"Astaga!" Gritte menepuk jidatnya.
"Kau kenapa Gritte? Kepala kau sakit?" Prilly bertanya-tanya, ia sangat heran dengan Gritte.
"Aku lupa kalau hari ini aku ada janji sama mama aku. Gimana nih."
"Ya udah, kamu pulang aja. Aku gak apa-apa kok pulang sendiri."
"Beneran nih, aku benar-benar gak enak?" Prilly tersenyum lebar dan menganguk pelan. Setelah itu Gritte langsung pulang menaiki mobil pribadinya. Sementara Prilly ia harus menunggu taksi atau angkutan umum.
Tiba-tiba saja setetes air jatuh membasahi kulitnya yang indah, kemudian Prilly mendongakkan wajahnya menatap langit. Mendung menggayut seakan terlalu berat membawa isiannya yang kelabu, membuat langit semakin menggelap. Hujan yang turun pasti akan deras sekali. Padahal ini masih jam satu siang. Prilly menoleh kesana kemari, pandangan nya menemukan sebuah halte bus yang berada di seberang jalan. Sepertinya halte itu cocok untuk menunggu angkutan yang lewat, dibanding ia disini ke hujanan.
Sudah tiga puluh menit Prilly menunggu di halte ini, hujan turun dengan sangat lebat, tapi tak ada satupun taksi/angkutan umum yang berlalu lalang. Bahkan halte ini sepi, hanya dia yang duduk sendiri.
Suasana sudah semakin dingin, suara gemuru kilat dan petir membuat suasana semakin mencekam. Jika sampai sore nanti Prilly masih berada di sini dan hujan tak kunjung reda, ia bisa mati kedinginan karena hujan.
Tiba-tiba saja pandangan Prilly mendapati sosok lelaki yang tengah berlari kearahnya, sepertinya lelaki ini juga ingin berteduh. Prilly sedikit memperhatikannya ketika sudah berada tepat di samping nya. Varel?.
Jantung Prilly berdebar sangat kencang, kini ia mencoba memejamkan mata dan kesadarannya kembali lagi, dia tidak mungkin Varel. Karena Varel sudah meninggal. Tapi kenapa dia mirip dengan varel, dari caranya merapikan rambut saat basah dan tak peduli dengan pakaian nya yang sudah basah kuyup karena terpaan air hujan, selain itu penampilan nya juga sangat rapih, hidung dan bibir tipis nya sangat sesuai dengan keseluruhan wajahnya yang maskulin.
Lelaki itu sedikit melirik ke arah Prilly, kemudian mengalihkan pandangan nya kembali ke arah hujan.
***
Prilly masih saja memikirkan lelaki yang ia lihat kemarin, bayangan lelaki itu terus memenuhi fikiran nya.
Siapa dia?
"Ya ampun Pril, mungkin saja kau salah liat mengira lelaki itu mirip dengan Varel." Gritte melirik ke arah sahabat nya yang tengah murung setelah bercerita.
"Tapi hati kecil aku mengatakan ada sesuatu yang membuat nya seperti Varel. Bukan dari segi fisik, tapi dari segi lain. Entah itu apa?. "
Gritte menghela nafas "Baiklah, sebaiknya kamu temui saja dia lagi."
"What!" Prilly mengerjit.
"Cobalah menunggu di halte itu lagi. Kalau jodoh, kau akan bertemu dia lagi agar rasa penasaranmu bisa terobati."
***
Hari ini hujan, seperti waktu itu dan di jam yang sama pula. Prilly perlahan duduk dan menunggu lelaki itu datang lagi, ia ingin mengecek sekali lagi, apakah ia benar-benar mirip Varel atau tidak.
Hari sudah berganti malam, tapi orang yang ia tunggu belum datang juga. "Mungkin waktu itu hanya kebetulan di tengah deras nya hujan."
Lelaki itu...
Apakah seorang lelaki yang ditunggu Prilly sudah datang?
Penasaran?
Yuk Vote Vote VoteVote dari kalian sangat berharga buat aku😚
KAMU SEDANG MEMBACA
Pergi dari Hatiku
RomanceDunia seperti mempermainkan ku, mempermainkan kesedihan, dan mempermainkan cinta dalam hidupku. *** Di saat sebuah kenyataan pahit yang tak di inginkan terungkap!!! *** Yuk baca cerita Pergi Dari Hatiku, jangan lupa vote and add your library. Oke ok...