[Enam]

4.4K 207 3
                                    

"Besok kita akan berangkat ke London jam 7 pagi" Ujarnya singkat tapi mengagetkan Karine. "Apa? Aku tidak bisa!" Tentu saja tidak bisa! Ingin sekali ia berteriak mengeluarkan suara batinnya. Memangnya sekretaris harus selalu ikut kemanapun bos pergi ya? Tanya Karine dalam batinnya Ini pengalaman pertamanya menjadi sekretaris jadi ia tidak tahu.

"Kamu harus ikut. Sekretaris saya selalu ikut untuk pekerjaan di luar negeri. Ada masalah?" Ia mengernyitkan dahinya. Karine menghembuskan napasnya pelan lalu menggeleng. "Bagus" Sepuluh jari Adrick masih menari di atas keyboardnya. "Kalau begitu saya permisi, bos" Ujar Karine lemah.

"Son. Kamu bisa memanggilku Son" Ujarnya tanpa melihatnya sedikitpun. Entah perasaan Karine saja, atau memang ruangan ini diselimuti kegugupan mereka berdua. Bukan hanya dirinya saja. Diam-diam perasaannya menghangat.

"Baik, Son" Jawabnya sebelum keluar dari ruangan. Ingatannya terbang saat mereka terjebak di dalam lift kemarin. Benar saja, satu setengah jam kemudian, pintu lift terbuka dan menampilkan beberapa petugas keamanan dan teknisi berbaju biru di depan. Wajah mereka pucat saat melihat Adrick yang ternyata terjebak di dalam lift. Tentu saja mata Adrick menatap tajam mereka, walaupun akhirnya tidak mengatakan sepatah katapun.

Kegiatan berlalu seperti biasa. Tidak ada yang spesial maupun menyebalkan. Malam tiba, Karine berjalan keluar dari kantor, terhenti saat ia melihat Adrick sedang menendang ban mobilnya.

"Ada apa, Son?" Tanyanya saat ia berhasil mengikis jarak di antara mereka. Ia mengamati ban mobilnya yang baik baik saja.

"Mogok" Jawabnya singkat. Sepertinya suasana hatinya sedang buruk. "Kau sudah menghubungi bengkel langgananmu?" Menurutnya, Adrick pasti mempunyai bengkel yang ia berikan kepercayaan penuh untuk menyentuh mobil mahal itu.

"Ia tidak dapat dihubungi" Ujarnya, masih kesal. Baru saja Karine ingin menawarkan bantuan, suara berat Adrick kembali keluar. "Kamu tidak dapat membantu apapun. Pulanglah. Terima kasih" Ujarnya sambil mengacak-acak rambutnya. Karine terdiam seakan Adrick bisa membaca pikirannya lagi.

"Mungkin kita bisa pulang dengan busway" Karine basa-basi menawarkan. Ia tahu Adrick tentu akan menolaknya. Adrick menatapnya sebentar lalu membuka pintu mobil dan mengambil tas kerja dan ponselnya.

"Ayo" Ujarnya bersiap berjalan di samping Karine yang melongo. Seorang bos ingin pulang menggunakan busway? Dia sangat aneh. Hardiknya dalam hati. Padahal ia tidak benar-benar ingin mengajaknya. Siapa sangka dia benar benar mengiyakan. Adrick mengikuti langkah Karine sambil memberi aba-aba pada satpam di sekitar untuk menjaga mobilnya.

Angin malam berhembus menerpa wajah lelah mereka. Karine memejamkan matanya. Menikmati suasana malam yang sangat ia senangi. Suara langkah kaki mereka beradu di trotoar. Bertubrukan dengan suara lalu lintas di sekitarnya. Kepadatan hari ini cukup tinggi. Melihat bahwa masih pukul delapan malam. Dari dulu Karine memang sangat suka suasana malam. Begitu tenang dan menenangkan. Baginya, malam adalah suatu kesempatan baru baginya, karena setelah suatu malam, ia akan bertemu dengan pagi yang membawa harapan baru. Harapan yang lebih baik dari hari kemarin.

"Kau selalu pulang menggunakan busway?" Tanyanya saat mereka duduk di kursi halte. Karine mengangguk. "Lebih praktis daripada membawa kendaraan sendiri" Ujarnya kemudian.

"Apa besok.. aku benar-benar harus ikut, Son?" Tanya Karine ragu. Mereka sudah membahas masalah ini tadi. Tapi entah mengapa pertanyaan itu lolos begitu saja dari bibirnya.

"Tentu saja. Apa ada sesuatu yang tidak dapat kamu tinggalkan?" Ia menatap Karine mencari cari jawaban. Dahinya mengkerut.

"Ya" Jawabnya singkat. Ia tidak merasa perlu untuk menjelaskan alasannya, karena hasilnya tidak akan berubah. Ia tetap harus pergi dan Adrick tidak akan peduli. Padahal dalam hati ia berpikir bahwa ia dapat menjadi teman Adrick.

Unlock My HeartTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang