[12] Pengakuan, Buka Hati?

3.1K 221 37
                                    

Malam itu terasa sepi nan sunyi untuk lelaki malang bernama Jevin. Pandangannya kosong ke depan, menatap taman di belakang rumahnya yang dihiasi lampu-lampu taman.
Kemeja putih yang telah dipakainya seharian pun tak kunjung ia ganti. Memilih untuk sibuk memikirkan seseorang yang mungkin saja sudah bahagia dan tak memikirkan dirinya lagi.

"Kenapa sih segininya aku mengejar Audisa? Aku tampan dan kaya, seharusnya bisa mendapatkan yang lebih.." gumam Jevin sembari merilekskan badannya pada kursi taman, mengadahkan kepala untuk menghadap langit yang dihiasi bintang-bintang

"Tapi Kak Disa tuh beda. Gemes banget sama gadis yang berani nolak mentah-mentah" lagi, Jevin asyik bermonolog sembari tersenyum getir. Membayangkan bagaimana wajah kesal Disa yang sangat ia sukai. Apalagi ketika melihat gadis itu ngamuk, hasrat ingin memiliki seutuhnya pun semakin menggebu-gebu di dalam dada

"Udah gila lo Jev. Hahaha" mengacak rambutnya kesal, Jevin pun bangkit dari posisi duduknya untuk masuk ke dalam rumah dengan tawa menggelegar. Senyum-senyum seperti orang sinting pun ia lakukan, yang apabila ada orang melihatnya, akan berpikiran fix nih orang pasti udah gila

"Sampai mampus bakalan gue kejar lo Kak, semangat! Muehehehehe"

***

Seusai bercengkrama dengan Jeni dan Ibunya, Audisa merasa perutnya ingin diisi lagi. Jam sudah menunjukkan pukul setengah sebelas malam dan ia pengen makan mie instant sekarang. Setelah berdiskusi ringan dengan Jeni dan Romlah, akhirnya fix mereka bertiga akan makan indomie. Dengan tugas Bu Romlah yang memasak, Disa dan Jeni yang akan pergi ke warung.

"Jamal, sekalian beli saos sama telor!" pinta Bu Romlah yang bergegas ke arah dapur, meninggalkan Jeni di depan TV sendirian karena Disa sedang berganti baju di kamar

"Apalagi yang dibeli Mak? Gamau kalo nanti ada yang ketinggalan-ketinggalan ya" sahut Jeni mengambil dompet Emaknya di atas lemari dan mulai meneliti isi di dalamnya, lembaran warna apa yang akan ia selamatkan.

"Oiya, sirup"

"Oke"

Lelaki setengah itu pun memakai jaket dan mengantongi duit yang diambilnya tadi sembari menunggu Audisa untuk keluar dari kamar

Krek

"Wadaw, ada Mahmud nih!" celetuk Jeni begitu melihat Audisa yang keluar dari kamar memakai daster berwarna hijau tua pemberian Romlah tadi

"Mahmud?" tanya Disa bingung, lalu mengambil jepitan rambut yang nemplok asal di tirai depan pintu. Lalu menyanggul rambutnya agar ia tak kepanasan

"Mahmud alias Mamah muda Mbak. Masa gitu aja gatau sih? Amsyong deh!"

"Ya aku kan ndak update kayak kamu. Mana aku tau bahasa banci" balas Disa sekenanya lalu meninggalkan Jeni, membuat lelaki itu pun terdiam sejenak

"Auk ah serah...serah...."

***

Disa menggandeng lengan Jeni sepanjang perjalanan mereka pulang. Pasalnya saat di warung tadi, beberapa Bapak-bapak yang nongkrong di sana malah menggodanya hingga ia bergidik ngeri dan makin erat memeluk lengan Jeni.

"Mbak udah jauh dari warungnya loh, gausah takut lagi. Hahahaha" kata Jeni yang peka kalau sampai saat ini Audisa masih dirundung rasa takut dan geli

"Nyesel ikutan, sumpah!" seru Audisa kesal

"Yah namanya Bapak-bapak Mbak, gak bisa liat cewek cantik nganggur ya langsung digangguin. Udah biasa disini mah"

"Ya tapi kan ndak seharusnya mereka gitu. Ndak inget apa ada Istri atau anak di rumah? Kamu jangan ikutan gitu loh Jen!" ujar Disa memberi peringatan yang membuat langkahnya langsung terhenti karena baru teringat sesuatu

My Arrogant Young BoyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang