Ketika mereka datang ke ruangan itu, mereka melihat seorang pria sedang duduk membelakangi mereka.
"Kalian berdua pasti Aleron Ladislav Rainier dan Luke Hansel Fabron. Idola para wanita di kantor dengan fisik yang sangat mencolok. Apakah kalian berasal dari keluarga bangsawan? Nama kalian itu sepertinya berasal dari keluarga bangsawan" pria itu memutar kursinya sambil melihat berkas-berkas yang ada di tangannya dan kemungkinan besar adalah data mereka berdua.
"Apakah seorang bos perlu mengetahui seberapa populer anak buahnya, dan dia cukup hebat menyebut nama yang susah itu tanpa berkelit lidah. Aku saja butuh 2 tahun untuk dapat mengingat namaku sendiri dan tanpa berkelit lidah" batin Rai sambil terus memandangi bos barunya.
"Tidak, kami berasal dari keluarga yang biasa saja" jawab Luke dengan sopan.
"Kenalkan, saya Andrew Albert. Mulai hari ini saya adalah bos kalian, kalian dapat memanggilku Mr. Andrew. Dan kalian?" Ujar ia sambil melihat mereka berdua dan meletakkan berkas-berkas itu di atas meja.
Baru saja Rai hendak membuka mulut untuk menjawab, omongannya sudah terpotong oleh Luke.
"Anda dapat memanggil saya dengan panggilan Luke dan dia Rai" ucap Luke mewakili omongan Rai. Dan itu membuat Rai memandanginya dengan tatapan awas-saja-kau. Yang di tatap hanya cuek-cuek saja, tidak peduli dengan tatapan itu.
"Baiklah, saya harap kita dapat bekerja sama kedepannya. Dan kalian sudah boleh keluar" ujar Mr. Andrew yang mulai membaca lagi berkas-berkas yang ada di atas mejanya.
"Kami permisi" ujar Luke dengan sopan seraya membalikkan badan dan pergi meninggalkan ruangan itu yang kemudian di susul oleh Rai.
Ketika mereka meninggalkan ruangan itu, tampaklah sebuah senyuman yang sulit diartikan dalam maksud apapun.
**
"Luke, aku merasa nama itu terdengar familiar" ujar Rai sambil menatap ke wajah Luke.
"Familiar? Tidak" ujar Luke tanpa sedikitpun menoleh ke wajah Rai.
"Hei yang serius!" ujar Rai sambil menghentikan langkahnya.
"Aku juga serius!" Ucap Luke menghentikan langkahnya juga.
Akhirnya mereka berdua berdiri di tengah koridor sambil menatap satu sama lain dengan wajah kesal. Dan itu membuat orang yang berlalu-lalang membicarakan mereka.
"Mereka kenapa? Tidak pernah kulihat mereka seperti itu" bisik salah seorang. Dan ketika mereka mendengar perkataan itu, mereka bersikap seperti biasa lagi. Mereka pun berjalan tanpa ada seorang pun yang membuka pembicaraan.
Sesudah mereka sampai di ruangan, satu tumpuk berkas terlihat di atas meja mereka. Mereka berjalan menuju mejanya masing-masing dan masih tanpa percakapan.
~Rai's P.O.V~
"Apa dia marah denganku? Kalau aku tidak membuka percakapan, suasana ini bisa membunuhku. Oya, aku kan sudah pernah hampir terbunuh.. pokoknya aku harus membuat suasana seperti biasa" .
"Luke.." aku menyeruarakan isi hatiku agar tidak canggung.
"Hm" jawab Luke tanpa berpaling sedikitpun ke Rai.
"Kau lapar?" tanyaku basa-basi.
"Jika kau lapar, aku masih ada coklat" aku masih berbasa-basi."Tidak, terima kasih" ujar Luke masih tanpa berpaling.
"Kau marah ya?" Tanyaku hati-hati.
"Tidak" ungkap Luke masih tanpa berpaling.
"Kau..."
KAMU SEDANG MEMBACA
Soul Weapon
Fantasy"Apa hanya segitu kemampuanmu? Dasar lemah!" Ujar Frankeistein sinis. "Cih" cibir Rai yang sudah kelelahan. Dia tidak menyangka ia akan sekuat ini. "Apakah ada ucapan terakhir? Karena kau tidak akan lama lagi menyusul keluargamu disana!" Ujar Franke...