[2] Arrogant Boy

20.7K 1K 22
                                    


Selama pertemuan yang berlansung hampir 2 jam, Audisa tak henti-hentinya menggigiti bibir dan juga menyenggol kaki Jeni untuk menghilangkan rasa gugup yang terlalu amat dalam selama meeting berlangsung. Untung saja tidak ada yang menyadari perubahan sifat anehnya yang tak biasa itu. Kecuali yaa Jeni, asistennya.

"Itu Jevin? Yang dulu temen main aku itu? Yang bocil? Masa iyasih?" batin Disa yang sekarang malah termangu sendiri dengan pikirannya. Bahkan ia lebih memilih fokus memandangi mahluk seksoy di hadapannya itu ketimbang fokus mendengarkan penjelasan-penjelasan dari Jeni maupun orang-orang di sekitarnya

"Kok beda bangetttt siehh?? Dulu itu kan dia pendek, ingusan, cengeng, cupu-cupu tak menentu. But now? Aku tercengang bahkan ingin meneteskan air liur! Bagaimana dia bisa se 'perfect' itu dalam jangka waktu 10 tahun? Badan yang tinggi menjulang saat berhadapan denganku tadi, tubuh tegap yang sangat cocok dengan setelan pakaian yang ia gunakan, terlebih tatanan rambut yang rapi banget apalagi wanginyaaa.. Ah klepek-klepek nih akunya!" batin Audisa lagi dengan mata yang penuh khayal dan juga fantasi

"Tatapan tajam matanya ituloh bikin deg-deg serrr juga, ditambah lehernya yang menggiurkan para kaum hawa seperti diriku. Seakan-akan memanggilku untuk memberi tanda merah di sana dan sini. Aku yakin 100%, si Jeni yang setengah itu juga pasti bakal tergoda sih kalo modelan kayak gini. Hahahaha! Bibi-"

"Jadi bagaimana dengan pendapat Bu Audisa?" sentak seseorang yang langsung membuat Disa kaget bukan kepalang. Bahkan sangking kagetnya dia, hampir saja gadis itu terjatuh dari kursi tempatnya duduk bila saja Jeni tadi tidak sigap untuk memegangi kursinya.

"Pendapat? Ohhh pendapat... Kok pendapat? " Disa loading dan menimbulkan gelak tawa dari orang-orang sekitar, yaa kecuali Jeni dan si Dia. Pria setengah itu pun menatap bossnya dalam, seakan-akan ingin memaki Disa sekarang juga di hadapan semua orang

"Apa yang ada dipikiran mu saat ini sih Mbak? Kita bisa dianggap tidak profesional tahu!" begitulah kira-kira arti tatapan Jeni tadi pada Disa, namun yang ditatap sembari dipelototin malah cengengesan tak jelas

"Tidak masalah Bu Audisa, nanti tinggal Jeni saja yang menjelaskan pada Ibu"

"Jadi, apa bisa kita lanjutkan?" sambung pria tua tadi, dan tiba-tiba saja terdengar suara gebrakan meja dan yang bersumber dari Jevin

"Saya rasa meeting kali ini disudahi saja, membuang-buang waktu juga bila Ibu Audisa sendiri sedang tidak bisa fokus. Saya permisi." dengan langkah panjangnya, lelaki itu pergi begitu saja meninggalkan sekelompok orang yang dari tadi bersamanya.

Bagaimana dengan Audisa? Gadis itu hanya memandang kepergian Jevin dengan mulut terbuka lebar dan pandangan kosong.

***

"Brengsek tuh orang!" maki Audisa begitu ia sudah terduduk di dalam mobil, diikuti dengan Jeni yang berada disebelahnya.

"Mbak sih tadi engga fokus, jadi marah deh Pak Jevin" balas Jeni sembari menghidupkan mesin mobil lalu melaju pergi meninggalkan area parkir.

"Lha kok kamu malah belain dia sih Jen? Saya itu tadi lagi mikir, makanya ndak bisa fokus tauu!!! Lagian yaa lebay banget ah dia, bikin maluu saya aja!" Sungut Disa lalu meremas-remas tangannya kuat, tanda bahwa ia telah berada pada puncak kekesalan maksimal.

"Ya ampyun Mbak, aku bukan maksud belain si Mas guanteng itu loh. Cuman kan semua tahu yang salah itu Mbak. Nanti deh aku yang minta maaf mewakili Mbak..." Jeni berusaha juga tuk menenangkan dan menetralkan emosi bossnya itu, kalau tidak ia juga yang akan jadi korban nantinya.

"Betewe baswey, emang Mbak lagi mikirin apaan sih? Kayaknya penting banget sampai gak fokus gitu. Tumben loh ini Mbak.." Tanya Jeni dengan bahasa kemayunya. Ntahlah, Jeni seperti mempunyai 2 keperibadian dalam dirinya sekarang. Terkadang ia bisa sangat gentlemen melebihi cowok macho, dan terkadang sangat kemayu melebihi cewek-cewek feminim di luar sana.

My Arrogant Young BoyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang