Chapter 20 : Hope

198 20 8
                                    

Dor!! Dor!!!

Suara tembakan barusan beriringan dengan terpentalnya tubuh Kim yang hampir menyergap Vincent. Namun sayang, peluru lebih cepat dari gerakan tubuh. Kim tertembak di hadapan kedua rekannya. Tubuh Kim terpental dan ambruk tak bergerak, menghasilkan genangan darah segar yang mengalir bagai sungai di bawah tubuhnya. Ken berteriak histeris sedangkan Shin shock melihat Kim tertembak. Sementara Vincent yang menyadari gelagat Shin-yang bergegas mengamankan detonator bomnya-segera kembali mengerahkan kekuatannya untuk merebut detonator itu. Sayangnya Shin kalah gesit, dengan mudah Vincent berhasil merebut detonatornya. Akibat pergumulan yang sengit, kepala Shin bocor terkena hantaman pistol tak berpeluru.

Kini posisi Vincent benar-benar kuat. Meski pistolnya sudah tak berpeluru, detonator bom itu berhasil dikuasainya lagi. Kapanpun dia inginkan, ia bisa saja menekan tombol merah pada detonator itu.

Sementara Shin dan Ken masih meringkik kesakitan dan shock akibat serangan Vincent yang diluar dugaan lebih kuat dari bayangan mereka, Kim pun berhasil dijatuhkan Vincent. Mereka benar-benar tak berdaya. Terutama Ken karena nyawa Alis kini berada di ujung tanduk. Sebagai seorang kakak, memalukan jika tak mampu melindungi adiknya. Apa yang akan dia katakan nanti bila adiknya tewas di tangan pembunuh yang usianya dua tahun lebih muda darinya?! Kini mereka berdua terpaksa tunduk karena sang pembunuh memiliki detonator di tangannya.

Akibat penyerangan barusan, Vincent kehilangan kesabarannya. Dengan nada memaki, dia meluapkan amarahnya. Disemburnya Shin dan Ken dengan umpatan-umpatan kasar.

"Kalian sudah membuatku kehilangan kesabaran. Akan kuledakkan bom itu!!" ancam Vincent sembari mengangkat dan menggoyang-goyangkan detonator di tangan kanannya.

"Tolong, jangan ditekan!! Jangan membunuh lagi, kumohon!! Bukankah di sana juga ada adikmu, Edgar?!" ujar Shin mencoba bernegosiasi dengan Vincent.

"Cih!! Aku tak peduli dengan mereka," timpal Vincent sinis. Dari nada bicaranya, Shin yakin kalau ucapan Vincent tidaklah main-main.

"Bahkan asistenmu sendiri??" tanya Ken dengan heran.

"Ahahahaha ... kalian pikir aku peduli?! Toh aku juga berencana melenyapkannya setelah semua ini berakhir. Lalu aku akan hidup sebagai Edgar. Ahahahaha ... " jawab Vincent dengan congkak.

"Jadi itu rencanamu?! Kau datang dan membunuh orang sesukamu tak terkecuali adikmu sendiri, kemudian keluar dan hidup dengan menumpang nama adikmu hanya untuk menikmati semua harta ini sendirian?! Kau anggap apa nyawa manusia?!!" Emosi Shin meledak.

"Nyawa ya?! Hahahaha ... bukankah manusia itu hidup untuk kemudian mati?! Bagi mereka yang percaya kehidupan kedua, maka setelah mati manusia akan hidup kembali. Aku hanya mempercepat hal itu terjadi. Apakah salah?? Toh sama saja, manusia itu pada akirnya akan mati juga kan?!"

"Kehidupan manusia tidaklah sesederhana itu. Sepertinya kau benar-benar bodoh dan tak paham dengan hakikat kehidupan manusia, ya?! Baiklah, kuberitahu sesuatu bahwa ... Kehidupan adalah anugerah terbesar dari Tuhan bagi manusia. Jadi jangan seenaknya saja mengambilnya karena kau bukan Tuhan!!!" teriak Shin dengan lantang.

"Kalau hidup itu anugerah, kenapa aku tidak pernah merasakan kebahagiaan?? Sejak kecil aku sudah hidup sendiri! Bahkan aku dipisahkan dari adik kembarku sendiri! Hidup bersama orang lain yang bukan orang tuaku, kemudian aku menerima perlakuan tidak menyenangkan dari orang-orang di sekitarku. Mereka menyebutku anak haram!! Coba kau bayangkan itu!! Belum lagi doktrin dari paman dan bibi yang mengasuhku sekaligus berita kematian ibu yang dibunuh oleh ayahku sendiri. Aku jadi hidup dalam kebencian! Rasa kesepian dan sakit hati bercampur jadi satu dan menjadi makananku sehari-hari. Tidakkah kau mengerti?!" gertak Vincent meluapkan unek-uneknya.

"Aku memang tidak mengerti. Tapi aku percaya setiap manusia memiliki kebahagiannya sendiri. Kau hanya perlu bertekad dan berusaha mencarinya dengan jalamu sendiri. Kalau kau kesepian ya carilah teman!! Aku percaya tidak ada manusia yang benar-benar dilahirkan sendirian di dunia ini. Rasa dendam, benci dan sakit hati jangan disimpan. Itu hanya akan membuatmu menjadi monster. Karenanya hentikan ini semua dan bertobatlah!!"

"Ahahahaha ... sudah terlambat. Aku sudah tak tertolong lagi. Karena itu, daripada tanggung, maka sekalian saja. Hahahahaha ... Oh ya, kalian benar-benar memuakkan. Akan kuledakkan bomnya sekarang juga." Dengan yakin, ditekannya tombol merah pada detonator yang digenggamnya. Sedetik kemudian terdengar dentuman hebat.

BOOMMM!!

Suara ledakan terdengar dari arah barat pulau. Dentuman itu begitu besar, getarannya terasa hingga ke ruangan bawah tanah. Rasanya seperti ada gempa bumi. Untuk sesaat ruangan itu terasa seperti akan runtuh.

Setelah meledakkan bomnya, Vincent tertawa puas.

Khawatir akan kondisi adiknya, Ken menjadi gelap mata. Ken menyerang Vincent dan memukulinya bertubi-tubi. Vincent tak mau kalah, ia bukan pria lemah seperti adiknya. Dia pun membalas pukulan-pukulan Ken dengan tak kalah keras. Jadilah mereka berdua saling pukul hingga berdarah-darah.

Sementara itu Shin masih shock karena bomnya benar-benar diledakkan. Dia kehilangan fokusnya, tak tahu harus berbuat apa. Tubuhnya melemah selain karena shock, juga akibat darah yang mengalir keluar dari kepalanya.

Di samping itu, Ken mulai tampak kepayahan beradu otot dengan Vincent. Saat latihan melawan Kim saja dia cukup kalah teknik dan stamina, sekarang dia malah berhadapan dengan lawan yang kemampuan bela dirinya di atas rata-rata. Andai Kim tak tertembak, dia pasti senang mendapat lawan bertarung yang sesuai dengannya, pikir Ken.

Tak lama kemudian, Ken ambruk dengan tubuh babak belur akibat serangan Vincent. Vincent masih dapat berdiri dengan tegap meski dia juga sudah menerima beberapa pukulan dari Ken. Mata Vincent berkilat marah, tak ada yang menduga kalau Vincent masih memiliki senjata. Ia mengeluarkan sebilah belati dari balik jaket dan diacung-acungkannya belati itu ke arah Ken. Layaknya singa lapar yang siap menerkam mangsanya, Vincent siap menghujam Ken dengan ujung belatinya yang berkilat tajam. Namun tiba-tiba langkahnya terhenti.

"STOP!!" Seseorang berteriak dari arah tangga. "Kalau aku jadi kau, aku takkan melakukannya." Sosok pemilik suara itu terdengar semakin mendekat dari langkah kakinya. Setelah langkahnya terhenti dan tubuhnya tersinari cahaya dari obor-obor yang ada di ruangan itu, semua dapat melihat dengan jelas wajah orang yang sedang menodongkan pistol dengan tangan gemetar ke arah Vincent.

"Kau ... bagaimana mungkin?!" Mata Vincent terbelalak melihat orang yang berdiri di hadapannya itu.

Bagaimana mungkin dia bisa selamat dari ledakan itu?! Aku bahkan tak memberitahu asisten sialan itu kalau aku akan meledakkan bomnya. Seharusnya tak ada yang selamat. Lantas siapa yang menyelamatkannya? Pikiran Vincent berkecamuk dengan pertanyaan-pertanyaan yang muncul di benaknya.

... Tbc ...

D'Breakers "Misteri Villa Raja"Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang