Dengan langkah yang gontai, Rai berusaha untuk turun dan memakan sarapannya di meja.
"Luke sialan.. kenapa dia tidak membantuku turun" batin Rai dengan kesal.
Dengan mengomel-ngomel tidak jelas, akhirnya ia pun sampai ke meja makan dan duduk di kursinya. Sarapan untuk mereka berdua telah tersedia di meja.
Luke pun duduk di hadapan Rai dan memulai menyantap makanannya.
"Kenapa dia juga ikut makan? kukira dia sudah duluan" batin Rai sambil memperhatikan wajah Luke.
Yang di pandangi pun menyadari kalau dia sedang diperhatikan.
"Ada apa? Kau tidak mau memakannya lagi?" Tanya Luke dengan kesal.
"Tidak" jawab Rai dan mulai memakan sarapannya. Tiba-tiba Rai teringat sesuatu...
"Luke, kenapa kau menangis semalam?" Tanya Rai tanpa memperhatikan wajah Luke. Dan tanpa Rai sadari mimik wajah Luke berubah shok mendengar perkataannya barusan."Apa maksudmu? Last night you were sick, so it's just your imagination" jawab Luke dan memakan sarapannya lebih cepat.
"Hm, kukira nyata" ungkap Rai dengan enteng dan melanjutkan makan.
Luke pun menghela napas lega.
"Bahaya kalau dia tahu. Bisa-bisa dia membullyku seumur hidup" batin Luke."Kenapa kau menghela napas?" Tanya Rai.
"Apa karena sakit semua indramu menjadi peka? Yang benar saja" hela Luke sambil menghela napas. Lagi.
~skip~
"Rai, aku mau pergi sebentar. Ada yang mau kau pesan?" tanya Luke yang sedang bersiap-siap.
"Tidak ada. Hati-hatilah di jalan, sekarang jalanan lagi tidak aman" ungkap Rai.
"Kau kira aku selemah itukah? Hei yang benar saja" desah Luke.
Tak lama, akhirnya Luke meninggalkan rumah dan menguncinya dari luar.
"Ingat, sekarang rumah kita lagi tidak aman. Aku akan menguncinya dari luar dan kau jagalah ruang penelitianku. Aku sanksi ruangan itulah yang sedang di incar. Jika salah satu penelitianku hilang, pupuslah harapan kau". Rai mengingat kembali apa yang di ucapkan Luke sebelum pergi tadi.Setelah mengecek semuanya, Rai kembali ke kamarnya karena pusing telah menguasainya. Dengan langkah sempoyongan, Rai berusaha menuju tempat tidurnya tapi sayang penglihatannya menjadi hitam dan dia pun terjatuh di pinggiran tempat tidur. Dengan sisa tenaga yang ada dan pandangan yang buram, ia pun akhirnya bisa naik ke tempat tidurnya dan memejamkan matanya karena pusing melandanya kembali. Dan Rai pun kembali ke alam mimpi.
**
Di halaman belakang itu ada seorang anak kecil yang sedang bermain-main dengan senangnya sehingga tidak memperhatikan ada seorang wanita anggun sedang menuju ketempat anak kecil itu. Ketika hampir mendekati anak itu, anak kecil itu berbalik dan melihat seorang wanita anggun sedang mendekatinya. Segera anak kecil itu berlari mendekati wanita itu.
"Ibuuu..." anak kecil itu berlari mendekati wanita anggun itu yang tidak lain adalah ibunya. Dengan langkah kecilnya, anak kecil itu yang tidak lain adalah Rai berlari dan mendekap ibunya.
"Kau kotor sekali sayang. Kau bermain apa saja?" Tanya ibunya sambil mengelus lembut kepala Rai.
"Tadi aku melihat kelinci di situ, jadi aku mengejarnya" jawab Rai dengan senyum yang lebar.
"Kelinci? Dimana?" Tanya ibunya sambil melihat ke halaman.
"Sekarang dia udah masuk ke rumahnya" jawab Rai dengan polosnya.
"Gak usah percaya sama Rai bu, dia berbohong" ucap seseorang yang baru saja datang dan kelihatannya ia lebih tua dari pada Rai.
"Aku tidak berbohong bu" ujar Rai yang masih tetap pada pendiriannya. Dan terjadilah pandang-memandang di antara mereka berdua. Ibunya yang melihat mereka berdua hanya bisa tertawa kecil.
"Sudah-sudah, ibu percaya kok" ujar ibunya sambil tertawa kecil. Yang didukung pun bersorak gembira, sedangkan yang tidak didukung terlihat kesal.
"Ibu.. kok ibu membelanya sih. Padahal jelas-jelas tidak ada kelinci disini" ucap anak itu dengan bibir yang dimajukan, sedangkan Rai sudah pergi bermain lagi.
"Vern, kau kan sudah besar jadi tidak ada salahnya kan mengalah padanya" ujar ibunya dengan senyum yang mengukir di wajahnya sambil mengelus lembut rambut Verno alias kakaknya Rai. Verno pun hanya menganggukkan kepalanya.
"Vern, besok ibu dan ayah akan pergi ke luar kota untuk menghadiri jamuan dari temannya ayahmu. Tapi ibu ada permintaan buat kamu" ujar ibunya dan memegang lembut tangan Verno.
"Apa itu bu?" Tanya Verno.
"Maukah kau menjaga Rai untuk ibu? Dia masih sangat kecil. Maukah kau berjanji pada ibu untuk menjaganya?" Tanya ibunya sekali lagi.
"Ibu. Apa gunanya kakak kalau tidak menjaga adiknya. Jadi serahkan tugas itu padaku. Aku pasti menjaga Rai" jawab Verno sambil mengangkat tangannya ke dada kirinya layaknya orang yang sedang bersumpah.
"Ahahaha, padahal umurmu baru 9 tahun tapi tingkahmu layaknya orang dewasa" ujar ibunya sambil tertawa kecil.
"Iya dong" ujar Verno bangga.
"Anak pintar" ucap ibunya mengelus rambut Verno dan menariknya kedalam pelukannya. Tiba-tiba datang Rai sambil merengek minta di peluk juga, Verno pun tidak mau melepaskan pelukan ibunya dan malah mengejek Rai. Dan akhirnya Rai menangis. Ibu yang melihat kedua anaknya itu pun tersenyum dan menarik Rai kedalam pelukannya dan seketika itu juga tangisannya reda. Verno yang berada dalam pelukan berusaha untuk mendapatkan tempat yang luas supaya Rai tidak mendapatkan pelukan.
**
Perlahan mata Rai terbuka, dan ketika ia menyentuh pipinya, pipinya telah basah oleh air matanya.
***
Oke oke, cuma segini ide yang ada. Jadi maaf kalau pendek.
Btw udh berapa lama ya gak update,,, hmmm... 1..2..3..4, gak taulah pokonya udah lama hahaha
Yak, maafkan diriku yang tidak bermutu ini..
Hayo tebak, ada apa dengan next chaptnya? Hayo hayo
Kalau kepo tunggu kelanjutannya yaa
Vote dan comment di tunggu....
KAMU SEDANG MEMBACA
Soul Weapon
Fantasy"Apa hanya segitu kemampuanmu? Dasar lemah!" Ujar Frankeistein sinis. "Cih" cibir Rai yang sudah kelelahan. Dia tidak menyangka ia akan sekuat ini. "Apakah ada ucapan terakhir? Karena kau tidak akan lama lagi menyusul keluargamu disana!" Ujar Franke...