Part 8

46 6 2
                                    


Allosha POV

Seorang Tetua mati.

Alexander Marcellio, seorang yang paling tua di sini. Aku cukup mengenal orang itu. Semasa kecilku, dia sering datang ke rumahku di Selatan, mengunjungi ayahku.

Setelah jasad nya diamankan, seorang Tetua bernama Igor berdiri di depan kami. "Keadaan darurat. Maka dari itu, aku menugaskan kalian untuk mencari jejak pelakunya. Geledah seisi Mansion."

Tugas telah diberikan. Dan kami akan bertarung lagi. Seluruh lukaku mulai terasa nyeri, luka di perutku seakan-akan melebar lalu meneteskan darahnya. Ini hanya pikiranku, aku berusaha meyakinkan diri kalau lukaku tidak kenapa-kenapa.

Karsten memulai janji nya untuk menjalankan tugas. "Aku, Karsten Karl... Er..." Dia menyadari lirikan tajam dari Dylan. "Maksudku, Song Kyung, Geldia Frye tingkat PM2 siap menjalankan tugas."

Jordan, Gabriella, Mercer dan Marsiana mengucapkan janji secara bergiliran. Tiba giliranku. Perutku serasa ditonjok dengan kuat. "Aku, Allosha Samuelle, Geldia Frye tingkat M1, siap menjalankan tugas."

Igor mengangguk singkat lalu bergabung bersama Tetua lainnya untuk membicarakan sesuatu. Sejenak kemudian, seekor anjing Husky berwarna hitam putih berlari ke arah kami. Di punggungnya ada tas senjata yang terikat.

Aku berlutut di depan anjing itu. Luces. "Terima kasih, Luces." kuusap kepalanya sambil mengambil tas senjata dari punggung berbulu nya. Anjing itu menggonggong riang lalu berbalik pergi.

Luces, anjing Husky peliharaan kami yang kutemukan di hutan Selatan dulu.

Aku mengambil Leviathan Melvillei ku. Pegangan nya terasa pas dan nyaman di tangan. Yang lain juga sudah mengambil senjata.

"Luka mu sudah sembuh?" Marsiana nyengir di sampingku sambil membawa senjata nya. Jordan memegang bahu ku yang diperban. Gila! Sakit sekali tau! Rasa ngilu langsung mendera bahuku.

Aku meringis sakit sambil menjitak Jordan. "Sakit tau! Dasar gila!" jerit ku disusul dengan tendangan Marsiana di pantat Jordan. "Jordan kau ini minta dibunuh!"

Jordan tertawa sambil menghindari tendangan Marsiana. "Yeah, maaf, Alls."

Mercer dan Karsten memandang kami dengan tajam. "Heh, jangan bercanda." ujar mereka bersamaan. Oke, kali ini mereka terlihat kompak.

"Gabriella, sepertinya kau dibutuhkan di bagian medis. Ikutlah bersama beberapa Dewan, pasti akan terjadi pertarungan. " perintah Dylan mengingat Gabriella yang juga lumayan dalam medis.

Gabriella mengangguk setuju. Rambut merah cerah nya terlihat sedikit keluar dari sanggul nya. Mata hijau zamrud Gabriella terlihat setenang air danau. "Ya, Kak Dylan." ujarnya lalu berjalan keluar dari Aula.

"Dan tugas kalian," Dylan memandang kami satu per satu. "Cepat cari Demon brengsek itu! Kenapa kalian diam saja dari tadi heh?!?!" Dia membentak lalu mengeluarkan sayapnya dan terbang lewat jendela. "Ikuti aku, bodoh!"

Dasar aneh. Dia menyalahkan kami hah?

Menarik nafas dalam-dalam, Karsten memunculkan sayapnya. "Ikuti saja si Dylan Filemon itu. Orang aneh."

Kami mengikuti nya keluar lewat jendela dengan sayap kami. Aku mengepakan sayap dengan tenang lalu melintasi jendela. Mercer, Marsiana dan Jordan juga.

Ketika kami keluar, udara malam yang dingin langsung menyelimuti kami. Ugh... Aku heran, kenapa pertarungan harus selalu di mulai pada malam hari?

Dylan terbang tidak jauh dari kami. Dia menuju ke atap. Gerakan terbang nya terlihat lincah namun tenang. Seperti burung elang yang sedang mengincar mangsanya. Mengendap-endap.

Dimidium Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang