12

63 8 2
                                    

Keesokan harinya...

karena kebetulan lagi weekend, Rai tidak harus minta izin dari kantor kalau dia tidak datang. Sesuai dengan isi surat itu, Rai pun datang sendiri ke gedung C.

Gedung itu terlihat terbengkalai, suasana menyeramkan beredar di sekitarnya. Rai pun berjalan menuju pintu masuk. Ada perasaan takut, marah dan khawatir. Takut karena tidak tau apa yang akan terjadi kalau dia membuka pintu itu, marah karena beraninya siapa pun itu menculik Luke, khawatir karena memikirkan keadaan Luke sekarang. Rai tau bahwa Luke tidak selemah itu. Tapi kenapa bisa-bisanya ia diculik.

Dengan memberanikan diri, Rai pun memasuki gedung itu. Saat ia masuk, suasana yang kelam langsung menerjang dirinya. Gelap itulah yang dipikirkan oleh Rai pertama kali. Dia mengeluarkan ponselnya dan menghidupkannya untuk menuntun jalannya. Rai berjalan dengan perlahan, takut adanya jebakan. Di saat ia sedang melihat-lihat sekitar, terdapat lagi secarik kertas.

Naiklah ke tingkat 10. Di sana kau akan mendapatkan apa yang kau cari. Jangan harap kau dapat hidup sebelum kau menginjakkan kaki di lantai 10. Karena kau akan mati dengan perangkap-perangkap yang telah kubuat.

"Heh, mati ya? Asal kau tau, aku sudah nyaris mati berabad-abad yang lalu" batin Rai sambil membuang kertas itu di sembarang tempat.

Rai berjalan lagi. Lama ia menaiki tangga hingga lantai 8, sejauh ini tidak ada satupun jebakan. Di saat persimpangan tangga, ia melihat seseorang yang memunggunginya sedang memainkan pisau dan senapan berlaras ganda di sampingnya. Mengetahui kehadiran Rai, ia pun berhenti memainkannya dan membalikkan badannya agar berhadapan dengan Rai.

"Well well, akhirnya kau sampai juga. Aleron Ladislav Rainier, itukan namamu? Nama yang bagus, terkesan misterius" ucap pria itu sambil memerhatikan Rai dari atas kepala sampai ujung kaki.

"Sudah cukup omong kosongnya. Aku sedang buru-buru, bisakah kau membiarkan aku lewat. Temanku sedang membutuhkan pertolonganku" ujar Rai dengan menatap dingin pria yang ada di depannya. Mata yang semulanya berwarna merah darah, menjadi merah darah pekat sehingga menampakkan kesan mengerikan.

"Aku adalah pembunuh bayaran yang telah dibayar untuk membunuhmu. Kau tidak keberatan kan kalau kau mati di tanganku?!" Ujar pria itu sambil menjilat pisau yang ada ditangannya.

"Asal kau tau, aku sudah pernah nyaris mati, jadi aku tidak takut. Dan satu hal lagi, aku tidak akan mati sebelum aku menyelamatkan Luke!" Kali ini Rai memasang kuda-kuda menyerang.

"Well, boleh juga! MATILAH KAU!!!" Teriak pria itu sambil mengarahkan pisau yang dimainkannya tadi ke wajah Rai. Dengan mudah Rai mengelak serangan itu. Ketika Rai berhasil mengelak serangan itu, dengan cepat pria itu mengeluarkan pisau lagi dari saku celananya. Rai hanya melawannya dengan tangan kosong. Pria itu terus mendesak Rai sehingga dia berada di ujung tangga. Serangan selanjutnya datang dengan cepat. Rai pun mengelak lagi tapi wajahnya terluka akibat area yang sempit. Pipi Rai pun berdarah, darahnya perlahan mulai mengucur sehingga mengotori bajunya.

"Hm, untuk seorang pemuda biasa kau hebat juga bisa menghindari itu semua" ucap pria itu dengan memandang sinis Rai dan mulai menjilati darah Rai yang berada di pisaunya.

"Dan untuk seorang pembunuh bayaran gerakanmu terlalu lambat, seakan-akan aku bisa membaca pergerakanmu. Kau tidak dapat menghiburku sedikitpun" jawab Rai dengan tersenyum sinis dan mulai menyeka darah yang ada di pipinya dengan punggung tangannya.

"Sombong juga kau bocah" balas pria itu dan mulai menyerang Rai lagi. Kali ini serangannya menuju arah jantungnya. Rai tau kalau serangan itu menuju jantungnya, dan Rai tidak yakin bahwa ia bisa mengelaknya atau tidak. Akhirnya dengan tangan kosong Rai menahan serangan itu, otomatis tangannya berdarah akibat tersayat pisau itu. Melihat itu, pria itu mengambil kesempatan dengan mengayunkan pisau satu lagi ke arah Rai. Rai yang melihat itu segera menunduk, dan mengambil ancang-ancang. Dan...

Soul WeaponTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang