Day 3

217 22 0
                                    

Hai Diary, namaku Anna.

Pagi tadi seperti biasa aku bangun pagi-pagi sekali dan mempersiapkan diri untuk pergi ke sekolah.

Aku membersihkan diri, dan kemudian berpakaian seragam putih berbalut rompi kotak-kotak yang senada dengan rok yang telah memendek seiring dengan diriku yang meninggi. Aku menatap pantulan diriku di cermin sesaat sebelum pergi. Aku berisik kepada cermin, Hari ini segalanya akan lebih baik.

Aku masih ingat, saat tadi aku membuka pintu sebuah piring melayang tepat kearahku. Aku menghindar dengan wajah datar. Kupandangi adegan dihadapanku. Adegan yang sangat sering kulihat. Ibu dan Ayahku bertengkar, beradu kata-kata kasar yang aku tahu itu tak layak diucapkan oleh seorang manusia.

Mereka berdua berhenti dan menatapku sekilas. Aku ingat sekali saat itu, jantungku seolah berhenti saat kedua pasang mata itu menatapku lekat. Lalu aku berusaha keras mengabaikan keadaan aneh itu dan beranjak keluar dengan wajah tanpa ekspresi.

Kutatap seorang wanita separuh baya melambaikan tangannya ke arahku dan siap mengandeng tanganku penuh kasih, seolah aku anaknya.

Dia bertanya kabarku, bertanya keadaan dalam rumahku, beratanya kesehatanku, sekolahku, dan segalanya tentang aku.

Tapi bagian yang paling kuingat adalah kata-kata, Tinggal sama Bibi saja, An.

Aku ingat aku menggeleng kuat dan berkata, Aku membenci mereka tapi aku menyayangi mereka.

Apa yang aku katakan tanpa sadar itu? Apa tatapan kedua orang tuaku yang menyebabkannya?

Mengapa?

Mengapa saat menatap kedua mata itu seolah aku melihat kepedihan bukan amarah, apa yang telah terjadi sebelumnya?

Ah ya, parahnya lagi, aku merasa seperti sedang diamati sejak pagi bahkan saat aku menuliskan diary ini. Ah, aku tidak mengerti.

Tertanda,

Anna.

Kindness Diary {Blanc}Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang