Chapter 6 : Pulau Raja

311 21 13
                                    

Sesampainya di Bandar Juanda, Surabaya, D'Breakers dijemput Pak Karman-supir pribadi Pak Alfred-. Perawakannya tampak sederhana dan bersahaja. Tugas Pak Karman adalah menjemput D'Breakers di bandara dan mengantar mereka ke Pulau Raja melalui Selat Madura.

"Maaf, Pak. Apa bapak sudah lama mengabdi pada keluarga Alamsyah?" Alis sang sekretaris memulai aksinya, membuka percakapan, menggali informasi untuk mendapat petunjuk pemecahan kasus yang akan mereka hadapi.

"Hampir dua puluh tahun, Non, saya menjadi supir di keluarga ini. Enam tahun bersama keluarga Tuan Benjamin, dan sekarang bersama keluarga Tuan Alfred."

"Wah, lama juga ya, Pak. Uhm ... , apakah Bapak bisa bercerita sedikit tentang keluarga Pak Benjamin?"

"Maksudnya?"

"Uhm, maaf kalau kami terkesan kurang sopan. Tapi kami diundang ke sini untuk membantu memecahkan teka-teki warisan Pak Benjamin. Jadi kami pikir ada baiknya bila kami tahu sedikit mengenai keluarga ini." Alis tampak segan mengucapkannya.

"Baiklah, akan kuceritakan sedikit yang kuketahui. Tuan Benjamin terkenal sebagai pengusaha sukses dan kaya. Beliau memiliki isteri yang baik dan selalu mendukung beliau. Anak-anaknya juga pintar-pintar. Kehidupan Tuan saat itu sungguh bahagia. Namun kebahagiaan itu tidak bertahan lama ketika Tuan memutuskan untuk menikah lagi. Atas persetujuan istri pertama, akhirnya, Tuan menikah lagi. Dari kedua istrinya, beliau memiliki lima orang anak." Pak Karman menghentikan ceritanya sebentar dan menyerahkan kartu free pass pada petugas di perbatasan.

"Semua berjalan harmonis hingga suatu ketika perusahaan Tuan Ben gulung tikar. Tuan yang mulai frustasi, menelantarkan keluarganya. Beliau pun bersikap kasar pada istri dan anak-anaknya. Istri pertama Tuan meninggal karena tak kuat menghadapi keadaan di rumah dan tekanan dari istri kedua. Kecewa dengan kondisi yang ada, istri kedua beliau pun protes. Tuan yang tidak terima, akhirnya lepas kendali dan melepaskan timah panas pada istri keduanya, nyonya pun meninggal saat itu juga. Tuan Ben dipenjara selama 12 tahun. Setelah keluar dari penjara, beliau hidup sebatang kara di villa Pulau Raja. Semua anak-anak beliau dititipkan ke rumah nenek mereka masing-masing. Selama itu tak ada satu pun anak-anak beliau yang datang menjenguk hingga ajal menjemput Tuan."

"Benar-benar tragis, hiks ... hiks ... ." Air mata Alis mengalir setelah mendengar cerita Pak Karman.

"Kau cengeng sekali, Alis," sindir Kim yang menyadari Alis menagis.

"Diam kau, Kim! Matamu juga berkaca-kaca. Kalau mau nangis, keluarkan saja. Huft, sok cool." Alis balas menyindir Kim dengan telak.
Kim pun buru-buru mengusap kedua matanya.

"Yah, seperti itulah hidup, kadang karena terlalu lama berlari, manusia jadi lupa rasanya jatuh. Sekalinya jatuh, malah takut berdiri dan mengutuki nasibnya. Padahal bukan kemustahilan baginya untuk bangkit dan berdiri lagi meski dalam langkah yang berbeda." Kata-kata Pak Karman terdengar bijaksana. Keempat anggota D'Breakers pun mengangguk setuju.

"Lihatlah ke luar jendela, Kawan. Dari jembatan ini kita bisa melihat indahnya Selat Madura. Andai kehidupan seperti ini, panjang dan dikelilingi keindahan. Tentunya tidak akan ada kesedihan dan air mata." Shin yang sejak tadi tampak memejamkan mata, mendadak buka suara dan tampak begitu melankolis.

Semua anggota D'Breakers terpesona memandangi keindahan Selat Madura di sore hari. Suasana hari itu begitu indah dan menyejukkan hati. Birunya laut bercampur warna jingga matahari senja menampilkan mozaik alam yang indah. Deru kendaraan di sepanjang Jembatan Suramadu menjadi musik pengiring sang surya menuju peraduan sekaligus nyanyian selamat datang bagi sang bulan yang akan menggantikan tahtanya sementara waktu. Inilah dunia, di balik hal manis pun tetap tersimpan kepahitan luar biasa. Hanya saja kepahitan itu tidak pernah diharapkan dan kadang selalu luput dari perencanaan. Seperti halnya D'Breakers, mereka belum tahu kejadian apa yang tengah menanti mereka.

---

Malam menjelang, jam menunjukkan pukul 20.00 dan perjalanan darat itu pun berakhir. Sekarang tinggal menyeberangi selat kecil untuk sampai ke Pulau Raja. Pak Karman hanya mengantar sampai dermaga, di sana sudah ada seseorang yang ditugaskan menjemput D'Breakers.

Tidak ada yang mengetahui siapa pria tinggi berwajah menyeramkan dengan codet di pipi kiri dan jambang di sepanjang janggutnya. Bahkan Pak Karman sekalipun. Badan pria itu agak bungkuk dengan tatapan mata yang tajam. Bajunya agak lusuh, dan pria itu membawa sebuah lentera di tangan kirinya.

Dari perkenalan singkat oleh Pak Karman, didapat informasi bahwa pria 'frankenstein' itu bernama Pak Jarot. Katanya sih dia tukang kebun di villa Pak Ben sejak tahun lalu. Dia menjelaskan kalau tugasnya malam ini adalah menjemput tamu Pak Alfred menggunakan kapal yang disewa dari warga setempat.

Dengan takut-takut, D'Breakers pun ikut bersama pria menyeramkan bernama Jarot. Perjalanan menggunakan kapal di malam hari ternyata cukup dingin. Meski begitu, sepertinya Pak Jarot sudah terbiasa menghadapi hawa beku ini. Tampak jelas dari sikapnya yang terkesan santai dengan sebatang rokok di mulutnya. Dikemudikannya kapal itu tanpa banyak bicara. Alis yang biasanya berlagak bak informan pun mengurungkan niatnya untuk bertanya. Sama halnya dengan Kim, Ken dan Shin yang memilih menghangatkan diri dengan merapatkan jaket dan memeluk ransel masing-masing.

Setelah menambatkan kapal, Pak Jarot membimbing D'Breakers berjalan mengikuti jalan setapak menuju villa Pak Ben. Tak lama, mereka segera sampai di villa yang dimaksud. Di sana Pak Alfred telah siap menyambut Shin dan kawan-kawannya.

Hal pertama yang mungkin terlintas ketika melihat kemegahan villa Pak Ben pastilah takjub, menganggap itu adalah masterpiece. Sebuah mahakarya agung yang megah dan mewah. Banyak perabotan bagus terpajang di sana. Mirip istana.

"Selamat datang di Villa Raja. Silakan menuju kamar kalian untuk beristirahat karena mungkin besok akan menjadi hari yang cukup melelahkan," sambut Pak Alfred ramah sembari menyalami D'Breakers satu persatu.

Memasuki ruang tamu di villa itu, rasanya seperti masuk ke hotel mewah dengan desain interior simple namun glamour. Di sana terdapat dua buah patung. Patung pertama adalah patung setengah badan dari Presiden Amerika Serikat saat itu, Barrack Obama dengan senyuman khasnya. Patung Berry ini dibuat dari batu marmer hitam yang dipoles hingga mengilap. Detailnya sangat mengagumkan. Mirip dengan aslinya.
Patung kedua adalah patung setengah badan dari James Brook, pemimpin tanah jajahan Serawak. Dia dikenal sebagai Raja Putih karena kulitnya yang putih. Patung itu dibuat dari marmer putih dengan polesan yang halus pula seperti patung pertama. Tampaknya pembuat patung itu merupakan orang yang sama.

Di dekat patung-patung tadi juga terdapat replika Benteng Somba Opu. Sebuah benteng yang dibangun oleh Raja Gowa ke IX, Daeng Matanre Tumaparisi Kollona pada abad ke XVI. Menurut legenda, benteng ini dibangun menggunakan perekat putih telur.
Di ruangan itu, terdapat pula beberapa lukisan tokoh-tokoh dunia seperti Margaret Thatcher, John F. Kennedy, Napoleon Bonaparte dan Julius Caesar.
Bagi mereka yang memandangnya pasti terkagum-kagum. Ini adalah cita rasa seni yang luar biasa. Memandanginya seharian pun mungkin tak akan cukup karena nilainya yang begitu besar. Mungkin karena hal ini pula, keluarga Pak Ben meyakini bahwa ayah mereka masih meninggalkan warisan yang besar bagi keturunannya meski kenyataannya beliau sudah bangkrut.

... Tbc ...

D'Breakers "Misteri Villa Raja"Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang