12:08 [Dolan twins]

104 12 0
                                        

"Ethan sayang, maafkan Mom..."

Wanita itu menangis tersedu-sedu di samping anak lelakinya yang berusia tujuh belas tahun itu. Anak itu terkulai dengan lemas di atas kasur rumah sakit. Seseorang menepuk pundaknya, air mukanya terlihat tegang. Buru-buru wanita itu menghapus jejak air matanya. "Kenapa, Max?"

"Kau pasti tidak akan percaya ini." Max melirik ke pojok ruangan, dimana sosok anak lelaki tak kasat mata itu berdiri dengan muka sedih.

7.00 PM

"Selamat malam Mom, apa yang sedang kau masak?" Ethan mencium pipi ibunya yang sedang memasak pasta. Ibunya terkekeh. "Mom sedang memasak untuk ayahmu, sebentar lagi dia akan pulang."

"Oh? Biasanya dia akan pulang besok. Pagi pulang pagi."

"Jangan begitu, dia bekerja untuk kita 'kan?" Ethan mengangguk-anggukan kepalanya. Tiba-tiba dia teringat sesuatu yang sudah lama ingin ia tanyakan. "Mom, bagaimana rasanya jika memiliki saudara kembar?"

Irene–nama wanita itu, ia tertegun mendengar pertanyaan puteranya. Sudah lama dia melupakan tentang hal itu, dan kini entah darimana dan bagaimana bisa, Ethan mempertanyakan sesuatu yang berhubungan dengan hal yang sudah lama dilupakannya itu.

"Entahlah. Mom tidak pernah memiliki saudara kembar, Mom memiliki tiga saudara. Bibi Jane dan Amber juga Paman Lois. Tapi kami tidak kembar." Irene menggigit bawah bibirnya. "Menurutmu apakah pasta ini lebih enak ditaburi keju parmesan waktu dimasak atau saat disajikan?" Tanyanya, berusaha mengubah topik pembicaraan.

"Dua-duanya sama saja, Mom." Jawab Ethan sambil tersenyum. "Aku pernah membaca kalau orang Indonesia memiliki kepercayaan, seperti; meskipun kita lahir tunggal. Kita memiliki saudara kembar di alam yang berbeda, hampir semua orang memiliki saudara kembar tanpa sepengetahuan mereka."

"Mungkin konyol tapi aku ingin bertemu dengannya, kembaranku." Mati, kau. Umpat Irene untuk dirinya sendiri. Keringatnya mulai bercucuran, bukan karena hawa panas yang muncul dari pan yang sedang ia gunakan untuk memasak pasta ini.

"Jangan berbicara aneh-aneh, Ethan. Itukan kepercayaan mereka, kita Amerika. Ingat?" Irene menatap Ethan yang sedang melihatnya seolah 'hah?'. "Lebih baik kau mengerjakan tugasmu, Mr. Tyree bilang kalau kau mendapatkan F di ujian Sejarah mu kemarin."

"Oh, Mom! Aku bahkan tidak begitu peduli dengan sejarah. Untuk apa mengungkit-ungkit kembali bahkan menghafal hal yang sudah terjadi?" Dalam hati Irene tersenyum senang, akhirnya dia berhasil mengalihkan topik pembicaraan ke arah yang lain.

"Naik saja ke kamarmu. Mom ingin di ujianmu selanjutnya kau mendapat minimal B-"

"Fine."

11.54 PM

Ethan mematikan play station miliknya karena dia merasakan kantuk yang luar biasa. Seseru apapun game FIFA yang baru dimiliknya seminggu yang lalu, kalau mengantuk ya dia akan memilih untuk tidur.

"Knocking at my door, you're begging me come home~ lalu selanjutnya apa lagi?" Gumam Ethan yang membasuh wajahnya sambil menyanyikan sebaris lirik yang dibuatnya. "Oh, aku harus menyelesaikan lagu ini kapan-kapan." Dia mendongakan kepalanya dan melihat pantulan dirinya yang shirtless di depan cermin. "Tunggu, ada yang aneh."

Pantulan dirinya memiliki rambut yang sedikit lebih lebat dan sorot matanya terlihat lebih tajam. Pantulan itu juga tersenyum miring, Ethan tahu bahwa dirinya sedang tidak tersenyum. Bibirnya terkatup dengan rapat, segaris senyuman pun tidak ada. Dengan tidak percaya, dia menampar pipinya. Pantulan di cermin sekarang benar-benar dirinya. Memantulkan dirinya yang sedang memegang pipinya kesakitan.

"Berarti aku hanya salah liat. Huh, berlebihan sekali rasa kantuk ku ini."

Pun Ethan keluar dari kamar mandi dan menselonjorkan dirinya yang hanya berbalut celana boxer. "Kenapa... tiba-tiba aku ingin berdoa?" Ada sesuatu di dalam dirinya yang berkata sesuatu yang buruk sedang mengawasinya. Ethan sudah lama melupakan Tuhan, terakhir kali dia berdoa waktu umur enam tahun. Sudah lama sekali.

"Shit, perasaanku mengapa begini? Oke aku akan berdoa." Tidak banyak yang diminta Ethan dalam doanya. Doanya terbilang singkat karena dia sengaja, dia sudah tidak tahan untuk tidur. Dia hanya meminta perlindungan, ketenangan dan mengucap syukur atas apa saja yang diterimanya sepanjang hari ini.

"Yeah, have a good night Dolan."

12.12 PM

Ethan terbangun karena mendadak dia merasakan tenggorokannya sangat kering dan dia membutuhkan air. "Ugh..." dia mengerang dan mulai mendudukan dirinya, diliriknya jam dinding yang menunjukan pukul dua belas lebih dua belas menit.

"Fuck!" Ethan memegangi dada bidangnya yang terasa sakit, seperti jantungnya diambil secara paksa. Dia  pun beranjak meninggalkan kasur dan menjatuhkan ponsel yang ada di genggamannya ke lantai. Tubuhnya, masih beristirahat di atas kasur. Tertidur dengan sangat nyenyak. "Oh Yesus...."

Dia mengira hal seperti ini hanya ada di film horror yang pernah ia tonton bersama teman-temannya. Tapi hal ini terjadi padanya dan jelas, dia merasa panik. Berulangkali Ethan mencoba memasuki tubuhnya lagi, tapi yang ada dia malah terpental jatuh ke lantai. Suara pintu kamar yang dibuka serta sosok kakek tua yang tidak memiliki wajah membuat Ethan bergerak mundur ke belakang. "S-siapa kau!"

Kakek tua itu malah mengeluarkan kertas dan senter. Kertas itu terdapat tanda anak panah. "A-apa aku harus mengikutinya?" Kakek tua itu mengangguk. Ethan bukan tipikal lelaki yang sangat pemberani, tapi untuk sekarang dia akan berusaha. Memakai kaus polos, dia menyahut senter itu dengan kasar dan berlari keluar kamar mendapati banyak gambar anak panah yang tertempel di dinding.

Dia menuruni tangga dengan tergesa-gesa mengikuti arah anak panah itu, tapi sebelumnya dia menghampiri ibunya di kamar. Ibunya masih terlelap tidur. "Kalau aku menjatuhkan.." Ethan menjatuhkan gelas yang ada di meja kecil samping tempat tidur ibunya, membuat wanita itu terbangun sebentar. "Mom! Mom!" Tapi ia malah kembali tertidur, "aku akan membersihkannya besok pagi."

"Brengsek!" Ethan mengepalkan tangannya dan meninju udara.

"Kau tidak punya banyak waktu."

"Kenapa aku disini!?" Ethan berteriak, berusaha mendapatkan balasan dari suara yang terdengar menggema di telinganya tadi. Lagi, dia berlari keluar dari kamar ibunya dan mengikuti anak-anak panah yang ada.

Anak panah terakhir berhenti di dekat pohon belakang rumahnya. Di sebuah pot bunga matahari yang besar, tanaman kesayangan ayahnya yang suka berkebun.

"Halo, Ethan." Suara di belakangnya itu sangat persis dengan suara dirinya. Ethan menoleh ke belakang, mendapati seorang anak kecil berwajah mirip dengannya semasa kecil sedang tersenyum menyeringai. "Bukankah kau ingin bertemu denganku, kakak? Kita bersaudara kembar."

.
.
.
.
To be continue

P A R T    T   W   O
COMIN   S O O N

hayolohhhhhhhhh

Itu Ethan ketemu siapa? Kalian pasti udah tau, faktanya mungkin terpampang jelaz dan nyata *naikin mata ke atas*

Sip, jangan lupa votes dan komen ya!

Ayo dong, kasih gue kritik bisa kali di kolom komen, biar semangat gitu masa dua chapter terakhir nggak ada yg komen, agak maksa ya gue(?) ah sudahlah.

Me luv you, kalian-kalian yang setia menunggu cerita ini hEhE

12:12Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang