Allosha POV
Hal yang paling menarik perhatianku dari ruangan ini adalah sasaran kayu berbentuk manusia yang ada di pojok. Aku merasa sangat mengenal sasaran kayu yang berbentuk manusia berwarna merah itu.
Saat tanganku menyentuh kayunya, terasa tekstur kayu yang menandakan bahwa sasaran itu diamplas dengan kasar dan sekenanya. Ini... Sasaran yang sering aku dan Karsten pakai saat kecil. Sasaran yang diletakkan di belakang rumah.
"Alls, kau ingat kan?" Karsten tersenyum kecil.
"Tentu, Karsten."
Kenapa benda ini bisa selamat? Seingatku, rumah kami di Selatan sudah terbakar habis. Jeritan Ibu yang dipenggal masih terngiang-ngiang di telingaku disusul bunyi gemeletuk api yang membakar dinding rumah. Aku dan Karsten bersembunyi di ruangan bawah tanah yang ajaibnya tidak terbakar api.
Saat itulah, Raphael Sang Malaikat muncul dan menyelamatkan kami.
"Jangan mengingat masa lalu." Suara Igor yang rendah merasuki telingaku. "Tidak baik kita hidup di masa lalu. Teruslah memandang ke depan dan jangan pernah menoleh ke belakang."
Karsten membalikkan badannya menghadap pria bersurai ikal itu. "Apa maksud anda?"
"Aku rasa kau cukup cerdas untuk mengetahui maksud kata-kataku, Karsten. Bagi seorang Geldia yang meraih nilai tertinggi itu bukan hal sulit bukan?" Senyuman miring pria itu muncul lagi, sepertinya itu memang senyuman khas Igor.
Karsten membisu.
"Kami mengerti." Balasku pendek.
Lagi-lagi senyuman Igor muncul. "Baiklah. Aku harap begitu."
Dia berbalik lalu menghilang dari balik pintu kayu. Orang aneh.
Tampaknya Mercer dan Gabriel sedang bercanda dengan riang. Mengherankan sekali, Mercer selalu bisa beradaptasi dengan mudah.
"Cewek pendek itu namanya Allosha Samuelle, tapi kau bisa memanggilnya Alls!" Seru Mercer sambil berlari menuju tempatku berdiri. Dia meraih tanganku lalu menyeret ke depan Gabriel.
"Jangan seret-seret Alls!" Karsten langsung berseru marah. "Tangannya masih luka, Mercer Advent!"
Gabriel yang duduk di sebuah bangku tertawa geli. "Santai saja, Karsten. Mercer tidak akan tega menyakiti Allosha."
Dengusan Karsten terdengar. "Yeah."
"Ngomong-ngomong, Mercer..." Mata biru laut Gabriel memandang Mercer. "Kau dan Allosha ada sesuatu?"
"Sesuatu?" Aku sedikit mengerutkan keningku. "Maksudmu...."
Mercer langsung menjerit heboh. "TIDAK ADA!!! AKU TIDAK SUKA CEWEK PENDEK SEPERTI ALLS!"
Dia bahkan tidak lebih tinggi dariku. Tinggi kami sama, bagaimana bisa dia mengataiku pendek? "Kau bahkan tidak lebih tinggi dariku, Mercer."
Mercer terdiam. Dia terlihat salah tingkah. "Ugh, t-tapi kan... Aku setahun lebih muda darimu, itu wajar!"
Benar, dia setahun lebih muda dariku. "Allosha, kau sepertinya anak yang pendiam sekali ya?"Gabriel memandangku. Sekonyong-konyong, aku merasa mata birunya itu berusaha membongkar isi dari diriku yang paling dalam.
"Tidak juga." Seisi ruangan menjawab serempak. Bahkan Jordan dan Marsiana yang sedari tadi sedang mencoba boneka sasaran ikutan menjawab.
"Kau lihat saja, Gabriel. Dia bisa jadi cerewet sekali." Ucap Karsten sambil memejamkan matanya. Kau benar, Karsten.
***
Normal POVDylan terbangun dari alam bawah sadarnya. "Ugh..." Erangnya.
"Di mana aku? Sialan, tidak ada orang." Umpatnya kasar.
![](https://img.wattpad.com/cover/59687655-288-k49833.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Dimidium
FantasyGeldia, mereka adalah ras campuran Malaikat dan Demon. Geldia Frye, Tugas mereka adalah membereskan masalah di bumi. Masalah yang dibuat oleh Demon dan Geldia Bayre yang memihak Demon. *** Terjadi pembunuhan misteirus di Biara St. Marry, River City...