Harusnya Norta beristirahat sekarang. Namun, matanya tak kunjung terpejam. Norta memilih melemparkan pandangannya ke luar jendela. Lampu-lampu penerang jalan, toko-toko yang tutup, rumah sepi, atau warung pinggir jalan yang buka dari petang hingga pagi. Suasana jalan nyaris sepi. Sejauh mobil yang ditumpangi Norta berjalan hanya berpapasan dengan truk atau bus antar kota. Mobil pribadi dapat terhitung dengan jari.
"Kamu baik-baik saja?"
Norta menoleh sebentar pada pria dibalik kemudi. Ini sudah keempat kalinya pria itu melontarkan pertanyaan yang sama.
"Saya baik-baik saja." Setelah menjawab Norta kembali memandang ke luar jendela.
"Lebih baik kamu beristirahat. Perjalanan kita masih jauh."
Norta diam saja, tidak berminat menanggapi.
Mobil yang dihuni sepasang manusia berlain jenis itu terus melaju. Suasana yang menghuni pun tak berubah. Hening.
"Pinggirkan mobilnya!" Tiba-tiba Norta bersuara.
"Apa?"
"Pinggirkan mobilnya!" ulang Norta setengah berteriak. Wajahnya pucat.
Mobil avanza putih itu menepi. Begitu berhenti Norta keluar terburu.
Huek!
Isi perut Norta tumpah. Langkah kaki terdengar mendekatinya.
"Jangan mendekat!" Norta mengambil sikap defensif.
Sayangnya meski disuarakan secara tegas, tidak membuat pria itu menurut. Ia tetap mendekati Norta. Berjongkok di samping Norta dan menyodorkan kotak tissu di tangannya.
Norta menghela napas panjang. Keras kepala! Norta seakan tidak diberi pilihan. Ia mengambil beberapa helai tissu. Mengusap bibirnya untuk membesihkan sisa cairan yang dimuntahkannya. "Terima kasih."
"Apa yang kamu rasakan?" Pria itu sangat cemas.
"Sedikit mual, mungkin maag saya kambuh," jawab Norta.
"Kamu belum makan?"
Norta menggeleng. Sejak bertemu Liska sampai saat ini belum ada makanan yang masuk ke lambungnya. Tidak terbesit sedikit pun dalam benak Norta untuk makan. Ia terus berpikir bagaimana caranya agar bisa menghilang dari hadapan Ezio dan keluarganya.
Pria itu menghela napas panjang. Merasa sedikit lega karena yang Norta alami bukan penyakit yang gawat. "Kita cari tempat makan kalau begitu."
##Prang!
Pecahan kaca menghambur ke lantai. Ezio tidak peduli. Matanya menatap tajam ke segala sisi ruangan. Mencari-cari jejak kepergian wanita yang dicintainya.
"Brengsek!" Ezio memaki kebodohannya. Harusnya ia tidak memberi kebebasan sedikit pun pada Norta. Sejak awal wanita itu memang ingin lari darinya.
Ezio bergegas keluar dari apartemen Norta. Teringat akan sesuatu. Mungkin dia di sana, pikirnya.
Tak membutuhkan waktu lama, Ezio telah berada di pelataran parkir. Namun, gerakannya terhenti saat akan membuka pintu mobilnya. Sebuah mercedes hitam berhenti di sampingnya. Seorang wanita paruh baya keluar.
"Mama?"
Liska memandang Ezio tajam. "Pulang!" perintahnya.
"Aku masih ada urusan, Ma," balas Ezio.
"Pulang sekarang!"
"Nggak bisa, Ma." Ezio hampir menjerit. Kenapa di saat genting seperti ini malah muncul seseorang yang menghambatnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
SANG JALANG
ChickLitAku hidup dalam kubangan kelam. Tak tergapai oleh cahaya apapun. Bahkan tangan-tangan yang mengatas namakan uluran cinta pun tak mampu meraihku. Cinta adalah kesemuan. Tubuhku, nafsu itu, uang, hasrat, dan kepuasan semalam. Tercetak jelas bahkan di...