Author's POV
"Sampai kapan lo mau kayak gini?" Tanya Evan membuka pembicaraan di dalam mobil sambil menatap lurus ke depan. Tatapannya datar, tidak ada lagi senyuman di kilatan matanya.
"Maksud lo?" Tanya Karine bingung tidak memahami maksud pembicaraannya.
"Ngapain sih sengaja kaya gitu?" Kata Evan bingung. Kali ini ia menatap Karine. Alisnya berbentuk V. Tampak seram tanpa mengurangi ketampanannya.
"Lah sengaja gimana, van? Gue emang numpahin jus, itu pure ga sengaja dan gue juga udah minta maaf. Tapi lo liat aja reaksi dia kayak gimana" Ujarnya bela diri.
"Tapi keliatan banget rin, lo tuh ga suka dia. Lo marah sama dia. Marah ama lelaki sejenis dia." Ujarnya yang membuat Karine mengalihkan pandangannya.
"Gak. Gak gitu. Udah jangan bahas lagi. Gue mau balik aja" Jawab Karine masih melihat keluar melalui kaca mobil disamping kirinya. Ia tidak mau mengakuinya. Walaupun diam-diam dia tahu perasaan itu semakin lama semakin mengendalikan dirinya.
"Mau gimana pun dan apapun alasannya, lo ga ada urusan ama mereka jadi jangan ikut-ikutan" Karine mendengus kesal. Evan menarik napas lalu melanjutkan, "Gue ga mau lo kena masalah, Rine. Gue ga mau liat lo entar berurusan sama orang jahat yang bisa ngelukain lo. Lo gak akan pernah tau apa yang akan orang lain lakukan" Jelas Evan jujur dan Karine bisa menangkap kekhawatiran tepat dari matanya.
Karine's POV
Evan terlalu berlebihan. Itu yang terpikirkan olehku sekarang. Aku hanya membenci sosok pria yang seperti dirinya dan itu tidak akan membawaku kepada masalah apapun. Aku memejamkan mata, berusaha tidak ingin mengingat dan membahasnya lagi. Jauh dalam hatiku, aku tahu Evan mengkhawatirkanku. Karena itu aku memutuskan untuk menghentikan perdebatan ini dan mendekatinya lagi.
"Iya iya. Udah ah. Jangan marah ya?" Bujukku pada sahabatnya sambil menyentuh lengannya. Berusaha mendapat perhatian sahabatnya itu.
"Janji ama gue. Lo ga bakal urusin masalah orang lain lagi" Aku mengangguk. Ia langsung tersenyum tenang dan mulai menjalankan mobilnya.
*******
Aku melangkahkan kakiku keluar dari lift yang baru saja kunaiki. Saat aku masuk, aura dinginnya AC menyelimuti diriku. Kemeja kotak-kotakku yang tidak terlalu tebal tidak cukup untuk menghangatkanku dari sejuknya AC di kantor besar ini. Kuperhatikan bahwa semua orang sedang sibuk membicarakan sesuatu. Karena penasaran aku mendekati mereka. Tetapi setelah aku meletakkan tas tangan dan beberapa dokumen di tanganku di atas meja.
"Kok bisa si?" Tanya perempuan berblazer merah dengan rok mini ketat yang ia pakai.
"Jangan-jangan ada perebutan kekuasaan lagi?" Kali ini si pria berkemeja putih
"Hush. Jangan ngomong sembarangan lo." Aku tidak tahu suara siapa ini
"Yah. Kangen gue"
"Semoga lebih ganteng" Ujar seorang wanita yang lalu tertawa pelan.
Begitulah isi bisik bisik mereka. Aku mendekati mereka dan bertanya ada hal apa.
"Denand mau di pindahkan ke cabang kantor di Jakarta Selatan." Kata Any, si wanita berblazer merah.
"Kok bisa ? Yang gantiin dia siapa dong?" Kataku bingung tanpa menghilangkan wajahku yang sedikit terguncang. Pertanyaanku lolos begitu saja.
"Adrick Gavidson, kakaknya" Kata Dony, pria berkemeja putih.
Aku tidak berkata apapun, dengan kaki yang lemas lalu berjalan menjauh dari mereka.
Harapanku hancur. Aku yang menyukai Denand Gavidson dari awal melihatnya saat masuk kerja harus melepaskan harapanku untuk dapat melihatnya setiap hari. Denand yang sangat baik dengan semua karyawannya,ramah,tampan dan mapan. Pria yang sempurna, keluhku dalam hati. Siapa yang tidak jatuh hati padanya. Jika memang tidak jatuh hati, setidaknya kekaguman itu takkan lari dari tempatnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Unlock My Heart
RomansDari kejauhan, aku menyiratkan pertanyaan "Ada apa?" melalui pandanganku yang dingin saat pandangan kami bertemu. "Untuk apa kau melihatku?" Tanpa suara ia membalas tatapanku dengan tatapannya tajam, seakan ingin memakanku hidup hidup. Aku memutarka...