"Halo? Bibi maaf, kurasa aku tidak bisa kesana hari ini" Ucap Lea lirih pada ponselnya "Umm... aku hanya tidak ingin merepotkanmu. Lagipula masih banyak yang belum kuselesaikan disini. Kuharap bibi tidak marah. Akan kuganti jika sudah terkumpul semua uangnya agar bibi tidak membuang uang untuk tiket itu. Tidak perlu? baiklah, terimakasih bi. Sekali lagi aku minta maaf." Sambungan-pun terputus.
"Jadi kau sudah bicara?" Tanya Kevin yang sedari tadi duduk disebelahnya.
Lea mengangguk pelan. Tak lama mereka berdua-pun keluar kamar dan menemui sepasang kekasih yang sedari tadi sudah menunggu Lea dan Kevin. Yang perempuan adalah kakak dari temannya Kevin.
"Ini tiket kalian berdua" Ucap Kevin sambil menyerahkan 2 tiket ke Rio kepada sepasang kekasih tersebut.
"Terimakasih, Kevin! aku tak menyangka akan bayar semurah ini. Ini uangmu" Ucap sang perempuan sambil menyerahkan uang sebanyak 600 dollar. "Senang berbisnis denganmu," lanjut si lelaki. "Ya. Sama-sama." Jawab Kevin sambil membukakan pintu keluar untuk sepasang kekasih tersebut.
"Kevin, ada yang mau ku bicarakan" Ucap Lea setelah Kevin menutup pintu.
"Apa?" Tanya Kevin dengan nada curiga. "Begini. Kau tau bibi Chaston? mereka akan tinggal disini; bibi Chaston bersama suaminya," Jelas Lea. "Apa kau sudah gila?! kita menjual tiket ini karna hidup kita sudah paspasan. Apa suaminya tidak bisa bekerja? cacat? Oh, Lea aku tidak tau bagaimana kita akan menghidupi mereka jika hidup...","Tidak," Potong Lea tiba-tiba."Kalau mereka hanya menumpang hidup mungkin akan kutolak. Tapi hidup kita-lah yang akan ditanggung oleh mereka," Lanjutnya, "Kita akan pindah ke sebuah rumah dan mereka akan membiayai hidup kita," Jelasnya.
"Maaf," Ucap Kevin pelan. "Ya. Tak masalah. Yang perlu kita siapkan adalah semua barang-barang ini harus dirapihkan. Karna besok mungkin kita akan pindah," Ucap Lea menjelaskan.
Tingnong! Bel berbunyi.
"Itu mungkin mereka. Bersikap baiklah," Ucap Lea sebelum membukakan pintu untuk tamunya.
Cklek Pintu terbuka
"Selamat pagi, keponakan-keponakanku!" Ucap seorang wanita cantik berumur awal 30an sambil merentangkan tangannya dan memeluk Lea.
"Selamat pagi,bibi," Ucap Lea sambil memeluk dan mengusap punggung bibinya.
"Apa? Ulangi?" Tanya bibi Chaston pada Lea. "Selamat pagi, bi...","Tidak" Kata-kata Lea langsung diinterupsi. Chaston-pun melepas pelukannya. "Mulai sekarang, panggil aku ibu!" Ucap Chaston bersemangat. "Apa?" Lea menatap Chaston bingung. "Maaf, sayang. Tapi aku tidak menerima penolakan," Ucap Chaston sambil memegang kedua bahu Lea.
"Kenalkan, ini paman..ups, maaf. Maksudku ayah kalian Stanley!" Ucapnya sambil melirik ke lelaki yang sedari tadi ada di sebelahnya.
"Senang bisa menjadi ayah kalian," Ucap Stanley dengan sedikit tawa di bagian akhir. "Jadi, ini tempat tinggal kalian selama ini?" Lanjutnya. "Oh, maaf paman--umm--maksudku ayah! Masuklah. Aku sampai lupa menawarkan kalian untuk masuk," Ucap Lea. "Duduklah dan beristirahatlah. Kalian mau minum apa?" Tanya Lea sopan. "Em, apa ada teh hijau?" Ucap Chaston berbalik tanya. "Ya, tentu. Kau pa--eh--ayah?" Tanya Lea sedikit canggung. "Samakan saja," Ucapnya singkat. "Kevin, bawa koper mereka ke kamarmu," Ucap Lea berbisik. Kevin membuka mulutnya untuk membantah. Tapi pelototan Lea sudah membuatnya mengerti.
Lea keluar dari dapur dan membawakan 2 cangkir teh kehadapan tamu-tamunya sambil duduk berhadapan dengan mereka. "Jadi, bagaimana perjalanan kalian?" Tanya Lea mendahului. Chaston menyeruput sedikit teh-nya lalu mulai berbicara;"Baik. Tapi Orlando ke New York bukan perjalanan singkat. Ini membuatku cukup lelah," Jawab Chaston. "Apalagi menggunakan mobil," Lanjutnya diiringi tawa khas di akhir kalimatnya. "Kalian bisa beristirahat dulu jika kalian lelah. Kamarnya ada disebelah sana," Ucap Lea sambil menunjuk kamar Kevin. "Terimakasih, sayang" Ucap Chaston. "Aku senang kau menawari kamar untukku. Stanley, ayo kita masuk," Ajak Chaston pada suaminya. "Duluan saja. Aku masih ingin menikmati teh hijau ini. Nanti aku menyusul." Ucap Stanley yang dibalas anggukan pelan oleh Chaston. Chaston-pun pergi meninggalkan Stanley bersama Kevin dan Lea.
"Jadi, sudah berapa lama kalian tinggal disini?" Tanya Stanley setelah istrinya masuk kamar. "Em, kurang lebih enam bulan," Jawab Lea sambil melirik Kevin singkat. Terlihat dahi Stanley berkerut. "Memangnya sebelum disini kalian tinggal dimana?" Tanya Stanley penasaran. "Stanley!" Tiba-tiba teedengar teriakkan dari dalam kamar Kevin. "Ya, sayang?" sahut Stanley. Lalu Chaston keluar dan menghampiri Stanley, Kevin dan Lea di sofa. Chaston duduk disebelah Stanley yang posisinya berhadapan langsung dengan Kevin dan disebelah Kevin ada Lea. Jadi Lea berhadapan dengan Chaston. "Lea," Ucapnya dengan nada rendah. "Begink, aku...umm..aku minta maaf," Lanjut Chaston lirih. "Untuk?" Tanya Lea bingung. "Maaf aku baru sadar 3 tahun setelah kematian kakakku. Bahkan aku dan Anna-pun tidak datang kepemakaman ibumu. Mungkin sifafku dan Anna yang sedikit kejam, makanya kami tidak diberi anak," air mata mulai membasahi pipi putihnya. "Bantulah aku, Lea. Aku ingin menjadi ibu. Ini belum terlambat,bukan? Setidaknya jika aku tak punya anak kandung tapi aku masih memiliki keponakan-keponakanku bukan?" Ucapnya tersedu-sedu. Lea yang melihat itu langsung duduk disebelah Chaston dan memeluknya. "Jangan berkata seperti itu. Aku akan tetap memanggilmu ibu walaupun saaf itu kau hanya menelpon ketika natal. Aku akan menyayangimu walaupun tidak seperti aku menyayangi ibuku. Aku senang sekali ketika kau membiarkanku dan Kevin memanggilmu ibu," Ucap Lea sambil mengusap punggung Chaston. "Bahkan orang yang kau panggil 'ayah' sekarang ini tidak tau dimana kau tinggal sebelumnya," Ucap Chaston sambil melepas pelukan Lea dan mengusap air matanya menggunakan kedua punggung tangannya. Lea tersenyum lalu berkata;"Tidak harus tau juga,kan?","Oh anakku, andaikan aku sadar dari dulu!" Ucap Chaston kembali menangis. "Bersiaplah, mungkin besok kita akan pindah ke Madison Ave," Ucap Chaston sambil tersenyum. "Madison Avenue?","Ya aku tau, Madison tak sekeren Park Avenue. Tapi yang penting masih di Manhattan, bukan?" Ucap Chaston. "Tidak. Maksudku, aku menyukainya. Tak masalah kalaupun kita harus ke New Windsor sekalipun. Atau bahkan kembali lagi ke Lansing yang penting aku bisa bersamamu dan ayah Stanley," Ucap Lea dengan senyuman di akhir kalimatnya.
*
Hari itu, keluarga kecil Lea sibuk merapikan rumah baru mereka. Beberapa barang masih didalam kardus. Dan beberapa sudah dirapikan.
"Lea! Bantu ibu membereskan dapur,nak!" Teriak Chaston diujung tangga. "Kevin saja! Aku sedang merapikan kamar!" Sahut Lea. Chaston menghela nafas. Mulutnya sudah menganga, tapi Kevin sudah muncul diujung tangga. "Apa ada yang perlu kubantu, Ratu?" Ucap Kevin dengan alis yang terangkat dan juga badan yang membungkuk. "Ya. Bantu aku untuk merapikan piring dan alat makan," Jawab Chaston sambil menarik tangan Kevin ke dapur. Kevin hanya mengangguk dan menuruti permintaan ibu barunya itu.
Benar-benar hari yang melelahkan untuk keluarga kecil mereka. Tapi itu semua terbalaskan karna Stanley pulang kerja dengan membawakan 2 box Pizza Hut.
*
KAMU SEDANG MEMBACA
The Lost Princess
Fantasy[COMPLETED] Lea hanyalah gadis cantik bermata biru dan berambut merah yang tinggal bersama ibu angkatnya. Dia tidak pernah mengetahui darimana dia berasal dan kenapa dia bisa diangkat menjadi anak. Lalu, seseorang bernama Theresa mengubah dirinya, m...