatapan kosong.

"Than, gue punya pertanyaan buat lo." Tanya Arthan menghampirinya. Erthan belum sadar dengan perkataan Abangnya itu. Lalu Arthan tampar pipi Erthan dan akhirnya Erthan sadar lalu memarahi Arthan.

"Lagian bengong."

"Anjirr.. sakit kali. Lo kira ini baja? Ini pipi broww.."

"Kalo baja tangan gue udah sakit kali. Oh iya, lo sekarang kenapa jadi sering murung kek gitu sih? Ada masalah?"

Erthan terdiam. Lalu ia menghela nafasnya "Gak tau. Akhir-akhir ini mood gue berantakan banget."

"Kenapa?" Tanya Arthan sambil meneguk pocari.

Sontak Erthan menggeleng cepat yang membuat Arthan semakin bingung. "Dua hari ini gue mimpiin Chelsea."

Arthan langsung mengubah mimik wajahnya dengan wajah Serius lu?

Erthan mengangguk. "Iya. Terus gue kayak diteror gitu sama dia."

"Jadi itu yang bikin akhir-akhir ini mood lo berantakan? Pantes."

"Pantes?"

Arthan mengangguk meyakinkan Erthan "Iyalah. Lo masih suka sama dia? Sadar kali dia udah enggak didunia ini."

"Gue tau. Tapi--"

"Tapi apa? Lo masih ngerasa bersalah gitu sama dia? Than udah kali. Ini udah 5 tahun lupain aja."

Erthan langsung menggerang kesal dengan perkataan terakhir dari Arthan. Lalu ia beranjak dari tempat duduknya.

"Terus gue harus gimana?"

Arthan menatapnya berfikir, lalu ia memetik jarinya menandakan ia mendapat jawabannya.

"Lo harus lupain dia. Dengan cara Move On Than."

Erthan mengerucutkan keningnya. Setelah itu ia menggeleng cepat "Dari tadi usaha gue juga kayak gitu. Gak ada usul lain? "

Arthan mengetuk dagunya dengan jari telunjuknya berfikir. Lalu Arthan melihat Erthan yang berhasil membuatnya risih terhadap tatapan itu.

"Jangan natap gue doang kali."

"Elah.. pede banget lo. Nih, gue kasih tau mending lo deketin deh para cewek di kampus ini. Lo kan sedikit tenar dengan kegantengan lo yaa meskipun masih gantengan gue."

Erthan mendercik. Mencoba mencerna perkataan Arthan dengan terdiam dengan padangan kosong.

"Emang lo gak deket gitu sma cewek-cewek di kampus segede gaban ini? Pasti ada lah lo mah."

"Iya. Gue emang gak begitu deket sama cewek-cewek disini. Lagi pula buat apa juga gue deket-deketin mereka yang udah jelas senior gue semua. Malu ah."

Arthan memetik jarinya tanda ia mendapatkan sebuah ide. "Than, lo kenal Bella kan? dia kuliah disini juga tau, mending lo deketin dia. Tapi kalo dia nanyain kenapa lo deket - deket dia, lo bilang aja yang sebenernya dan dengan jujur. gue yakin deh dia pasti ngertiin lo."

Erthan berdiri tegap "Ide bagus!"

--------

Bukan niat modus kakak!! Ampun.. sebenarnya di part ini gue udah buat seminggu yang lalu. Dan akhirnya ilang-_-

Yahh maapkan bagi yang sudah menunggu cerita ini (pede banget) yowes lahh..

Thanks ya yg udah baca cerita ini!! Kritik dan saran diterima kok disini!

Happy reading guys!!

20/03/15

My Life WonderfulTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang