2 : [Prologue]

88 2 0
                                    

Dengan langkah gontai, Qeena masuk ke dalam rumah nya.

"Lo ngapa dah dek? Muka lo kusut gitu, mata lo juga sembab. Bukannya abis jalan sama Vando?" Tanya Bang Farez kakak ke 1 Qeena. Ketika membukakan pintu untuk nya.

"Mamaaaahhhhhh hiks hiks hiks" Qeena tak menjawab pertanyaan kakak nya itu. Dia langsung berlari, memeluk erat mamah nya yang sedang berada di ruang tengah.
"Lho kamu kenapa dek?" Ucap mamah nya yang kemudian membalas pelukan Qeena dan mengusap pelan kepala Qeena.

"Vando mutusin aku mah hiks hiks hiks hiks"

"Hah? Kok bisa dek? Bukannya tadi pagi kamu seneng banget mau ketemu Vando?"

"Iya, tapi pas udah ketemu aku sama Vando berantem terus Vando mutusin aku."

"Terus kok kamu baru pulang jam 7 gini?"

"Tadi pas mau keluar dari Cafe, aku ketemu Nadmi terus dia liat aku abis nangis. Akhirnya aku sama Nadmi pergi ke Taman Kota buat ceritain semuanya, terus kami pergi ke Mall" Qeena melepaskan pelukannya

Mamah nya Qeena sangat paham dengan kondisi anak nya yang sedang patah hati. Menurut Mamah Qeena, sekarang bukan saat yang tepat untuk menanyakan kenapa Qeena dan Vando bisa putus. Saat ini, kondisi Qeena terlihat buruk. Qeena lelah. Lelah perasaan untuk meyakinkan dirinya sendiri bahwa hubungan nya yang telah berakhir ini bukan mimpi dan lelah fisik karena sudah seharian dia pergi -tanpa sengaja- bersama Nadmi.

###

Malam semakin larut. Jam menunjukan pukul 23:30 tetapi Qeena belum juga bisa tidur. Ia mengingat kembali kejadian yang di alami nya hari ini. Kejadian dimana dia dan Vando mengakhiri hubungan mereka.

"Maaf, aku rasa kita harus putus" Kalimat yang diucapkam Vando masih ter ngiang-ngiang di telinga Qeena. Berkali kali Qeena memejamkan mata, bukan untuk berusaha tidur tetapi untuk mengurangi sediiiiiikit kepedihan nya.

"Qeena" suara lelaki disertai suara pintu terbuka membuyarkan lamunan Qeena. Saat Qeena tahu siapa yang berdiri dipintu kamarnya, ia segera mengubah posisi yang sebelumnya berbaring menjadi duduk.

"Mau ngapain malem-malem gini ke kamar gue?" Tanya Qeena.

"Ngga, cuma mastiin kalau adek gue baik baik aja"

"Mana ada orang patah hati baik-baik aja. Ngga bakal ada. Kalau pun ada itu semua cuma dusta. Kemunafikan yang ia buat sendiri untuk menutupi segalanya yang ia rasakan."
Mendengar jawaban adiknya tersebut, bang Farez hanya tersenyum. Menunjukkan deretan gigi putih nya.

"Gue kira lo bunuh diri gitu dek" bang Farez tertawa kecil. Kedua tangannya dilipat didepan dada bidang nya.

"Yakali bang gue bunuh diri cuma gara-gara cowo. Lebay amat. Kaya udah abis aja stock cowo di dunia ini"

Kemudian bang Farez menghampiri Qeena dan duduk disebelahnya.

"Gue tau lo bukan tipe cewek yang cukup tegar menghadapi masalah sendirian"
bang Farez memeluk Qeena,
Qeena terdiam.

"Gue juga tau ko dek, rasanya ditinggal sama orang yang kita sayang, kita cintai. Itu semua kaya mimpi kan? Dulu, berpisah dari dia cuma jadi mimpi buruk aja, tapi sekarang jadi kenyataan. Sakit. Tapi mau gimana lagi?" Bang Farez mencoba menegarkan adik nya itu. Dan air mata Qeena menetes tanpa ia sadari.
Akhirnya Qeena menjelaskan semua nya.

Setelah mendengarkan penjelasan dan mencoba menegarkan Qeena, bang Farez pergi dari kamar Qeena. Karena bang Farez sudah tak kuat menahan kantuk nya. Dia lelaki. Tapi tidak kuat kalau harus tidur diatas jam 12.
-----------------------------------------------------------

"Tidak ada yang tidak terluka ketika cinta harus berakhir. Kecuali, cinta yang ada hanya sebuah rekayasa"

BrokenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang