Author's POV
Adrick yang sedang fokus membaca dokumen tidak mengalihkan fokusnya saat ada yang mengetuk ruangannya.Pekerjaannya hari ini sangat banyak, karena mengurus kepindahannya membuat tugasnya menumpuk dua kali lipat.
"Masuk" Ujarnya tanpa peduli. Ia dapat melihat langkah yang berhenti tepat di depan mejanya.
Karine menghembuskan napas pelan saat sudah ada di depan meja kerja Adrick.
"Kau memanggilku?"Tanya Karine berusaha seformal mungkin.
"Ini di perusahaan. Kamu bisa memanggil saya dengan kata ganti Bapak atau Sir"
Dasar bossy! Gerutu Karine. Ia sedikit menyesal akibat ketidaksopanannya.
"Bapak memanggil saya?" Tanyanya berusaha seformal mungkin. Ia mengambil amplop coklat lalu meletakkan dokumen itu di atas mejanya dan mendorongnya ke arah gadis itu.
"Baca dan penuhi aturan itu mulai besok. Kamu sudah boleh pergi" Ujarnya masih tak menatap gadis berkemeja putih dengan rok span birunya.
Tiba tiba terdengar suara pintu diketuk saat Karine ingin menjawab Aku belum mengerti tugas apa itu, BODOH!. Tapi ia mengurungkan niatnya untuk didepak dari kantor ini. Ayolah, sekarang sangat sulit mendapatkan pekerjaan. Apalagi dengan gaji yang cukup besar bagi Karine. Suara kenop pintu yang terbuka mengisi ruangan. Karine menahan napasnya saat ia melihat seorang perawakan laki laki setinggi 170 cm yang sangat ia kenal. Ia menahan napasnya saat melihat Denand Gavidson masuk ke ruangan. Karine menatap tubuh atletis Denand berjalan menuju ke arah mereka. Matanya yang tegas dan menghangatkan, alisnya yang hitam tebal dan terukir rapi, hidungnya yang mancung bagaikan luncuran, bibirnya kemerahannya yang tipis, dan rambutnya yang sedikit berantakan membuat Karine hampir meneteskan liurnya kalau ia sedang tidak sadar bahwa ia sedang di ruangan Adrick Gavidson.
"Hai, kak. Bagaimana dengan ruangan barumu?" Tanya Denand pada Adrick yang sudah menatapnya sekarang. Tampaknya Denand tidak menyadari kehadiran Karine disampingnya, membuatnya menghembuskan napasnya sedih.
"Ruangan bekasmu, tepatnya" Adrick mendengus sebal. "Ayolah, kau bisa merenovasinya" Ujarnya terkekeh. Karine ingin sekali melangkah keluar dari ruangan itu. Tapi kaki dan matanya terhenti pada satu titik, Denand Gavidson. "Bukankah aku sudah memperbolehkanmu pergi? Miss Arlyson?" Tanya Adrick mengalihkan matanya menatapku. Keningnya berkerut, matanya tegas. Karine ingin sekali memutar matanya dan mengeluarkan kata kata yang tentunya tidak pantas. Namun tetap ia tahan karena mengingat lelaki itu adalah bosnya sekarang.
"A-Ah. Ba-baik pak. Permisi" Ujar Karine merutuki kebodohan akutnya.
"Karine. Nanti tolong beritahukan orang kantor kalau malam ini aku akan mengajak kalian makan bersama di Housetharime Place ya, setelah pulang kerja. Anggap sebagai acara perpisahan. Kalian langsung ke resto aja. Sisanya aku serahkan padamu" Pesannya pada Karine yang terpana dengan wajahnya tapi tetap mengiyakan. Denand tersenyum ramah sesaat sebelum Karine melangkahkan kakinya keluar.
Masih sama, ramah dan mengagumkan. Batin Karine berteriak. Tak berapa lama, Karine menghembuskan napasnya pelan mengingat bahwa ia tidak akan melihat Denand diam diam saat makan siang, mengintip saat ia sedang memimpin rapat, atau bahkan hanya untuk membuatkannya kopi. Dia bukan milikmu, bodoh. Teriak bawah sadarnya menyadarkan satu kenyataan padanya. Ia hanya dapat tersenyum pedih.
Karine membuka ponselnya dan menekan grup Linenya yang berjudul "Creative Product Designer"
Karine Arlyson
15:07 Hari ini, setelah pulang kerja. Bapak Denand Gavidson akan mengajak kita makan malam di Housetharime Place sebagai acara perpisahan
Ia menekan tombol back setelah mengirim pesan yang sudah ia ketik itu dan berjalan ke arah mejanya. Buku buku yang berantakan ia tutup dan menimpa buku buku itu satu persatu hingga seperti gedung-gedung tinggi di Jakarta. Ia mendorong buku itu ke pojok mejanya dan mulai membereskan mejanya dari kertas kertas dan bungkusan cemilan.

KAMU SEDANG MEMBACA
Unlock My Heart
Lãng mạnDari kejauhan, aku menyiratkan pertanyaan "Ada apa?" melalui pandanganku yang dingin saat pandangan kami bertemu. "Untuk apa kau melihatku?" Tanpa suara ia membalas tatapanku dengan tatapannya tajam, seakan ingin memakanku hidup hidup. Aku memutarka...