Karine menganga saat melangkah masuk ke pesawat pribadi milik Adrick. Nuansa putih mendominasi ruangan itu. Terdapat dua sofa panjang berbentuk L yang saling berhadapan dan satu sofa nyaman privasi. Itu pasti tempat Adrick biasa mendudukkan dirinya. Diantara sofa itu terdapat meja bulat kecil dengan kaca mengkilap.
Ia tidak sadar dan terus masuk ke penjuru pesawat. Meninggalkan Adrick yang sudah duduk di sofa privasinya itu. Langkah kaki Karine terhenti saat ia melihat ruangan yang berwarna putih juga. Tetapi ada meja kayu jati berwarna coklat untuk makan. Ada empat sofa nyaman mengelilingi meja coklat indah tersebut. Di samping meja ada tiga jendela pesawat kecil yang akan menampakkan keadaan awan awan saat terbang nanti.
Senyuman terbentuk di bibirnya. Seumur hidup ia tidak pernah berharap dapat menginjakkan kakinya di sini. Menjadi sekretaris Adrick benar benar menjungkirbalikkan hidupnya.
"Puas melihat-lihat?" Suara berat Adrick menyapa. Karine memutar badannya. Menatap Adrick dengan enggan. "Maaf atas ketidaksopananku" Ujar Karine tidak enak. Dia benar benar lepas kendali saat melihat pesawat indah ini.
"Tidak apa. Jadwal pertemuan kita dengan Reyhan kapan ya?" Karine menatapnya sebentar. Pikirannya tiba tiba kosong begitu saja karena tidak menyangka Adrick bertanya hal itu. Lalu saat sadar ia tergepoh-gepoh mengambil jadwal di tas tangannya.
"Lusa, Son. Di Berners Tavern" Adrick mengangguk. Penerbangan ini memang dilakukan untuk bertemu dengan Reyhan, direktur muda dari Perusahaan Desain yang sangat terkenal di London. Tadinya Karine mengira hanya Adrick yang akan ada di pesawat ini. Ia tidak akan ikut. Tapi ternyata ekspetasinya berbeda dengan kenyataan.
Rencananya Adrick dan Reyhan akan bekerjasama membuat Fashion Show dengan tema Winter in London yang akan diadakan di Indonesia.
Mengingat hal ini membuatnya sedih lagi. Ia benar-benar ingin menuangkan idenya pada acara ini. Tetapi posisinya sekretaris sangat tidak memungkinkan.
"Kau bisa istirahat dulu. Penerbangan kita akan memakan waktu 15 jam" Karine mengernyitkan dahinya. Secepat itu? Tadi pagi ia sempat searching di internet, katanya penerbangan Jakarta-London akan memakan waktu 24 jam. Mungkin karena pesawat pribadi ini jadi lebih cepat.
Karine mengangguk dan berjalan menuju sofa di depan. Tentu saja ia akan tidur di Sofa yang terlihat empuk itu. Langkahnya terhenti saat Adrick memanggilnya. "Kau bisa tidur di kamar khusus. Jalan dari sini dua puluh langkah dan lihat ke kiri. Itu ruangannya" Ujarnya sebelum berlalu melewati Karine.
Kamar khusus? Dengan perasaan penasaran ia melangkah sesuai instruksi dari Adrick. Ia melihat pintu berwarna coklat mengkilap yang indah. Sebelum membukanya, jarinya sempat menyentuh pintu itu.
Napas Karine tercekat saat dia membuka ruangan itu. Di dalam ruangan itu di dominasi oleh warna abu-putih. Terdapat kasur minimalis berseprai biru langit, sofa berbentuk L yang tidak terlalu panjang. Hanya bisa diduduki tiga orang. Sepertinya ruangan ini khusus untuk sekretaris Adrick. Pikirnya. Karena di dalamnya terdapat laptop, printer dan lemari tempat untuk menyimpan beberapa file. Ana pasti sudah pernah beristirahat di kamar ini.
Tiba tiba sebuah pikiran tak seharusnya menyelinap ke dalam otak Karine. Kekasih Adrick pasti adalah orang yang beruntung. Bayangkan saja, ia memiliki pesawat pribadi semewah ini. Karine tidak dapat membayangkan sebesar apa kediaman Adrick.
Tetapi sepertinya ia tidak memiliki kekasih. Tidak pernah ada yang mengosipkan dirinya dengan seorang wanita. "Tentu saja! Mana ada wanita yang mau dengan pria bossy sepertinya! Untuk apa banyak uang tapi tidak dicintai!" Gerutu Karine.
"Aku bisa mendengarnya, rine" Karine tersentak saat mendengar suara Adrick dari arah pintu. "Jangan mengatai seseorang di belakangnya. Apalagi jika itu bosmu" Ujarnya sambil menyeringai lalu berjalan mengambil ponselnya di atas meja kecil tempat laptop yang dilihatnya tadi.

KAMU SEDANG MEMBACA
Unlock My Heart
RomansaDari kejauhan, aku menyiratkan pertanyaan "Ada apa?" melalui pandanganku yang dingin saat pandangan kami bertemu. "Untuk apa kau melihatku?" Tanpa suara ia membalas tatapanku dengan tatapannya tajam, seakan ingin memakanku hidup hidup. Aku memutarka...