Gadis Yang Tidak Populer

397 10 2
                                    

Anak laki-laki bernama Devon Red masih terbenam dalam aktivitas mengetiknya.

            “Aku sudah mengusulkan agar  Pekan Sejarah itu diadakan sesudah ujian. Jadi mereka semua diam dan aku bisa melanjutkan aksiku. Menyebalkan sekali!” kata Devon sambil menekan tuts-tuts keyboard laptopnya dengan cepat. Aku tidak tahu dengan apa yang dilakukannya. Devon adalah seorang anak laki-laki pendek gempal berkulit hitam dan berambut keriting. Dia adalah sahabat Aaron dari kelas Sembilan.

“Aku tidak yakin apakah Aaron akan ikut Pekan Sejarah itu,” lanjutnya sambil terus menekan tuts-tuts keyboard dan memandang monitor dengan serius. “Kau tahu, kan kalau dia harus mengurus segala sesuatu tentang apa yang mereka sebut dengan ‘Wisata Belajar’ itu?” lalu dia menggeleng meremehkan.

“Tapi itu penting sekali!” sahutku defensive. Devon akhirnya memandangku.

“Siapa yang peduli dengan ‘Wisata Belajar’ itu?” tanyanya menantang. “Maksudku, mengapa ada orang yang harus berwisata sambil belajar?.”

Aku meliriknya dengan sebal. “Kalau kau tidak ikut,  kupikir itu sama sekali bukan masalah besar bagimu!” kataku sengit.

Devon berhenti mengetik. “Apakah aku bilang padamu kalau aku tidak ikut?” tanyanya tidak kalah sengit.

Aku membuka tutup gelas yoghurt tanpa memandang Devon yang sudah seperti kesetanan. Aku tak tahu apa yang terjadi padanya . Dia tiba-tiba menyalak dan aku harus pura-pura tidak menjadi penyebabnya. Aku menyendok yoghut. Entah bagaimana raut wajah Devon, tapi aku tahu kalau dia belum mau mengibarkan bendera putih.

Aaron belum kembali dari ruang rapat sementara aku dan Devon sudah lima belas menit di kafetaria. Dia menyuruh Devon untuk menunggu di kafetaria  dan begitulah akhirnya aku bertemu Devon untuk pertama kalinya dan bertengkar dengannya untuk pertama kalinya juga.

“Baiklah, begini saja,” katanya dengan nada yang lebih lunak.  “Aku duduk di sini karena Aaron, dan kau duduk di sini juga karena Aaron. Kita punya kepentingan yang sama, jadi sebaiknya kita tidak perlu bertikai. Bukan begitu?.”

Aku memandangnya. Devon sudah kembali terbenam dalam aktivitas mengetiknya dan tidak memandangku. “Oke,” kataku.

Aku menyedot soda. Devon melihatku.

“Kenapa kau tidak bergabung dengan gadis-gadis di sana?” tanyanya, lalu berpaling ke sekelompok anak perempuan yang duduk di beberapa meja di depan kami.”Mereka dari kelasmu!.”

Aku menyendok yoghurt. “Anggap saja aku bukan gadis,” kataku ringan. Devon tertawa terbahak-bahak.

Aku memandang Devon. Dia sepertinya tidak seburuk kelihatannya. Aku tersenyum kecil, lalu menyingkirkan gelas yoghurt dan mengambil soda.

“Aku lebih senang menganggapmu tidak populer!” kata Devon langsung tepat sasaran setelah dia berhenti tertawa.

Aku tertawa setuju. “Yah, kau boleh menambahkan kalau aku tidak popular di kalangan para gadis, dan bahkan di kalangan para anak laki-laki!” kataku sementara Devon sudah meneruskan aktivitas mengetiknya.

“Dia berbohong,” sahut suara dibelakangku.

Aku menoleh dan menemukan seorang anak laki-laki jangkung dan berambut coklat sedang berjalan menghampiri kami dengan membawa nampan makan siangnya.

“Hey, Aaron,” sapa Devon sesaat setelah Aaron duduk di sampingnya. “Kau membiarkan aku menunggu bersama gadis dengan nama aneh ini. Dimana kau menemukannya?.”

“Bagaimana rapatnya?” tanyaku.

Aaron memandang kami berdua bergantian. “Yeah, rapatnya berjalan lancar. Bulan depan kita berwisata.”

“Kau tidak ikut Pekan Sejarah konyol itu, kan?” tanya Devon.

Aaron mengangkat alis, lalu melihatku. “Kau ikut?” tanyanya ringan.

Devon memandang Aaron dengan raut wajah terkejut. “Apa?” katanya. “Kau tanya dia?” lalu dia memandangku dengan mata melotot.

Melihat empat mata itu memandangku, aku berpaling pada gelas soda. “Tentu saja!” kataku tanpa memandang mereka. “Dan kuharap kita mengunjungi Italia!.”

Aaron mengangguk setuju, lalu membuka tutup yoghurtya. Devon memandangku sebal.

“Aku berharap Mesir!” kata Devon.

“Mesir daerah yang gersang dan panas,” kataku. “Aku tidak suka panas!.”

“Sebagai cewek tidak populer, kau banyak maunya!” katanya, lalu mengetik lagi.

“Kau sebenarnya sedang apa?” tanyaku.

“Meretas situs web,” katanya datar. “Dan jangan tanya situs apa itu!”

Aaron melihatku. “Jangan pedulikan dia!,” katanya.

Devon tidak mengacuhkan Aaron. “Oh, begitu, ya, Ketua murid!.Tak apa. Tapi suatu saat nanti, kau akan memohon-mohon padaku, Aaron Watson!” kata Devon. Aaron hanya memutar matanya dan aku mengangkat bahu, tidak peduli.

Secret of The Scientist Self-PortraitTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang