[17]/Pertemuan Pertama

12.5K 676 31
                                    

Theresa berlari ditengah padatnya kota New York. Sampai akhirnya dia berbelok ke gang sepi yang buntu. Ia melihat sekitar sebelum akhirnya ia memasuki sebuah gedung tua tak berpenghuni. Ia membuka pintu tua berwarna merah itu.

Krieett. Bunyi pintu itu ketika Theresa membukanya.

Sekali lagi Theresa memperhatikan sekitar; berharap tak ada yang melihat

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Sekali lagi Theresa memperhatikan sekitar; berharap tak ada yang melihat. Begitu aman, ia langsung menutup pintu itu dan berlari kedalam. Ia menaiki tangga yang sudah reot. Bahkan tangga itu berbunyi sangat nyaring ketika Theresa berlari menaikinya.

"Maaf aku telat", ucap Theresa sambil terengah-engah dihadapan 3 orang lainnya. 1 perempuan dan 2 laki-laki. "Jadi, bagaimana?", tanya seorang perempuan untuk memulai. "Aku akan menculiknya", jawab laki-laki dengan rambut agak pirang dan panjang. "Tidak, Dylan! Jangan pernah menculiknya! Aku punya ide yang lain. Yang pasti lebih baik dari idemu", ucap Theresa menyombongkan diri. "Baiklah, apa rencanamu guardian?", tanya seorang perempuan yang sedari tadi memperhatikan Theresa. "Begini, Syd. Aku akan memancing Lea untuk kesini. Tak ada yang memunculkan diri nanti. Dylan, karna kau yang dari awal muncul, jadi nanti kau yang akan bicara pada Lea, okay?", jelas Theresa. "Baiklah, nona. Apapun untukmu",ucap Dylan dengan nada meledek. "Tunggu apa lagi? Kau mau ibunya Lea diserang begitu saja?",ucap salah satu perempuan. "Ya, Sydney benar. Kita lakukan sekarang!", teriak laki-laki lainnya. "Tak perlu berteriak seperti itu, Rob", ucap Sydney. "Baiklah. Ayo kita lakukan ini!", ucap Dylan dengan senyum yang tak biasa.

*

Lea sedang bersantai sambil makan Eskrim Baskin robins bersama Kevin. Jarang sekali Kevin dan Lea bisa bertemu ketika jam istirahat. Makanya ini sangat langka. "Ka, aku tau ada yang kau sembunyikan dariku", ucap Kevin sambil terus menjilat eskrimnya. Tiba-tiba ponsel Lea berdering. "Halo?",ucap Lea ketika ia menekan tombol 'Jawab'. "Lea ini aku Theresa...", ucap Theresa diseberang telpon. Dengan wajah gembira, Lea sudah membuka mulutnya untuk meneriakkan kata-kata 'Aku merindukanmuuu tuhan, kau dimana? Aku minta maaf. Ya Tuhan Theresa aku minta maaf'. Tapi sayang, sebelum Lea sempat mengatakan itu semua, Theresa sudah menahannya. "Kumohon kau diam saja! Aku tau kau sedang bersama Kevin. Jadi jangan katakan apapun kepadanya. Temui aku sekarang. Akan ku smskan alamatnya. Dah". Dan sambunganpun terputus.

Dengan berat hati Lea membuka kotak masuk pesannya. Disitu tidak tertera alamat yang jelas, tapi Lea tau pasti alamat itu dimana. "Kevin, maaf. Aku harus mengerjakan tugasku sebentar. Aku harus pergi sekarang", ucap Lea. Lea-pun berdiri dan hendak jalan. Tapi tangannya ditahan oleh Kevin. "Tunggu",tahan Kevin. "Kau belum menjawab pertanyaanku",lanjutnya. Lea mengerutkan keningnya. "Apa?",tanya Lea. "Ada yang kau sembunyikan dariku. Apa itu?", tanya Kevin. Lea memegang kepalanya sebentar. "Aku tidak ada waktu, Kevin. Kalau semuanya sudah jelas pasti akan kuceritakan. Tapi aku sedang buru-buru. Dah",ucap Lea mengakhiri.

Lea berlari penasaran dengan apa yang akan Theresa katakan. Tapi begitu sampai ditempat yang di smskan oleh Theresa, tak ada seorangpun disana. "Theresa? Kau disini?", ucap Lea sedikit berteriak. Lalu seorang laki-laki pirang muncul entah dari mana. Napas Lea tercekat; menyadari bahwa laki-laki itulah yang telah membunuh 2 orang yang mungkin tak bersalah. "Siapa kau?",mulai Lea. Suaranya sedikit bergetar. "Harusnya aku yang bertanya", ucap lelaki itu. "Kenapa kau bisa melihatku?", tanyanya. Kening Lea berkerut, tanda ia bingung. Kemudian Lea tertawa. "Kau bercanda? Kau ini manusia, bagaimana aku tak melihatmu?", tanya Lea dengan nada mengejek. "Tapi tak ada seorangpun yang melihatku saat di bar. Hanya dirimu", ucap Dylan. "Sungguh?", tanya Lea masih dengan tawanya. "Bahkan pacarmu saja tidak melihatku", ucap Dylan masih dengan nada datar. "Mungkin saja kau dianggap sakit ketika kau berteriak seperti itu",ucapnya. "Pacar? Aku..", belum selesai, ucapan Lea sudah diinterupsi. "Tak ada waktu. Ibumu dalam bahaya". Lea sudah membuka mulutnya untuk bicara, tapi kembali diinterupsi. "Ya, Chaston adalah ibu kandungmu", ucap Dylan. "Bagaimana bisa? Dia itu bibiku", ucap Lea. "Bukan. Dia ibumu. Dia telah memberanikan diri keluar dari institut demi menemukanmu", ucapnya. Jutaan pertanyaan berputar dikepala Lea. "Jadi, apa maumu?", tanya Lea. Suaranya terdengar serius. Tapi belum sempat Dylan menjawab, telpon Lea berdering. Dari Chaston. "Halo ibu, aku akan pulang", ucap Lea ketika menjawab telponnya. "Tidak, tidak. Jangan pulang. Dengar, jangan pulang. Jaga adikmu Kevin dan katakan pada Valdez bahwa aku takkan pernah memberikannya", terdengar suara gebrakan beberapa kali sebelum akhirnya sambungan terputus. "Ibu? Ibu?!", suara Lea bergetar. Air mata sudah memenuhi kelopak mata Lea. "Apa yang kau lakukan pada ibuku?!",tanya Lea sedikit berteriak. "Mengapa kau membunuh orang-orang itu?!", sekarang suaranya benar-benar bergetar.

"Yang kau lihat di bar dan di kafe itu yang kubunuh adalah iblis

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Yang kau lihat di bar dan di kafe itu yang kubunuh adalah iblis. Karna itulah aku kaget bagaimana mungkin kau melihatku", ucapnya. Lea hanya menatap laki-laki itu sebentar, lalu ia lari tanpa menghiraukan laki-laki itu.

Lea berlari kerumah; yang kebetulan tidak terlalu jauh dari tempatnya saat ini. Lea berhenti sebentar diambang pintu untuk melihat keadaan. keadaan rumahnya benar-benar buruk; barang-barang hancur, tidak karuan. "Ibu? Ibu?!", teriak Lea sambil menelusuri rumah yang isinya sudah hancur itu. Lea memasuki dapur untuk melihat keadaan. Tapi ada sebuah tentakel berwarna merah muda dengan lendir yang sangat menjijikan. Dapur-pun penuh dengan lendir itu. Ada sebuah logo di tentakel itu.

Sebuah logo yang rasanya tak asing bagi Lea

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Sebuah logo yang rasanya tak asing bagi Lea. Untuk beberapa saat, Lea sibuk dengan pikirannya. Sampai tentakel tersebut pun mulai bergerak menghampiri Lea. Dengan mata terbelalak Lea mencoba lari keatas dan masuk kekamarnya. Tapi sial, tentakel itu berhasil masuk ke kamar mandi walaupun sebagian besar tubuhnya terjepit. Berkali-kali Lea membanting pintu itu agar tentakel menjijikan itu mau keluar. Sampai pada bantingan paling keras, baru lah ujung tentakel itu terputus dari tubuhnya. Lea mulai memperhatikan tentakel itu dengan jijik. Ia kemudian keluar dari kamar mandi sambil terus memperhatikan tentakel yang terpotong itu. Lea masih memperhatikan tentakel itu, sampai akhirnya kedua tentakel itu kembali menyambung dan menjadi semakin besar dengan kepala yang bercabang-cabang.

Lea berjalan mundur sedikit-sedikit. Ia lalu menabrak sebuah kayu--entah itu berasal darimana--dan membuat dirinya tersandung hingga jatuh terduduk. Kini, para tentakel itu menjerit-jerit dan mengeluarkan cairan menjijikan. Lea menyeret tubuhnya yang terduduk dengan cepat untuk menghindari para tentakel itu. Lea terus menyeret tubuhnya hingga ia tersamdar diujung ruang tamu. Tentakel-tentakel itu dengan cepatnya menghampiri Lea. Lea menutup wajahnya ketika para tentakel itu sudah ada didepannya, berharap ia akan mengatakan kata-kata terakhir. Lea menunggu saat-saat terakhirnya, tapi tak terjadi apapun.

Lea memberanikan diri membuka tangannya dan membuka sedikit matanya. Seorang laki-laki dengan pedang yang baru saja menusuk tentakel itu hingga tewas.

"Hati-hati, banyak iblis bertebaran disini." ucap Dylan sambil menarik kembali pedang itu. Dengan wajah penuh tanda tanya, Lea memperhatikan Dylan. "B--bagaimana bisa?",ucap Lea,"Satu-satunya orang yang kukenal yang memiliki power seperti itu hanyalah...", ucapan Lea di potong oleh Dylan. "Theresa. Ya, tentu saja. Dia bahkan tak membutuhkan pedang ini untuk membunuh iblis. Mungkin kalau Theresa yang ada disini, iblis itu sudah mati sedari tadi dibunuhnya dengan tangan kosong." Jelas Dylan. "Aku harus... Menanyakan ibuku, sebentar." ucap Lea sambil meninggalkan Dylan dengan kikuk.

Lea berjalan keluar rumahnya. Ia berjalan tidak sampai satu blok. Lalu memasuki sebuah rumah yang modelnya tak jauh beda dengan rumah Lea.

Tok tok tok!

"Madame Lucy! Ini aku Lea!",ucap Lea sambil terus mengetuk pintu. "Ya?", ucap seorang wanita negro sambil membuka sedikit pintunya. "Kau tau dimana ibuku?" tanya Lea dengan resah. Dengan kasar pintu itu ditutupnya.

*

The Lost PrincessTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang