Tarik napas dalam-dalam. Norta menenangkan diri.
Ia tidak boleh terlihat emosional. Bukankah adalah hal biasa jika ia menemukan pria tidur bersamanya. Ia tidak boleh terlihat seperti remaja yang baru kehilangan kesuciannya.Masalahnya ia tidur sama Ezio semalam. Batin Norta merutuki kesalahannya. Bodohnya lagi, aku tidak mengingat apapun.
"Tidak mengingat apapun?" Suara Ezio membuyarkan lamunan Norta. Senyum mengejek tercetak di bibir pria itu.
"Kita bisa mengulangnya lagi?"
Mata Norta menatap Ezio. Lalu seringaian ia tarik. "Terima kasih, tapi aku tidak ingin disentuh oleh tangan kotormu lagi."
"Bukankah kau sudah kotor?"
Norta menggigit bibir bawahnya. Telak sudah ucapan Ezio melukai harga dirinya.
Norta bangkit, menarik selimut untuk menutupi badannya. Memungut gaun dan pakaian dalam miliknya yang tergeletak di lantai. Separah ini kah sampai bajunya berceceran di lantai? Norta menghela napas. Ia harus mengubah sikap buruknya ketika mabuk.
Norta beranjak menuju kamar mandi. Namun langkahnya tak bisa segera mencapai pintu kamar mandi. Selimut yang ia kenakan ditarik. Mencegah langkah Norta.
"Apa yang perlu kau tutupi dari tubuh kotormu itu? Bukankah semua pria telah melihatnya?"
Rahang Norta mengeras. Lagi, kata-kata pedas Ezio mengintimidasinya. Norta menghempas selimut yang dikenakannya luruh ke lantai. Tubuh telanjangnya terekspos. Ia kembali melangkahkan kaki memasuki kamar mandi di hadapannya dalam diam. Yang ia perlukan sekarang adalah enyah dari hadapan Ezio, bukan mengkonfrontasinya.
#Norta merebahkan diri di atas tempat tidurnya. Kepalanya berdenyut. Efek mabuk berat semalam ditambah kenyataan mengerikan yang harus dicernanya.
Sulit dipercaya bila suatu kebetulan terjadi antara ia dan Ezio. Ini pasti akal-akalan pria sialan itu.
Norta memejamkan mata. Mencoba beristirahat sejenak. Namun, bel di pintu apartemennya memaksa Norta terjaga. Ia menggerutu dalam hati sembari mengumpat siapa pun orang yang berdiri di depan pintu apartemennya sekarang.
Norta terperanjat terpaku di tempat selepas membuka pintu. Lidahnya mendadak kelu. Sekuat tenaga ia mendorong suaranya agar keluar. Menyuarakan panggilan untuk sosok pria tengah baya di hadapannya.
"Pa..pa."
Pria itu tersenyum sekilas lalu menghambur memeluk Norta dengan erat.
"Papa merindukanmu," bisiknya.
Norta tersenyum kecut. Tak membalas pelukan pria yang dipanggilnya papa.
"Papa mau minum apa?"
Norta tak punya pilihan selain mempersilahkan pria paruh baya itu untuk masuk ke dalam apartemennya."Seperti biasa." Pria itu tersenyum bahagia sampai ke matanya.
Norta yang melihat hanya mampu menghela napas. Ini sudah biasa. Pria itu akan selalu terlihat bahagia ketik bertemu dengannya.
"Jadi, selama sembilan tahun ini kamu tinggal di sini?" Pertanyaan itu dilontarkan ketika Norta muncul membawa dua cangkir teh mint ke ruang tamu.
Sebelum menjawab, Norta meletakkan dua cangkir teh itu di meja ruang tamu. Duduk tepat di hadapan Yuda. "Ini tahun ketigaku di sini. Apa Papa tidak membaca emailku?"
"Papa membacanya berkali-kali, tapi rasanya itu tidak cukup. Harusnya kamu mengunjungi Papa."
Norta menarik napas dalam-dalam. Ah, setiap kali bertemu dengan Yuda selalu seperti ini. Itulah sebabnya ia enggan datang ke 'rumah' meski Yuda memintanya berkali-kali. "Norta tidak ingin membuat Tante Liska marah," kilahnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
SANG JALANG
ChickLitAku hidup dalam kubangan kelam. Tak tergapai oleh cahaya apapun. Bahkan tangan-tangan yang mengatas namakan uluran cinta pun tak mampu meraihku. Cinta adalah kesemuan. Tubuhku, nafsu itu, uang, hasrat, dan kepuasan semalam. Tercetak jelas bahkan di...