Mungkin, lebih baik tidak memiliki sesuatu yang paling berharga dalam hidup ini. Tak perlu melindungi apapun. Tak perlu menangisi jika hal itu menghilang. Bebas, tanpa beban.
Seperti itulah yang dilakukan Norta. Hidup dalam kehampaan tanpa ada sesuatu untuk ia pertahankan atau harus dikhawatirkan.
Meski begitu, Norta pada kodratnya adalah seorang wanita. Yang dominan dari wanita adalah perasaannya. Sekeras apapun membekukan hati, setinggi apapun membentengi perasaannya, wanita tetap akan melemah ketika perasaannya diserang secara bertubi-tubi.
Menjadi lemah bukan berarti harus menguras seluruh air mata. Lemah bagi Norta adalah ketika ia tidak mampu melakukan apapun. Terduduk di lantai yang dingin, dalam ruang gelap, dan pikiran kosong.
Harusnya Norta bisa tertawa sepuasnya. Ia telah menikam habis Ezio dengan segala rahasia yang Norta sembunyikan. Ezio telah kalah. Ezio merasa bersalah. Hal itu akan Ezio tanggung seumur hidup.
Akan tetapi, kenapa sekarang Norta tidak merasa bahagia atas penderitaan Ezio?
###Langkahnya tegas. Bara amarah mengekorinya. Tak ada seorang pun yang berani menyapanya. Ekspresi wajahnya sudah tidak bersahabat.
Jangan! Jangan berani mengusiknya. Dalam hati tiap orang yang dilewatinya menyerukan tanda peringatan itu.
Mata bersinar amarah itu tertuju pada satu titik yang membuat langkahnya terhenti.
Bugh!
Tanpa basa-basi. Satu pukulan mendarat di atas pipi sasarannya. Jerit wanita menjadi tanda dimulainya kericuhan.
"Sialan!" Ngilu memenuhi rahangnya. Sudut bibir berdarah. Hendak bangkit, namun bogem mentah belum berakhir.
Bugh!
"Kau yang sialan! Brengsek!"
Sasarannya terkapar. Matanya menyipit mencoba menangkap wajah yang sudah membuatnya babak belur.
Wajah tak asing. Ah, teman sekolahnya dulu. "Ez.. Ezio!" Tersebutlah sebuah nama yang ia ingat.
"Kau masih ingat aku, brengsek?" Bugh! Amarah tak kunjung mereda.
Tak ada kesempatan untuk bertanya sebab ia menjadi sasaran Ezio.
"Kau harus mati!"
Ezio akan membunuhnya.
Langkah-langkah mendekati Ezio. Mencengkeram lengan Ezio dari kedua sisi. Menyingkirkan tubuh Ezio dari sasarannya.
"Lepaskan aku!" Ezio semakin murka. Berontak sekuat tenaga melawan dua orang berbadan besar yang memegangi kedua lengannya.
"Bawa dia keluar!" Suara asing memberikan perintah kepada dua orang pria yang memegangi lengan Ezio.
Ezio diseret paksa keluar. Menghentikan kericuhan yang dibuatnya.
"Maaf, Tuan," ujar salah satu pria yang memaksa Ezio keluar. Wajahnya menampakkan rasa bersalah. Ia mengenali Ezio. Pria itu cukup sering melihat Ezio masuk ke tempatnya bekerja. Bahkan tak segan-segan Ezio bertukar sapa dengannya.
"Ck!" Ezio mendecak kesal. Tapi ia tidak akan menyerah sampai di sini. Amarahnya belum terpuaskan. Dalam hati ia bertekad akan membalas perbuatan yang sudah dilakukan Tristan. Pukulan yang ia daratkan tadi tidaklah cukup untuk membalas rasa sakit hatinya.
Mata dibalas mata.
Untuk sekarang Ezio akan menyimpan amarahnya. Masuk ke dalam mobil, Ezio kembali dirundung rasa bersalah. Amarahnya meredup. Penyesalan mendalam terbit tanpa diminta.
KAMU SEDANG MEMBACA
SANG JALANG
ChickLitAku hidup dalam kubangan kelam. Tak tergapai oleh cahaya apapun. Bahkan tangan-tangan yang mengatas namakan uluran cinta pun tak mampu meraihku. Cinta adalah kesemuan. Tubuhku, nafsu itu, uang, hasrat, dan kepuasan semalam. Tercetak jelas bahkan di...