Sudah seminggu aku menjalani hari-hari tanpa ada dia, kekasih ku -tak sanggup kalau harus berkata Mantan ku- yang sangat ku sayangi, dan ku rindukan. Semenjak putus hari itu, dia tak menghubungi ku lagi, sekedar bertanya kabar saja TIDAK. Asal kalian tahu, sampai saat ini aku masih mengganggap 'penyebab' putus nya aku dengan dia itu adalah hal yang tidak logis.
Selama satu minggu itu juga aku disuguhi pemandangan yang tak meng-enakkan hati. Bagaimana tidak? Pagi-pagi saat baru masuk gerbang sudah melihat Evelyn gelayutan di tangan Vando, entah itu tangan kanan atau kiri. Saat jam istirahat, mereka sedang suap-suapan di kantin -mmm lebih tepatnya Evelyn yang menyuapi Vando. Dan lelaki pujaan ku itu tak membalas suapannya. Hahaha -bolehkah aku tertawa melihat sikap Vando seperti itu? Oh tidak tidak, tersenyum saat mereka bersama pun aku tak sanggup. Apalagi tertawa?
Tak ketinggalan, selama seminggu itu juga setiap malam aku rutin menangis, merindukan sosok nya yang dulu bersama ku. Menghangatkan setiap waktu ku. Memberi tawa sebagai pelangi di hari-hari ku.
Membuat seluruh kepercayaan ku aku curahkan padanya.
Aku mencintai nya begitupun dia.
Hanya saja aku tetap mencintainya hingga saat ini, tetapi dia..... Ah, entahlah aku bukan peramal yang bisa membaca pikiran orang.Petir menyambar hati ku begitu kuat. Membuat sebagian bahkan hampir seluruh nya rusak, pecah berkeping-keping, berserakan entah kemana. Aku sengaja tak ingin mencari kepingan hatiku. Biar saja suatu saat nanti seseorang yang mencarinya, mengambil nya lalu memasangkan nya. Membuat hati ku utuh kembali. Walau aku sendiri pun tidak tahu seseorang itu siapa dan kapan waktu nya ia mengembalikkan kepingan hati ku.
Aku hanya dapat berharap, semoga dia adalah lelaki yang baik, yang bisa menjaga kepercayaan ku sepenuh nya, dan tak berkhianat sedikit pun. Semoga.***
Aufa sudah berada di depan rumah ku dengan jaket jeans yang ia pakai. Ya, akhir-akhir ini aku berangkat dan pulang sekolah bersamanya karena bang Farez telah kembali ke asrama. Jadi, mamah menyuruh Aufa untuk menjadi tukang ojek ku.
Kenapa tidak bareng saja dengan kak Kia? Mungkin kalau kami 1 sekolah, kami akan berangkat sekolah bersama."Qeena.... Qeena... sekolah yuk" Aufa meniru gaya anak kecil yang sedang mengajak temannya main.
"Ngga ah males sekolah mulu. Qeena udah pinter" jawab ku dari teras rumah sambil memakai helm. Karena Aufa tidak akan pergi jika aku tidak memakai helm. Lebay emang.
"Yaudah kalau gitu gue berangkat ya" Aufa menghidupkan mesin motornya
"Eitsss jangan dong Aufa ganteng nanti Qeena imut berangkat bareng siapa?" Aku segera berlari menghampiri Aufa ketika mendengar suara motor Aufa yang siap untuk melaju.
"Kok gue enek ya denger kata-kata Qeena imut" Aufa membuka kaca helm full face nya, menunjukan ekspresi jijik.
"Ck udah ah ayok berangkat" Aku menaiki motor ninja berwarna merah itu. Tak lama motor tersebut melaju dengan kecepatan sedang, mengukur setiap inchi jalanan.
Seperti biasa, aku dan Aufa tidak akan bercakap-cakap ketika di perjalanan.
Dan kami hanya butuh waktu 15 menit saja untuk sampai di sekolah."Qeen liat deh si monyet. Gue kira udah ga gitu" Pandangan Aufa tertuju kepada dua orang yang berjalan di koridor.
"Eh gila parah lu, jangan ngatain monyet Fa. Kasian. Hahahahaha" aku tertawa mendengar Aufa yang meng-inisialkan Monyet kepada salah seorang diantara mereka
"Abis gelayutan mulu kaya monyet. Takut pisang nya Vando diambil orang kali"
"Hahaha hahaha hahaha hahaha Aufa bodoh hahahahahaha" aku tertawa terbahak bahak mendengar ucapan Aufa tersebut.
Tawa ku belum sirna hingga aku masuk kelas.
"Qeen sehat?" Tanya Nadmi keheranan."Alhamdulillah sehat" aku duduk di sampingnya.

KAMU SEDANG MEMBACA
Broken
RandomRyszarda Saqeenarava : Mungkin ini jalan terbaik yang tuhan beri. Aku hanya bisa mencintai mu dari alam yang berbeda saja.