10

93 11 0
                                    

Ish. Bikin masalah mulu si!

Fifi langsung mendekati mereka yang sedang pukul-pukulan.

"Stop!" Teriak Fifi sambil menjauhkan orang itu darinya.

"Alex! Lo bisa gak sih sehari aja gak buat keributan di kampus ini? Hah? Mau jadi apa lo kalo kayak gini?" Tanya Fifi dengan nada yang sangat marah dan teriak. Semua yang ada dikantin, menghentikan makanannya dan melihat aksi Fifi dengan si Alex itu.

Alex melihatnya "Lo mau ngapain si disini? Udah lah mending lo kemana kek. Gausah ikut campur urusan gua,"

Fifi mendorong Alex ke belakang. "Sekarang ini jam kampus, lo itu harusnya masuk kelas! Bukan malah bikin anak orang jadi kayak gini!"

"Eh, asal lo tau ya! Hidup gue itu gue yang ngatur. Hidup lo itu lo yang ngatur. Gak usah sok bijak dan sok gatur deh dengan kehidupan gue!" Jawab Alex dengan tak kalah kencangnya.

Tontonan semakin memanas karena adu mulut antara Alex dengan Fifi.

Fifi melihat orang yang dipukuli Alex itu dan langsung menghampirinya.

"Lo gak apa-apa kan? Lex! perbuatan lo itu keterlaluan tau gak?!!" Fifi kembali berdiri di hadapan Alex.

Cih. Alex dan kawan-kawan yang berjumlah dua orang itu pergi dari kantin dan berjalan entah kemana tujuannya.

"Lo gak apa kan? Gue anter ke ruang kesehatan ya?" Fifi membantunya untuk berdiri. Fifi harus membantunya berjalan hinggan ruang kesehatan berada di hadapannya. Tampaknya kaki dari orang itu sedikit luka akibat perbuatan Alex itu.

Sampai di ruang kesehatan, Fifi membantunya untuk tiduran di kasur yang terdapat didalam ruangan itu.

"lo tunggu sini oke? Gue ambil kotak P3K dulu." Fifi mencari kotak P3K di dalam lemari dan langsung mengobatinya.

Perbannya dikit amat. Tapi.. gak apa-apa deh.

Fifi dengan pelan mengobati setiap luka yang ada di sekujur badannya itu. Fifi merasa kasihan melihatnya di gebuki oleh tiga orang sekaligus.

"Lo kenapa sih? Bisa berurusan sama si Alex itu? Kan lo tau dia itu preman di kampus ini,"

Orang itu masih diam. Suasana hening pun dimulai. Dari keduanya tidak ada yang mengundang obrolan sama sekali.

Fifi mengangkat wajahnya "Em.. kalo boleh tau, nama lo siapa?" Tanya Fifi sambil mencari obrolan diantara mereka berdua.

"Ferdi."

"Em.. Fe-Ferdi ya? Jurusan apa?"

Ke-kenapa jadi gue yang gugup begini?

Ferdi menatapnya "Seni."

What?? Dia satu jurusan dengan gue?

Fifi menelan ludahnya "Semester berapa?"

"7."

What?? Sama juga!

"Hm.. oke-oke. Sekarang luka lo udah gue obatin. Sorry ya kalo gue gak begitu rapih ngobatinnya, gue bukan dokter soalnya,"

Ferdi melihat lukanya itu, "Thanks ya udah nyelamatin gue dari Alex. Dan.. ini berkat lo tangan gue jadi gak apa-apa."

Fifi mengangguk sambil tersenyum.

------------------

Fifi dan Ferdi berjalan berdua di sepanjang koridor kampus. Suasana sekarang tidak se-sepi tadi. Para mahasiswa mungkin sudah selesai dengan jam kelasnya masing - masing. Mereka duduk di kursi panjang yang sudah disediakan oleh pihak kampus yang tertera di setiap jalanan.

"Masih sakit?"

Ferdi mengangguk. "Sorry ya, gara-gara gue lo jadi disini."

Fifi menggeleng "Enggak lah. Justru gue yang merasa bersalah sama lo. Lo jadi babak belur begini gara-gara si Alex gentong itu. Ih! Emang nyebelin banget tuh anak,"

Ferdi diam sambil menunduk.

"lo ada urusan apa sih sama dia?" Tanya Fifi.

"Gu-gue dulu.."

"FIFIIII!!!!!!!!" teriak seseorang di sebelah barat.

Fifi langsung membulatkan matanya kaget mendengarnya yang teriak di koridor ini.

Ish. Kalo teriak.

"Ada apaan? Teriak-teriak." Tanya Fifi dengan santai.

"Lho? Ferdi? Kok lo ada disini?" Tanya Bella dengan menunjuk kearah Ferdi.

Erthan menurunkan jari telunjuk Bella. Orang yang jarinya diturunin pun menoleh kearahnya.

"Gak boleh nunjuk orang apalagi pake jari telunjuk. Dosa,"

Bella mengangguk. "Oke. Oh iya, kok lu berdua bisa ada disini?" Tanya Bella.

"Tadi ada sedikit keributan dikantin dan dia jadi tersangkanya gitu." Jawab Fifi dengan santai.

"Boong. Coba cerita Fer,"

"Yaudah kalo gak percaya," balas Fifi dengan cuek.

"I..ini karena Alex," jawab Ferdi singkat, padat, dan takut.

Erthan berjalan ke sebelah Ferdi lalu menepuk pundaknya.

Wajah Erthan mendekati salah satu telinga Ferdi. "Jangan takut Fer, mereka bisa dipercaya kok."

Ferdi menoleh ke Erthan lesu, lalu ia melihat dua perepuan yang ada di sebelahnya itu.

"Oke. Jadi gini..."

Ferdi menceritakan semuanya yang ia alami tadi. Bella, Fifi, dan Erthan mengangguk mengerti dengan segala penjelasan Ferdi.

Tiba - tiba Fifi marah-marah sendiri tanpa diketahui ketiga temannya itu. Sampai-sampai Bella menaruh telapak tangannya di keningnya.

"Ish! Apaan si lu Bel?" Tanya Fifi dengan nada kesal.

"Ye.. lagian lu ngapain si ngomel-ngomel gak jelas. Mau di jadiin trending topic di mading kalo salah satu anak universitas Harbang ada yang gila kayak lo?"

Fifi memanyunkan bibirnya "Ya.. gua juga kebawa emosi sama ceritanya si Ferdi." Ish. Keterlaluan!

"Udah - udah. Nanti lagi ngomonginnya, kantin yuk laper.." ucap Bella sambil memegangi perutnya.

"Yup! Gue setuju!" Sambung Erthan dnegan penuh keceriaan.

Fifi menoleh ke Ferdi sebentar, lalu ia menatap Bella. "Sorry, kali ini gue gak bareng kalian. Gue mau bantuin Ferdi dulu sampe dia bener-bener sembuh."

Bella tersenyum "Yaudah. Lu jagain anak orang, oh iya lu entar pulang mau bareng atau enggak?"

"Bareng lah.. kalo enggak sama lu gue sama siapa?"

"Em.. kirain gitu lu mau sama dia dulu terus entar pas pulang lu juga bareng sama dia. Yaudah gue sama Erthan ke kantin dulu oke?"

Fifi mengangguk. Kemudian, mereka-- Erthan dan Bella berjalan menuju kantin. Sementara Fifi dan Ferdi diam tanpa bicara satu sama lain. Keheningan mulai melanda hati keduanya. Sesekali Fifi punya ide untuk memulai percakapan, selalu saja ia melihat wajah Ferdi yang seperti itu merasa semakin bersalah akibat perbuatannya Alex.

Fifi memainkan lantai dengan pukulan kakinya yang pelan.

"Em.. l-lo ada hubungan apa sama Alex?" Tanya Ferdi.

Dengan reflex, Fifi membulatkan matanya sambil menoleh kearahnya.

"Enggak k-kok.. ah sepertinya sudah gak bisa di tutupin lagi."

"Maksudnya?"

"Ya.. lo tau lah, kenapa tadi gue marah banget sama dia.. dia.. dia.."

Ferdi menaikkan alisnya tanda apaan sih?

Fifi menggingit bibirnya "Dia.. saudara satu-satunya yang gue punya,"

--------------------

~TBC~

My Life WonderfulTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang