"Terima kasih karena telah mau memercayaiku" ungkap Viona yang sedang memegang pergelangam tangannya yang memerah.
"Jangan terlalu cepat berterima kasih. Aku masih tidak memercayaimu" tutur Rai dan menatap ke arah Luke.
Luke pun membalas tatapan Rai dan mendesah pelan. "Lagi-lagi kau melemparkan kebuntuanmu padaku, setelah berkata seperti itu dan berlagak sok keren kau melemparkan semuanya padaku" . Setelah menarik napas yang panjang dan membuangnya secara perlahan, Luke mulai menyeruarakan suaranya. "Nona, seperti yang dikatakan olehnya aku juga masih kurang percaya padamu. Ada beberapa faktor yang aku curigai padamu" tukas Luke.
"Apa itu, tanyakan saja padaku. Aku akan berusaha untuk menjawabnya" ungkap Viona.
Luke menarik nafasnya dan menghembuskannya secara perlahan, "pertama, kenapa kau tau bahwa Rai memegang senjata itu. Kedua, kenapa kau tiba-tiba meminta pertolongan pada kami untuk mengalahkan Frankeistein. Ketiga, kenapa aku harus memercayaimu untuk membantumu. Keempat... lupakan saja, yang keempat biar aku saja yang mengetahui itu" tutur Luke.
"Seperti yang kau dengar, ayo di jawab" sambung Rai yang merasa terselamatkan berkat Luke.
Viona pun mulai menjawab pertanyaan dari Luke. "Pertama, kenapa aku mengetahui bahwa Rai memegang senjata itu? Karena aku dulu adalah asisten pribadinya Freinkeistein.." belum selesai Viona menyelesaikan kalimatnya, Rai langsung memotong perkataannya.
"Asisten pribadi? Apa yang kau maksud asisten pribadi?" Tanya Rai secara beruntun.
Viona menatap Rai dengan tatapan tidak senang, "maaf Rai, aku mohon sebelum aku selesai bercerita. Tolong jangan di potong pembicaraanku" tutur Viona yang melihat Rai.
Luke pun menyenggol tangan Rai mengisyaratkan untuk diam dan mendengarkan apa yang dibilang.
Setelah keadaan sudah mulai tenang, Viona pun melanjutkan perkataanya "seperti yang aku bilang sebelumnya, aku adalah asisten pribadinya. Saat ini ia memimpin sebuah perusahaan di beberapa negara, dan salah satu perusahaannya itu berada di negara ini". Keduanya pun tampak terkejut mendengar cerita Viona, tetapi mereka memilih untuk diam dan menunggu Viona untuk melanjutkan ceritanya.
Viona menarik nafasnya dan mulai bercerita lagi, "aku telah bekerja padanya entah untuk beberapa lama. Awalnya aku menyukai sifatnya itu, tapi lama-lama ia mulai menunjukkan sifat yang tidak aku sukai. Dan aku makin lama semakin muak untuk bekerja di bawah arahannya. Jadi aku mengumpulkan seluruh keberanianku dan mengkhianatinya".
Setelah jeda beberapa saat untuk mendengarkan apa yg akan mereka katakan, dan dari mereka satu pun tidak ada bersuara. Viona pun melanjutkan ceritanya.
"aku mengatakan yang sebenarnya. Aku rasa jawaban kedua sudah masuk ke cerita tadi. Dan yang ketiga, kau bisa menebas kepalaku jika aku mengkhianatimu. Kau tidak perlu sungkan karena aku seorang wanita".
***
Wah wah.. Ku tak menyangka akan melanjutkan ini cerita. Berapa tahun sudah ku tak meng update cerita ini..
Seperti biasa, maafkan aku krna sebagai author tidak konsisten dalam meng update cerita ini :).. Ku tau, tapi mengingat sangat sayang untuk di hapus cerita ini. Maka aku akan melanjutkan ceritanya.
Yah, kesibukan author bukan hanya ini saja. In real life pun author sudah sangat sibuk. Jadi mohon di maklumi ya.. Dan maafkan aku buat cerita yg singkat ini.
Voments di tunggu :)...
KAMU SEDANG MEMBACA
Soul Weapon
Fantasy"Apa hanya segitu kemampuanmu? Dasar lemah!" Ujar Frankeistein sinis. "Cih" cibir Rai yang sudah kelelahan. Dia tidak menyangka ia akan sekuat ini. "Apakah ada ucapan terakhir? Karena kau tidak akan lama lagi menyusul keluargamu disana!" Ujar Franke...