BAB XIV

82 3 0
                                    

BAB XIV
Mereka sudah mengelilingi tepi danau
"wah, itu tandanya ka Junior cemburu sama kakak. Aku bener kan, rencana awal ku sukses."
Dhikel tersenyum.
Sepertinya ia. Tapi apa benar cemburu?
"masa sih cemburu?? Gak bisa percaya deh."
"itu ada bangku , kita duduk disana saja."
Dhikel melirik bangku yang ada ditepi danau. Letak bangkunya tepat disebuah pohon besar yang diselimuti bunga –bunga kecil berwarna putih.
"wah, tempatnya indah."
Dhikel menegang, sebuah bayangan yang cukup jelas tiba-tiba muncul dibenaknya. Gadis itu duduk ditepi danau bersama seorang laki-laki. Mereka duduk ditepi danau dibawah pohon yang Dhikel duduki sekarang. Tapi tidak ada bangku, hanya lesehan dirumput-rumput.
Sebuah pohon tempat mereka duduk dibawahnya menjatuhkan setangkai bunga putih yang masih utuh dipangkuan laki-laki itu.
Laki-laki itu tersenyum, dia memberikan bunga yang jatuh kepada gadis yang ada disampingnya.
"ini untukmu. Sepertinya jodoh, bunga nya jatuh sendiri dipangkuanku. Jadi buat kamu saja."
Wanita itu tersenyum sipu menerima pemberian laki-laki yang sangat dicintainya.
"Sepertinya alam mendukung. Romantis banget"
Laki-laki itu ikut tersenyum.
"sayang kamu pakai jilbab. Kalau gak pakai, pasti sudah aku pakaikan ketelinga kamu."
Gadis itu tesenyum lagi. Baginya ini saja sudah cukup. Dipegang erat bunga pemberian laki-laki itu. Gadis itu bertekad tak akan membuangnya meski sudah layu.
"jaga baik-baik bunganya. Kalau sampai hilang, berarti cintaku juga hilang."
"yah. Satu kelopaknya lepas."
Gadis itu mulai panik, tak sengaja dia merusak bunganya.
"aku ngasih bunga itu masih utuh, kalau sampai rusak. Cintaku juga rusak."
Gadis itu tak menganggap serius perkataan laki-laki tersebut.
"lama-kelamaan juga akan layu."
"kalau layu, cintaku juga akan layu."
"gak mungkin gak layu. Ini tuh udah kodrat alam, bunga yah kalau gak dipohonnya pasti layu. Gak mungkin enggak. Jadi bukan salah aku jika layu. Tapi, biarpun layu akan aku simpan kok."
Gadis itu tesenyum, mencium wangi bunga yang tak semerbak itu.
Laki-laki itu memalingkan pandangannya kearah danau. Lalu menaikan kedua bahunya
"terserahlah."
"kalian juga sih, sudah aku bilang berhenti latihan, malam ini kita akan tampil, ngeyel sih dibilangin, dini kan."
"sindy takut kalah, dia ingin hasil maksimal. Latihan terakhir katanya. Gladiresik."
Dhikel menoleh kearah belakang. Mereka masih saja memperdebatkan masalah dance itu.
Rencananya dari perwakilan group putri akan menampilkan dance dalam pentas seni nanti malam. Tapi mungkin akan gagal karena salah seorang dari pemainnya terluka.
"kalian butuh pengganti. Aku bisa menolong."
"hah?"
"iia. Jika kalian tak keberatan."
Dhikel memang pernah mengikuti club dance ditempat kuliahnya, tak ada salah nya jika membantu teman yang sedang kesusahan, meski Dhikel tahu mereka bukan temannya yang baik.
"kamu? Apa enggak salah."
Seperti yang Dhikel duga, mereka pasti meremehkannya.
"jika kalian mau aku akan membantu. Tapi jika tidak. Aku tak akan rugi."
Dhikel berbalik hendak menjauhi mereka.
"tunggu."
Dhikel berhenti. Dia membalikan badannya menatap temannya itu.
"lo bener bisa Vin. Tugas lo kan sandi."
"percaya aja sama gue. Gak akan gue bikin malu."
***
Pentas seni sudah dimulai. Semua peserta pramuka berkumpul didepan tenda untuk menyaksikan ferpomer yang ditampilkan masih-masih group.
"sebentar lagi giliran sekolah kita kan?"
"iia, ngomong-ngomong, dimana temanmu itu?"
"siapa?"
"Elvina. Aku tak melihatnya sejak tadi."
Mendengar pertanyaan Reza, Sia menyadari ada yang tertinggal. Elvina memang tak terlihat sejak dia pergi membeli konsumsi.
"kenapa kau baru menyadarkannya. Dia akan ketinggalan penampilan teman kita. Dia harus menyaksikannya. Sindy dan kawan nya sudah berlatih keras untuk tim kita. Tak boleh dilewatkan."
Sia memutar tubuh, melangkahkan sedikit langkahnya untuk pergi. Sampai sebuah tangan menghentikannya.
"kau mau kemana?"
"mencari Elvina tentunya."
"lupakan saja. dia pasti sedang menontonnya ditempat lain, orang begitu banyak kau ingin mencari nya bagaimana? Itu giliran kelompokmu sudah mulai."
Kelompokku? Sia langsung mengurungkan niatnya mencari Elvina. Dia berfikir mungkin benar juga. Elvina pasti sedang melihatnya sekarang, dilain tepat.
Sia menoleh. Betapa terkejutya dia menyaksikan Sindy dan temannya melakukan dance dengan style yang jauh berbeda dari apa yang mereka latih selama ini.
Awalnya semua gelap. Lalu lampu satu arah menyoroti tempat mereka berbaris membentuk lingkarang tepat saat terdengar suara musik pertama kali. Semua gadis menjauhi titik tengah lingkaran tersebut. Dan disana terdapat seorang gadis yang berdiri dengan kepala menunduk. Ketukan musik meninggi, saat itulah semua lampu yang ada menyala, menerangi panggung mereka. Dengan bantuan lamu yang menyala terang, ternyata tak mampu memperlihatkan wajah mereka. Karena semua personilnya memakai topeng. Dengan topeng itulah mereka menari membentuk modifikasi terhadap bentuk barisan mereka. Sebelum ending, semuanya membuka topeng mereka dan membuang topeng mereka kedepan.
semua ini menjadi kejutan untuk teman satu sekolah mereka. Terutama Sia, salah satu dari gadis yang mereka kenal adalah Elvina. Tak ada Sindy disana, hanya Elvina yang membuat semua mata terbuka karena tak percaya. Gadis itu melakukannya, hal yang menurut mereka bahkan tak terfikirkan, Elvina akan melakukan dance.
Di ending permainan mereka. Dhikel meloncat dari tangan ketangan hingga 3 tingkat, berdiri diatas dan melompat , memutar tubuhnya beberapa kali , lalu mendarat ditangan tingkatan paling bawah.
Satu detik, dua detik, dan beberapa detik berlalu. Sampai akhirnya terdengar suara tepuk tangan yang meriah, ternyata butuh cukup waktu untuk menyadari bahwa permainan mereka sudah berakhir.
Dhikel memisahkan diri dari kelompok dancenya tadi. Dia hendak menemui temannya Sia, pasti penampilannya akan menjadi kejutan untuk banyak orang, dan dia tak sabar untuk menanyakannya langsung kepada Sia.
"hei,,,"
Dhikel menghentikan langkahnya, berusaha memastikan siapa yang baru menyapa nya tadi.
"sudah lama tak bertemu."
Laki-laki itu tersenyum ramah didepan Dhikel.
Astaga, itu Dion. Sedang apa anak itu disini.?
lama Dhikel tak bergerak karena fikirannya sendiri. dion pasti mengenalinya sebagai Dhikel. Bagaimana jika Dion sampai bertanya kenapa Dhikel bisa ikutan dance. Tapi, mungkin saja Dion tak melihat dancenya tadi, atau tak mengenalinya mungkin, dia mengenali Dhikel sebagai Vina, bukan Dhikel. Semoga..
"kok bengong?"
Dhikel mengerjab, tak sadar dia telah menganggurkan lelaki didepannya dalam kurun waktu beberapa menit.
"dancenya keren." Mati lo. Dhikel memaki dalam hati, harapan yang satu sudah punah, Dion melihat aksinya.
"tapi,,,"
Kata tapi yang keluar dari mulut Dion saja sudah cukup mampu membuat Dhikel semakin menggigil. Tapi? Tapi apa lagi?
"Bukankah kakak sudah kuliah, ini kan acara SMA. Kok kakak bisa ikut show."
Kali ini jantung Dhikel benar-benar nyaris berhenti, habislah semua tak bersisa semua harapan nya.
Berharap Dion tak mengenalinya, berharap Dion tak melihat aksinya. Dan berharap tak bertemu Dion, semuanya menjadi kemustahilan sekarang.
Dhikel memikirkan seribu alasan untuk menjawab pertanyaan Dion yang membuat dia terasa mengikuti Ujian sekolah kembali dengan tingkat kesulitan berates-ratus kalilipat. Apa yang herus dijawabnya sekarang?.
"ohh, aku tahu, kakak pasti jadi opening acara ini. Wajar sih, permainan kakak sudah bagus."
Baru Dhikel hendak membuka mulut untuk membantah perkataan Dion, tapi tak jadi, dia menutup kembali mulutnya dan mengurungkan niatnya untuk membiarkan kesalahfahaman Dion berlanjut.
"VINA......"
Semua usahanya unutk membiarkan Dion salah faham kini juga hilang, kenapa disaat seperti ini Sia malah datang menemuinya dan memanggilnya dengan panggilan Vina. ,au tak mau dia harus menyahut.
"ia..." Sia mendekat. Gadis itu menepuk punggung temannya dengan bangga.
"kau hebat sekali. Permainanmu sangat bagus tadi. Aku tak menyangka kau bisa melakukan itu."
Sia baru menyadari ada orang lain yang ikut bersama mereka.
"vina, siapa cwo ini. Apa dia pacarmu?"
"apa?? Ohhh, bukan. Dia ...?"
Dhikel ragu memberitahu siapa laki-laki yang ada didepannya.
"dia..."
Dhikel hanya mengulangi kalimat dia,,, tanpa brmaksud memberitahu namanya.
"siapa?? Kenalin dong?"
Mendengar permintaan yang menurut Dhikel sangat tidak penting, Dhikel memutuskan lebih baik Sia tahu siapa laki-laki yang ada disampingnya itu.
"sudahlah, dia itu Dion."
"apa?? Jadi ini yang namanya Dion?? Kenapa tidak bilang?Ayo kita pergi. "
Dhikel mulai berfikir. Dion pasti tak akan mengerti dengan apa yang terjadi hari ini. Jelas-jelas Dion mengenalinya sebagai Dhikel, tapi temannya malah memanggilnya Elvina.
Merasa tertolong dengan ajakan Sia untuk pergi, Dhikel tak berniat melewatkan kesempatan ini sedikit pun. Dia langsung berjalan mengikuti tarikan tangan Sia yang memaksa Dhikel untuk pergi, padahal tanpa harus ditarik pun Dhikel akan mengikutinya dengan senang hati.
"kau masih saja menemuinya, sudah ku bilang laki-laki itu tak pantas untukmu. "
"aku tak menemuinya."
Bantah Dhikel, dia memang tak menemuinya. Laki-laki itu sendiri yang datang menemuinya.
"sudahlah, tak penting juga membicarakan itu. Kudengar laki-laki itu juga sudah putus dengan cwenya yang dulu, siapa? Ahh, pokoknya teman sebelah rumah mu itu. Sekarang kan kalau aku tidak salah dengar, cwe barunya Sindy. Anak yang kau gantikan perannya itu. Ngomong-ngomong soal peran, kenapa kau yang ada disana tadi. Bukankah seharusnya Sindy. "
"Sindy terluka."
"terluka kenapa?" Dhikel malas menjawab terlalu detail pertanyaan temannya. Dia baru menyadari ada hal yang harus ditanyakannya sekarang. Dia mendengar kata putus, dan pacar baru.
"kau bilang tadi sindy pacar nya Dion. Kenapa kau tak pernah bilang."
"kenapa?"
Sia membuang pergelangan tangan Dhikel yang sejak tadi ditariknya. Dia merasa benci, kenapa gadis ini masih mempermasalahkan kenapa dia tak memberi tahunya. Padahal sudah jelas. Sia tak mau sahabatnya itu terluka. Bahkan setelah setahun mereka tak bertemu, Sia masih takut Dhikel masih mengharapkan laki-laki yang bernama Dion itu.
"kau bilang kenapa?? Apa ini penting untuk mu Vina, kau jauh lebih baik dengan tak pernah mengetehui apapun tentang dia. Aku benci kau malah bertanya kenapa?"
"yah. Aku hanya ingin tahu. Apa tidak boleh, terlebih lagi. Jika tahu sindy dan Dion berpacaran. Aku akan punya alasan kuat untuk menjauhi nya. Berjaga-jaga jika malah dia yang berusaha menemui ku."
"aku hanya tak mau kau semakin terluka karenanya. Itu saja. Apa itu salah? Kau selalu seperti orang frustasi, hingga sekarang kau masih terlihat seperti itu. Kau sering melamun. Kabar angina yang kudengar. Tidak, kabar angina itu benar. Aku tak mau menceritakannya karena kau masih meragukan."
Mendengar kepedulian temannya Dhikel menjadi terharu, saat seperti ini masih ada sabahat setianya yang bahkan rela menunggu selama satu tahun, saat dia tak bisa ingat siapapun. Tapi satu sisi yang lain, dia sangat prihatin terhadap dirinya dulu. Betapa dulu dia hidup dengan sangat menyedihkan. Mencintai orang yang tak pernah dicintainya, bahkan rela mati sementara orang yang dicitainya tak pernah memikirkan bagaiamana perasaannya.
"aku minta maaf Sia, tapi aku tak seperti dulu lagi.. aku juga sudah memiliki penggantinya."
Meski dia mengakui kemalangan hidupnya masih terus menghantuinya. Karena orang yang disukainya sekarang juga tak pernah mencintainya.
"apa kau serius ? siapa?"
"tentu saja. Dia anak kuliahan. Namnya Junior. dia sangat tampan. Kau juga akan tergila-gila jika melihatnya."
Dhikel masih bisa memperlihatkan senyumnya meski sebenarnya hatinya cukup sakit karena kenyataannya cintanya memang semalang cintanya dengan Dion dulu. Hanya saja ini lebih baik. Karena Junior tak pernah mempermainkan hatinya.
"kau bercada.aku tak akan mengambil milikmu Vina, aku senang jika kau punya pengganti Dion. Siapa namanya, apa aku mengenalnya."
"tidak mungkin, namanya Junior. kau tidak mungkin mengenalnya, dia mahasiswa di UI. Memang kau punya kenalan disana?"
"kau menghina? Karena kau punya kenalan di UI. Aku sih memang tak punya. kapan kau akan kenalkan kepadaku."
"entahlah. Mungkin lain waktu."
"kau , kedengarannya seperti tak meyakinkan. Apa kau takut aku menyukainya juga? Ayo lah Vin.."
Dhikel tersenyum. Bukan karena takut temannya Sia terpesona dengan ketampanan yang dimiliki Junior. tapi dia tak yakin , karena dia sendiri mungkin tak akan pernah menemuinya lagi.
"ayolah. Kita pergi. " Malam itu ditenda putri terjadi kegencaran, kearena kedatangan tamu tampan yang membuat semua mata wanita tak mengedip. Sia sendiri tak bisa mengendalikan dirinya untuk tidak menatap laki-laki itu.
"sedang apa laki-laki tampan disini.?"
"apa dia berasal dari tenda putra? Apa peserta juga?"
"sepertinya bukan. Peserta putra pasti masih memakai seragam pramuka. Dia tidak."
"tampaannnnnyaaaaaa.­."
"kenapa berhenti didepan tenda kita. Mungkin dia terpesona denganku."
"tidak mungkin ada banyak gadis disini. Mungkin sindy jadi incerannya. Dia yang paling cantik."
Semua wanita hanya bisa berbisik-bisik. Sindy tersenyum mendengar pengakuan temannya. Dia yang paling berani melangkahkan diri untuk keluar menemui laki-laki tampan itu.
"hei.. cari siapa?"
"ohh. Hei,, maaf aku megganggu. Benar ini tenda SMAN 1 Babelan?"
"ia. Tentu saja. Bukankah ditendanya sudah ada tulisannya. BTW cari siapa yah?"
"aku mencari gadis bernama Dhikel."
"Dhikel?"
Sindy sengaja memberikan pengulangan nama Dhikel, agar teman yang lain bisa mendengar siapa yang dicari laki-laki tampan ini. Semua temannya tidak ada yang mengenal nama Dhikel. Karena disekolah mereka tak ada murid yang namanya Dhikel.
Sebagian murid terutama Sindy yang paling terobsesi, mengira bahwa laki-laki itu sebenarnya tidak sedang mencari seseorang. Mungkin laki-laki itu sengaja menanyakan nama yang tidak dikenalnya. Sekedar untuk cari simpati dan sekedar mengajak kenalan. Atau meminta maaf dan menanyakan nama sang gadis yang ditanyanya. Kebanyakan laki-laki memang suka menggunakan metode kuno itu.
"setahuku tidak ada yang bernama Dhikel disini. "
"tidak ada yah?"
Tanya laki-laki itu berusaha memastikan. Jelas-jelas dia tadi melihat gadis itu saat Show dipanggung pentas seni. Tapi dia tak sempat menemuinya karena begitu dia hendak menemui gadis itu. Sudah ada laki-laki lain yang bersamanya, Dion. Dia mulai memikirkan apakah mungkin dia salah sekolah. Sudah jelas tadi panitia memanggil perwakilan dari SMA NEGRI 1 Babelan. Atau mungkin ada kesalahan lain. tapi apa.
Memikirkan banyak kesalahan yang mungkin, Junior berfikir untuk menjawab pertanyaan gadis itu saja. Gadis yang sekarang sudah ada didepannya.
"Junior."
Mendengar satu kalimat itu, Sia baru menyadari, tentang laki-laki yang disukai Dhikel tadi. Bukankah tadi Vina bilang, laki-laki yang disukai nya itu bernama Junior. mungkinkah laki-laki ini.?
"tunggu sebentar."
Sia berusaha mengencangkan volume suaranya, lalu berusaha mencapai tempat terdekat dengan laki-laki yang mengaku bernama Junior itu.
Junior menoleh kearah gadis yang meneriakinya , memintanya untuk menunggu.
"apa benar namamu Junior?"
"iia."
Junior tak mengerti kenapa anak itu terlihat seperti senang karena namanya Junior.
"kau yang berkuliah diUI itu kan?"
"iia. Bagaimana kau bisa tahu. Apa kau mengenalku."
Seingat Junior, dia tak pernah mengenal anak dari Bekasi. Siapa gadis ini sebenarnya.?
"ohh astaga. Ternyata Vina benar. Kau sangat tampan, tak salah dia menyukaimu."
"Vina??"
Seingatnya juga, dia tak punya kenalan yang bernama Vna. Siapa itu Vina.?
"iia, Elvina."
"El-vi-na?"
Junior mulai mengingat-ingat nama Elvina yang jika tak salah dulu dia pernah mengenal nama itu.
Astaga, dia baru ingat nama Dhikel yang sebenarnya adalah Elvina. Dipanggil Dhikel karena dia anak terakhir. Dhik-El. Hannya sekali dia mendengar penjelasan nama Dhikel dari Angga. Hanya Angga seorang. Untung memorynya cepat dan jangka panjang.
"ahh, benar. Nama aslinya Elvina. Apa kau mengenalnya?."
"apa kau kesini untuk mencarinya.?"
"hah?"
Kenapa gadis ini terlihat sangat tertarik dengan perasaannya.
"nona apa kau mengenalnya?" Tanya Junior berusaha memastikan pertanyaannya tadi, dan berusaha menghindari pertanyaan gadis itu
"tentu saja, dia selalu membicarakanmu."
"hei-hei... tunggu dulu. Apa kalian saling kenal. Dan Elvina siapa yang kalian maksud?"
Sindy mencela dibalik permbicaraan mereka yang mulai serius. Dia tak yakin Elvina teman satu tendanya yang mereka maksud. Mana mungkin gadis seperti Elvina memiliki kenalan setampan ini. Apa mereka pacaran?.
"kenapa?"
Mendengar namanya disebut, meski tak terlalu keras, Dhikel langsung menyahut dan bertanya kenapa?.
Semua mata menoleh kearah sumber suara. Gadis itu masih menggerai rambutnya, kini berdiri tepat dibelakang Junior. sehingga untuk menoleh dan melihat siapa gadis itu. Junior terpaksa harus membalikan tubuhnya.
Kedua mata itu bertemu. Mata sang gadis yang dicarinya. Dan mata sang pria yang dirindukannya. Keduanya hanya diam untuk sepersekian detik. Sampai akhirnya Dhikel memecahkan suasana.
"kakak...."
Dhikel hanya bisa bergumam kecil, tapi tak tahu setelah itu harus bicara apa lagi. Tapi belum sempat dia menemukan kata-kata apa yang akan keluar berikutnya. Tubuhnya sudah keburu terhunyung kedepan. Sepasang tangan besar menariknya hingga keseimbangannya jatuh, tapi laki-laki itu tak membiarkan tubuhnya jatuh. Karena setelah tubuh itu goyang, tangan itu sudah merengkuhnya dan menjatuhnya kedalam pelukan.
Dhikel mengerjap, sadar. Tapi tak berusah melepaskan pelukan itu. Pelukan yang dulu hanya bisa dia impikan, dan sekarang terwujud. Untuk pertama kalinya, Junior memeluknya.
Semua mata menatap sebuah adegan yang tak terduga itu. Dhikel bersama laki-laki tampan, dalam pelukan. Bagaimana bisa??.
Beberapa detik dibiarkan berlalu dengan gadis dalam pelukannya. Sudah lama, terasa lama sekali mereka tak pernah bertemu lagi. Dan kini dia bisa leluasa memeluk gadis yang tanpa sadar telah masuk kedalam hatinya terlampau jauh.
Ditarik tubuh gadis itu menjauh dari pelukannya, tapi dia tak membiarkan gadis itu bebas dari tangannya. Junior masih memegang pundak gadis itu, ditatapnya mata gadis itu dan memaksa gadis itu ikut menatapnya balik.
Junior tersenyum. Jantung Dhikel terasa mencelos, laki-laki yang selama ini disayang nya kini menatapnya dengan sangat lekat dan dekat. Menghipnotis Dhikel, sehingga dia tak bisa memalingkan pandangannya untuk tidak menatap balik Junior.
"kenapa menatapku seperti itu?"
Merasa tak mampu lagi terus menerus menatap Junior. Dhikel berusaha memalingkan wajahnya dengan menundukan kepala dalam-dalam ketanah.
Tapi tanpa pernah menduganya, sebuah tangan menarik dagunya. Memaksa dirinya kembali menatap Junior.
"sudah lama tak bertemu. Kau terlihat berbeda. Kau,,,,,,"
Junior memajukan kepalanya mendekati wajah sang gadis, tapi sang gadis malah menjauhkan kepalanya karena merasa malu, terlalu banyak saksi yang melihat saat ini.
Gadis ini tak seperti dulu lagi. Sudah tak menggodanya lagi. Dan tak seanarkis dulu jika mereka bertemu. Gadis ini lebih banyak diam.
"apa kau sudah makan?."
Kau terlihat sudah tak menyukaiku lagi.
Dhikel tak mampu berkata lagi. Bahkan untuk menjawab pertanyaan Junior dia tak mampu. Dengan terpaksa Dhikel hanya menggelengkan kepalanya dengan dagu yang masih disangga tangan Junior.
Junior tersenyum, melepaskan semua tangan yang menyangga tubuh Dhikle, tangan yang menyangga dagu sang gadis agar tidak menunduk dan tangan yang lain yang menyangga pundak sang gadsi. Tak mau jika gadis itu pergi.
Selepas tangan itu dari dagunya. Dhikel langsung menggunakan kesempatan itu untuk menundukan kepalanya kembali. Dia sangat sadar saat ini semua mata masih tengah menatap nya.
Junior membalikan kembali tubuhnya menghadap para murid lain yang berada didepan tenda. Junior juga sadar gadis yang ada dibelakang nya sekarang pasti sedang mengalami malu badai menjadi tontonan ditengah ramainya suasana. Bahkan ada diantara gadis dari sekolah lain yang menatap mereka sekarang. Ini kan dalam acara umum.
"maafkan aku. Kurasa aku sedikit tidak sopan. Tapi, bolehkah aku mengajak Dhikel pergi, hanya untuk makan sebentar.?"
Yang ditanya hanya berbisik-bisik kecil, ragu apa yang harus mereka jawab dan ragu kepada siapa pertanyaan itu ditunjukan. Malam ini memang free, semua acara sudah selesai, tapi mereka masih butuh tidur untuk menghadapi hari esok. Karena kelelahan sepanjang waktu, masih akan menunggu selama dua hari yang akan datang. Dan waktu mereka istirahat hanyalah saat malam tiba.
"jadi ? bagaimana? Apa boleh?"
Hanya Sindy yang masih mampu bicara dan memikirkan tak ada gunanya melarang mereka. Mungkin gadis yang bernama Elvina wajib mendapat pelajaran karena telah mengambil bagiannya dalam pensi.
"tentu saja tak masalah. Pergi saja. Aku tak keberatan. Aku pintru disini."
Dan pulanglah lebih malam. Kau pantas mendapat hukuman karena kesiangan atau karena ngantuk dan tak bisa berfikir fress.
Junior kembali berbalik menghadap Dhikel yang masih menundukan kepalanya. Kenapa sejak tadi kau hanya menundukan wajahmu saja.
"kau mendengarnya. Ayo kita pergi."
Junior meraih satu tangan Dhikel, lalu menariknya, memaksa gadis itu mengikuti langkahnya kemanapun dia pergi.
*** Junior membawanya kesebuah warung kecil dipinggir jalan, dekat dengan perkemahan mereka. Junior masih bisa berfikir. Dhikel masih harus ada diperkemahana itu selama dua hari lagi. Dia masih butuh tidur dan tenaga lebih untuk besok.
Junior bisa tahu jadwal besok masih standar iasa. Tak terlalu melelahkan. Acara wide game nya masih hari esoknya lagi. Kebetulan disini dia sedang mewakili kampusnya sebagai panitia. Jadi dia tahu betul jadwal acara kegiatan itu.
"sepertinya kau tak merindukanku."
Dhikel terkejut, bagaimana bisa Junior berfikir seperti itu, padahal selama ini dia tak pernah berhenti memikirkan Juniornya itu.
"kenapa kau berfikir begitu?"
"kau tidak terlihat bahagia bertemu denganku."
"ahh, benar juga. Aku memang tak terlihat bahagia?"
Awalnya kata-kata itu hanya ucapan yang menjadi keluhan untuk dirinya sendiri, tanpa bermaksud memperdengarkannya pada Junior. tapi sekecil apapun Dhikel mengeluh. Saat itu Junior sedang memperhatikannya baik-baik, baik. Junior pasti mendengarnya.
"kenapa?"
Tanya Junior lemas. Kenapa gadis yang dulu sangat mencintainya, sekarang malah tak senang bertemu dengannya.
Dia tak mendengar Dhikel menjawab pertanyaannya. Gadis itu hanya terlihat terkejut mendengar pertanyaannya.
Akhirnya, Junior hanya mengeluh kecil dan mengulangi kalimat tanyanya lebih lengkap.
"kenapa kau tak bahagia melihat ku?"
"aku tak bilang aku tak bahagia."
Junior terkejut. Jelas-jelas gadis itu tadi bilang seperti itu. Kenapa kini perkataannya berbeda lagi.
"tapi, tadi kau bilang."
"aku hanya bilang, memang aku terlihat tidak bahagia, bukan tak bahagia. Apa kebahagiaan dapat terlihat dari luar?"
Dhikel langsung memotong perkataan Junior, sebelum kesalah fahaman nya semakin jauh.
Tiba-tiba saja nada bicara Dhikel melembut, dan penuh penyesalan.
"kakak tahu kan, tentang aku hanya anak pungut?".
Junior menyadari, gadis ini sedang sedih dengan kenyataan siapa sebenarnya dirinya. Mungkin masih terlalu awal untuk Dhikel dapat mengobati rasa sakit dihatinya, dan menerima kenyataan pahit untuknya.
"aku bahkan sudah tahu sejak awal?"
"apa????"
Dhikel membentak, sementara Junior melirik mimik muka gadis yang sedang menatpnya dengan geram.
"KAU SUDAH TAHU SEJAK AWAL DAN TIDAK MEMBERI TAHUKU?"
"apa aku harus memberitahumu? "
"tentu saja ia."
Jawab Dhikel dengan nada meninggi antara kesal dan memaki.
"dan kau akan langsung percaya?"
Mulut Dhikle sudah tebuka hendak menjawab, tapi semua itu tidak dilanjutkannya dia menyadari ada nada yang sedikit berbeda dari perkataan Junior. pertanyaan itu seolah menekankah Dhikel bahwa dia tak akan langsung percaya.
Melihat Dhikel tak memberi jawaban apapun atas pengajuannya. Junior kembali meneruskan kata-katanya.
"kau akan langsung percaya jika saat itu aku bilang kau bukan anak kandung mereka. Dengan ingatanmu sebagai bagian dari mereka, dan dengan bukti yang bahkan tak ada sama sekali. Kau akan percaya itu?"
"tidak"
Dhikel menyadari kebenaran dari perkataan Junior, dia memang tak akan percaya dan bahkan dia akan menganggap orang yang mengatakan itu sedang mempermainkannya. Atau orang paling jahat yang pernah ditemuinya. Tega-teganya dia mengatakan itu kepada Dhikel.
"kau tak punya banyak waktu. Habiskanlah makananmu itu dan cepat tidur. Kau butuh banyak energy besok."
Dhikel tak menjawab, tapi kemudian Junior dikejutkan dengan kelakuan Dhikle, tiba-tiba saja gadis itu menolehkan wajahnya dan mendekatkannya tepat dibawah pandangan Junior. Dekat sekali, refleks malah Junior yang sebagai cwo harus mundur untuk menghindari wajah Dhikel.
Dhikel tersenyum tapi tidak memperlihatkan giginya yang putih. Seperti Dhikel yang dulu Junior kenal, Dhikel yang selalu menggodanya dan membuat Junior kesal. Tapi kali ini, godaan gadis itu malah membuat Junior senang.
"apa kau mengkhawatirkanku?"
"aku hanya bertanggup jawab, jika kau kenapa-kenapa , aku yang akan mendapat masalah. Biar bagaimanapun, aku yang mengajak mu makan."
"ahh, bohong."
Dhikel menjauhkan wajahnya dari wajah Junior, Junior mengembalikan posisi wajahnya seperti semua, tegap. Bukan condong kebelakang.
"kau sepertinya menyukaiku."
"hanya karena aku memintamu tidur lebih awal apa aku menghawatirkanmu, dan menyukaimu."
"kau mengajakku makan."
Dhikel berbicara , seolah tak ada orang lain disana, dia mengalihkan pandangannya kejalanan yang sepi. Dan melihat hanya ada anak lain yang sedang makan dimeja makan yang lain.
Junior menatapnya, tapi tak mampu menjawab. Memang benar dialah yang mengajak Dhikel makan.
"kau bahkan memelukku."
Kali ini dengan cepat Dhikel menggerakan pandangannya kewajah Junior ingin memastikan reaksi apa yang Junior berikan. Ternyata cukup baik, Junior sedikit terkejut menyadari kebenaran perkataan gadis itu, kini dia juga tak mampu menjawab, dan hanya bisa menatap balik.
"wahhhh... padahal aku tak membalas pelukanmu lho. Kau yang memelukku kuat-kuat."
Dhikel tersenyum puas sekaligus menggoda laki-laki tampan yang ada didepannya. Dia menggerakan alis matanya untuk meminta pengakuan Junior atas kebenaran kata-katanya.
Dhikel baru nmenyadari semua yang sudah terjadi antara dia dan Junior. Pelukan, permintaan ijin pergi berdua, dan sekarang mereka masih makan bersama.
"kau selalu mendekatkan wajahmu kewajahku. Apa kau mau aku cium?."
"tentu saja."
Dhikel malah memberikan pipi kanannya mengarah kewajah Junior.
"kau belum pernah menciumku."
Junior tersenyum,
"masih sama saja dengan yang dulu?"
Dhikel menjauhkan pipinya dari wajah Junior. Lalu memainkan bibirnya penuh penyesalan.
"tentu saja. tidak ada Dhikel yang dulu atau yang sekarang jika menyangkut cinta."
"jadi kau masih mengharapkanku?"
***
Dhikel masih memikirkan maksud Junior sebenarnya. Apakah itu tandanya Junior juga menyukainya, memberi kesempatan untuknya atau apa?. Dhikel masih tak bisa percaya dengan pendengarannya waktu itu.
"kau masih memikirkan dia?"
Dhikel menoleh, sumber suara itu menyadarkannya akan kenyataan.
Sia berdiri tepat disebelah kanan Dhikel. Sementara gadis itu sendiri sedang duduk diperpustakaan memegang buku biologinya. Pelajaran IPA yang hanya membutuhkan keterampilan membaca. Tanpa harus mengerti rumus atau membutuh kan guru setiap kali dia harus mempelajarinya. Pelajaran itu bisa dipelajarinya kapan saja dan dimana saja. Bahkan jika tak ada guru.
"Sia,"
Gadis itu mengulurkan senyumnya, dan Dhikel membalas senyum temannya itu.
"kau masih bisa melamun, padahal ditanganmu ada buku besar yang menunggu kau baca. Sudah sampai halman berapa kau membacanya?"
"hah?? Ini."
Dhikel menaikkan tanga kanannya yang memegang buku Biologi tebal itu, untuk menunjukan kepada temannya buku yang sedang dia baca.
"aku bahkan belum membacanya sama sekali. "
"kau bercanda. Kau ingin menjadi juara satu bukan."
Sia menarik kursi didepan Dhikle lalu duduk didepannya.
"menjadi juara satu , apalagi dalam satu sekolah itu sulit Dhikel, Juara satu dikelas saja belum tentu, dan kau masih sempat melamunkannya ditengah kau harus bekerja keras. Sungguh malang."
"aku pasti bisa jadi juara satu. Kau tenang saja. kau tak pernah tahu kekuatan cinta itu dahsyat."
"ahh, aku tahu aku tahu. Kau melakukan ini karena tantangan Junior bukan?"
Dhikel hanya tersenyum, lalu kembali perpura-pura menekuni bukunya.
Junior akan menerima ku jika aku sepintar dia. Menyainginya diperkuliahan memang tak mungkin, tapi aku akan menjadi juara satu disekolah ku. Sama seperti dia yang menjadi juara satu ditempat kuliahnya. Itu benar.
"sudah hampir bel. Ayo masuk."


Salju Akhirnya MencairTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang