#2 : Aku bisa, Ayah.

207 24 0
                                    

"Ayah janji?"
"Janji untuk apa?"
"Janji kalau ayah akan berada di dekatku, selamanya."
"Ya, Ayah janji" Ucap Ayah sambil mengelus kepalaku dengan lembut. Ayah selalu tersenyum apapun keadaannya, itu yang kusuka dari Ayah, tak kenal mengeluh.
Tiba - Tiba saja...
"Aw..." Sebuah kelapa jatuh mengenai kepalaku dan aku terbangun. Barusan itu, mimpi. Tapi kenapa seperti nyata?
Aku pingsan di tengah hutan. Aku ingat tadi beberapa anak tengah ingin menembakku. Aku berusaha bertahan diri, namun aku tidak tau apa kemampuanku dan aku belum tau apa anugerahku. Hutan ini, sepi. hanya terdengar bunyi jangkrik. Aku tengah berpikir, bagaimana cara aku mengetahui kemampuanku? Ibu sama sekali tidak memberitahuku bagaimana cara aku mengetahui kemampuanku. Ibu hanya pernah bilang kepadaku "Gunakan instingmu" tidak ada hal lain.
Aku sekarang berumur 13 tahun. Aku seharusnya sudah mengetahui kemampuanku. Tapi, sampai sekarang aku tidak mengetahui, aku terus melamun hingga seseorang menepukku dari belakang
"Siapapun kamu, nanti saja kita berkenalan, cepat tolong aku, dibelakang ada beberapa orang yang ingin menembakku" Ucap seorang perempuan. Ia sepertinya habis lari secepat kilat karena nafasnya sedikit ngos-ngosan ketika berbicara padaku.
"Baiklah, aku punya tempat persembunyian, di pohon ini, ayo masuklah" Ucapku mengajak perempuan itu. Lalu kami masuk ke tempat persembunyian.
"Dimana dia? kurasa tadi disini ada orang, kenapa tiba tiba tidak ada?" Ucap seorang laki - laki bertubuh tinggi dan kurus.
"Ayolah Rick, gunakan anugerahmu"
Oh jadi nama orang itu adalah Rick.
"Mana bisa anugerahku melacak dia. Anugrahku kan berubah menjadi beruang, bukan menjadi anjing. Kenapa tidak pakai anugerahmu saja?"
"Oh yah aku baru ingat. Baiklah"
tiba tiba, Teman Rick tersebut berubah menjadi, aku tidak tau itu disebut makhluk apa tapi yang jelas makhluk itu, menyeramkan.
Teman Rick tersebut mencari - cari bau dari perempuan yang bersembunyi bersamaku disini, lalu Teman Rick tersebut lari dan pergi meninggalkan Rick. Rick dan yang lain mengejarnya dengan cepat.
Payah betul anugerah yang dimiliki  Teman Rick itu. Jelas - jelas kami berdua ada disini, kenapa dia lari?
Tapi setidaknya, dia sudah mengetahui anugerahnya, dan aku belum.
"Hei" Ucap perempuan itu.
"Kenapa kamu bersedih? Oh iya perkenalkan namaku, Rose" Ucap Rose sambil menjulurkan tangannya tanda perkenalan dimulai
"Hai, namaku Victoria. Aku tidak bersedih, hanya saja aku belum mengetahui anugerah ku apa. Apa kamu sudah mengetahui kemampuanmu itu apa?"
"Ya. Aku sudah tau, ingin melihatnya?" Ucap Rose bersemangat.
"Tentu saja" Ucapku tak kalah semangat.
Tiba - Tiba sebuah Apel dan air putih muncul begitu saja melalui tangannya. Kemampuannya adalah 'Mengeluarkan makanan dan minuman dengan menggenggam tangan' Kemampuan yang cukup unik. Jarang sekali seorang penyihir mempunyai kemampuan tersebut.
"Wah hebat!" Ucapku
"Nih, kamu mau? Aku rasa kamu belum makan sejak..."
ia mengecek jam tangannya, pukul 07.00
"sejak kemarin. Terimakasih" Ucapku
"Mengapa kamu belum mengetahui anugrahmu? Apakah Ayah Ibumu tidak memberitahumu bagaimana caranya?"
"Ayah belum sempat memberitahuku karena Ayah meninggal sejak aku berumur 8 tahun. Ibuku hanya berkata gunakan instingku setiap aku bertanya tentang anugerahku"
"I'm sorry to hear that"
"It's fine"
"Karena kamu telah membantuku bersembunyi, bagaimana kalau aku membantumu menemukan anugerahmu?" Ucapnya lalu berdiri sambil mencari dahan ranting
"Kamu mencari dahan ranting untuk apa?"
"Aku menemukan anugerahku dengan dahan ranting, siapa tau ini bisa kau gunakan" Ucapnya
Dan benar saja. Dahan ranting disini sangat ajaib. Itulah mengapa aku suka sihir karena, kau tau, aku tidak perlu repot repot menggunakan logika karena aku tidak terlalu mengerti jika melakukan apa apa dengan logika.
"Lihat! Gelang di tanganmu bercahaya"
Aku langsung menoleh ke arah gelangku yang berada di sebelah tangan kiriku. Benar. Dia bercahaya. Lalu, nafasku tiba tiba sangat segar dan aku jadi merasa lebih.. hidup. Ya. Lebih hidup dari sebelumnya.
"Yang terakhir, gunakan cara ibumu"
"Apa?"
"Gunakan instingmu, Vict"
Tiba - Tiba daun yang berjatuhan berhenti. Bukan. Bukan berhenti berjatuhan, melainkan berhenti bergerak. Sekeliling Victoria berhenti kecuali dirinya dan Rose.
"Lihat! Anugerahmu sangat istimewa Vict! Anugerah yang tidak pernah dimiliki oleh penyihir apapun"
"Wah benarkah?"
Aku, sungguh tidak percaya. aku mempunyai kemampuan 'memberhentikan waktu'
Ayah, lihat, Aku bisa. Ayah banggakan di atas sana?

"--"

"Wah lihat di layar itu" terlihat seorang anak sedang memberhentikan waktu. Perkiraan Victoria benar. Layar besar yang berada di Aula tadi berfungsi untuk mengetahui apa yang anak - anak mereka lakukan di Arena.
"Wajahnya tak asing"
"Ya, Aku seperti pernah lihat, tetapi dimana?"
Bisik semua orang yang berada di aula
"Steven Flaws" Teriak seseorang
"Ia mirip dengan Steven Flaws"
Ia teriak lagi untuk kedua kalinya.
Sebelumnya aula sangat hening. Namun tiba - tiba Aula menjadi sangat ramai ketika seseorang menyebut nama Steven Flaws.
Ayah dari Victoria ini sangat terkenal di kalangan dunia sihir. Kematiannya yang membuat Ayahnya terkenal.
Dahulu. Di daerah terpencil yang sering disebut orang - orang adalah 'Village Garden' Steven sedang mengumpat karena Penyihir Putih yang hatinya sebusuk bangke ikan, Luke, ingin membunuh Steven. Luke seumuran dengan Steven. Luke dikenal sebagai Penyihir Pure-Blood. Rata - rata Pure-Blood adalah kaum yang sangat sombong. Luke terus mencari hingga akhirnya bertemu Steven di Village Garden. Luke menggunakan anugrahnya, 'menciptakan senjata tajam' untuk membunuh Steven. Anugrahnya cukup langka. Hanya keturunan Pure-Blood yang mempunyai kemampuan tersebut. Lalu Steven di bunuh oleh Luke. Saat ini Luke sedang bersembunyi di suatu tempat. Dan beritanya, Anak dari Steven akan mencari Luke untuk balas dendam.

"--"

Saat ini, Aku dan Rose tengah memperhatikan sekeliling. Berhenti. Lama sekali. Lalu kami berlari.
"Aku tau"
"Tau apa?"
"Bagaimana kalo kita menembak semua orang hingga nyawa mereka habis lalu kita akan menang. Setuju?"
"Setuju!"
Lalu kami menembak semua orang.
Aku menemukan seorang perempuan yang gaya bicaranya tidak enak itu di belakang jaring laba - laba, kuperhatikan dia sedang melihat ke arah laba - laba. Bukan, bukan ke arah laba - laba, melainkan ke arah laki - laki yang tengah membuat api dari tangannya. Aku rasa perempuan ini ingin menembak laki - laki itu secara diam diam. Lalu aku mengontrol anugerahku untuk membuat si anak laki laki itu bergerak.
"Hei. berhentilah membuat api. Kau tau perempuan disana? dia ingin menembakmu kau tau?"
"I-Iya tt-tapi ka-kamu siapa? k-k-kenapa sekelilingku jadi berhenti?" Ucapnya terbata - bata. kurasa laki - laki ini agak takut denganku. Ralat. Takut sekali denganku.
"Oh hei jangan takut. Aku Victoria. Dan yang disana itu Rose. Dan kau?"
"Gabriel."
"Baiklah Gabriel, kau ingin ikut aku menembak semua orang ini atau kau aku berhentikan lagi?"
"T-tidak. a-a-aku ma-mau ikut kk-kamu" Ucapnya terbata - bata lagi.
"Baiklah. Yuk."

Lalu Mereka bertiga menembak semua orang yang di arena.
Dan mereka menang.

"Selamat atas keberhasilan kalian. Kalian berhak memasuki kelas 4 minggu depan" Ucap Professor Jordan.
"Baik anak - anak, kalian akan mendapat surat keterangan untuk hal - hal apa saja yang akan kalian bawa minggu depan. Selamat belajar!" Ucap Professor Jordan lagi.

Dan kami semua pulang ke rumah. Tak lupa juga aku berpamitan dengam kedua temanku. Ralat. Kedua sahabatku, Rose dan Gabriel.

Aku harap, ibu bangga padaku.

Half - Blood(On Going)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang