Tujuh

3.7K 136 6
                                    

"Apa maksudmu?" Ezio tidak terima dengan tuduhan yang dilontarkan Norta. Semakin mendekat, mencengkeram lengan wanita itu. Semakin menarik perhatian orang.

"Kita bicara di tempat lain!"

Norta seakan tidak punya pilihan lain selain menuruti kemauan Ezio. Rencana yang Norta susun telah berantakan. Menyisakan kegagalan dan tekanan dari Ezio. Memberontak dan melawan adalah pekerjaan sia-sia. Ezio yang sekarang ini tidak bisa dilawan. Sungguh berbeda dengan Ezio kecil yang Norta kenal dulu.

"Mau kamu bawa kemana aku?" tanya Norta setengah berteriak.

Ezio bergeming. Fokus pada stir mobilnya. Menanggapi Norta saat ini adalah ide buruk.

"Turun!" Ezio memberi perintah lalu turun dari mobilnya.

Norta tak punya pilihan. Membuka pintu dan melangkah turun. Matanya membelalak mendapati sebuah rumah yang tak asing untuknya.

Ezio membawanya ke tempat ini lagi. Putaran kelam masa lalunya berkeliaran dalam benak Norta. Pening menghujam. Kaki Norta mendadak lemas.

"Ikut aku!" Ezio tak sabar menunggu. Dicengekeramnya lengan Norta. Menyeret langkah kaki Norta yang enggan melangkah.

"Lepaskan aku!" Norta memberontak ketika sekelumit kesadaran muncul. Ia tak mau kembali ke tempat itu. Tangannya menghentak keras. Terlepas dari Ezio lalu melangkah mundur.

"Kita butuh bicara!" bentak Ezio.

"Tidak di sini!" Norta balas membentak. Suaranya nyaring tapi getarnya ketara. Senada dengan tubuh sitalnya.

Ezio menangkap semua pergerakan Norta itu. Satu kesimpulan ditarik, Norta ketakutan. Dengan rumah ini? Ezio hampir tidak percaya. Kenapa?

"Baiklah." Ezio mengalah. Masuk kembali ke dalam mobil setelah Norta.

Sunyi mengisi ruang diantara keduanya. Sesekali Ezio melirik gerak tubuh Norta. Ada yang tidak wajar dalam pandangannya. Norta yang biasa terlihat kuat kini tampak rapuh di matanya. Apa yang sudah terjadi selama ini? Ezio bertanya-tanya dalam hati.

Ezio tidak tahu apa yang menggerakkan sebelah tangannya. Tahu-tahu tangan itu sudah berada diatas tangan Norta. Menggenggam erat seolah menyalurkan kekuatannya.

Norta menengok dengan mata terbelalak. Menarik kesadaran Ezio. Refleks keduanya saling menarik tangan masing-masing untuk saling menjauh.

Bodoh! Jangan lemahkan hatimu. Ezio merutuki sikapnya barusan.

Tak beberapa lama mobil yang dikendarai Ezio berhenti. Norta tanpa diperintah langsung menurunkan tubuhnya dan memasuki gedung di dekatnya. Ezio memilih mengekor tanpa ingin berdebat panjang. Tempat umum bukanlah tempat yang tepat untuk berdebat. Jadi, Ezio menyimpan segala pikirannya sejenak.

Sepanjang langkah menuju apartemen Norta, keduanya masih saling diam. Norta masih kalut dengan kelemahannya. Sedangkan Ezio sendiri benaknya dipenuhi tanya. Ia akan menyelesaikan semua hari ini juga.

Norta seolah mengabaikan Ezio yang berjalan di belakangnya. Terus melangkah memasuki apartemennya hingga mencapai pintu kamarnya. Ketika sadar bahwa ia tidak sendiri, langkahnya terhenti.

"Tunggu di sini. Beri aku waktu sebentar," ujar Norta membelakangi Ezio.

Ezio menghela napas panjang. "Jangan membuatku menunggu lama."

Norta memasuki kamarnya. Menutup segera pintu kamarnya. Tubuhnya tidak mampu menopang lagi. Luruh seketika. Terduduk di atas lantai yang dingin.

Kenapa? Kenapa aku harus selemah ini? Tangan Norta mengepal erat sampai buku-buku jarinya memutih. Begitu kalut akan kelemahannya sendiri. Dadanya sesak. Diangkatnya kepalan tangan kanannya.

SANG JALANGTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang