Aku menggenggam tangan Alex. Dengan terisak aku berkata ,”Alex, bangunlah!.”
Aaron memandangku dengan iba. Inspektur Lesburke sedang memeriksa benda-benda yang ada di ruangan itu. Aku memeluk tangan Alex. Aku benar-benar tidak berdaya tanpanya. Lalu aku merasakan tangan itu bergerak. Aku tersentak.
“Alex?” kata Aaron.
Alex membuka matanya perlahan-lahan. “Al,” desahnya. Aaron membantunya duduk. Alex tampak berantakan. Matanya kuyu dan rambutnya kusut. Inspektur Lesburke segera menghampiri kami.
Alex terkejut saat melihat kehadiran Inspektur Lesburke. “Siapa anda?” tanyanya sambil memegangi kepala belakangnya.
Inspektur Lesburke berjongkok. “Aku Logan Lesburke, Inspektur Polisi daerah Cambridgeshire. Apakah kau Alessandro……”
Alex memotong kata-kata Inspektur Lesburke, “Inspektur, ada yang tidak beres di sini. Seseorang memukul saya dengan…,” Alex memandang tangan Inspektur yang memegang tongkat pemukul baseball,”…kurasa dengan itu!” katanya sambil menunjuk tongkat itu.
Inspektur Lesburke memandang Alex. “Baiklah, kalau begitu kau harus dibawa ke rumah sakit. Aku yakin tongkat ini keras sekali pukulannya,” katanya sambil berdiri.
“Sedang apa kau?” Tanya Alex pada Aaron yang duduk di sampingnya, lalu dia menoleh padaku. “Allen,” katanya sambil memelukku.
“Kau baik-baik saja?” tanyaku.
“Inspektur, aku tidak mau dibawa ke rumah sakit,” kata Alex kepada Inspektur Lesburke. “Aku harus bicara dengan Allen. Ini penting sekali.”
“Kepalamu dipukul dengan pemukul baseball,” sahut Aaron.
“Aku tahu!” sambar Alex, lalu berpaling pada Inspektur Lesburke sementara dia juga melepas pelukannya. “Aku akan berkunjung ke rumah sakit lain kali saja. Dimana lukisannya?.”
“Lukisan pria berjas itu?” Tanya Inspektur Lesburke.
“Ya!” kata Alex. “Sebenarnya, apa yang terjadi?.”
“Mari kita bicarakan di ruang kerja mendiang Profesor,” kata Inspektur, lalu keluar dari kamar dengan membawa tongkat pemukul baseball.
Aaron membantu Alex berdiri.
“Apa yang terjadi, Al?” Tanya Alex sambil berusaha berdiri. Tangan kanannya memegang bahu Aaron, sedangakan tangan kirinya memegang bahuku. “Dan kenapa polisi itu bilang ‘mendiang profesor’?.”
Aku memandang Aaron dan dia sepertinya mengerti.
“Alex, tentang apa yang terjadi….,” kata Aaron pelan. “Profesor Walter meninggal tadi malam.”
Alex hanya memandang Aaron dengan pandangan kosong. “Ini tidak bisa kubiarkan,” katanya, lalu berjalan cepat mendahului aku dan Aaron. Dia sepertinya sudah tidak merasakan sakit akibat pukulan tongkat pemukul baseball.
Aku dan Aaron saling pandang.
“Alex, ada apa?” tanyaku sambil berlari di belakangnya. Aaron menyusul dengan berjalan cepat dengan langkah lebar.
Alex terlihat gelisah. “Kau ingat lukisan ayah yang ditaruh di kamar itu?”
Aku mengangguk. Sekarang kami berbelok ke koridor sebelah timur.
“Lukisan itu menyimpan rahasia ayah yang sudah tersembunyi selama satu dekade. Dan kupikir, aksi penyerangan terhadapku itu merupakan aksi pencurian lukisan itu. Sekarang dimana lukisan itu?”
KAMU SEDANG MEMBACA
Secret of The Scientist Self-Portrait
Mystery / ThrillerTerbunuhnya sang kakek meninggalkan teka-teki. Sebuah lukisan tua menjadi karya penuh misteri. Alannise harus menembus kabut untuk menyingkap kebenaran. Apakah yang sebenarnya terjadi?